Bahaya, Ini yang Terjadi Jika Kelas Menengah Turun

kelas menengah berperan besar dalam proses demokratisasi, kebijakan ekonomi, dan perbaikan aransemen dan kualitas kelembagaan.

oleh Tira Santia diperbarui 09 Sep 2024, 15:00 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2024, 15:00 WIB
UMP DKI Jakarta Naik Tapi Ditolak Pengusaha
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan jumlah masyarakat kelas menengah pada tahun 2023 dari 23% menjadi 18,82% terhadap total penduduk di Indonesia. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan jumlah masyarakat kelas menengah pada tahun 2023 dari 23% menjadi 18,82% terhadap total penduduk di Indonesia.

Sementara persentase jumlah penduduk kelas rentan meningkat dari 18,9% menjadi 20,32%, begitu pula masyarakat calon kelas menengah yang meningkat dari 49,6% menjadi 53,45%. Hal ini mengindikasikan bahwa kelas menengah mengalami “turun kelas”.

Ekonom Senior INDEF Bustanul Arifin, mengatakan permasalahan penurunan kelas menengah ini harus menjadi perhatian bersama. Lantaran, kelas menengah memiliki peran yang penting dalam perekonomian.

"Mengapa kita harus peduli? kelas menengah ini faktor penting dalam sosial, ekonomi, dan kita sebut sebagai peletak kualitas dari governance. Jika kelas menengahnya acuh ini trouble (masalah) dan kalau terlibat terlalu jauh juga tidak baik," kata Bustanul dalam diskusi publik bertajuk "Kelas Menengah Turun Kelas", Senin (9/9/2024).

Bustanul menengaskan, pada intinya kelas menengah ini menentukan perubahan terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu, kelas menengah juga memainkan peran sosial politik penting, mempengaruhi atau menentukan governansi, kualitas kebijakan dan pertumbuhan ekonomi.

Kemudian, kelas menengah berperan besar dalam proses demokratisasi, kebijakan ekonomi, dan perbaikan aransemen dan kualitas kelembagaan. Namun, dukungan kelas menengah terhadap reforma kebijakan ekonomi dan politik hanya dapat terwujud jika kebijakan sejalan dengan kepentingan mereka.

"Apakah orang kecil tidak diperdulikan? tentu diperdulikan. Tapikan mereka (kelas menengah) sekali lagi driver, mereka penentu," ujarnya.

Selanjutnya, kelas menengah yang aktif secara politik cenderung mendukung demkorasi, walau mereka banyak tuntutan tentang kualitas pelaksanaan demokrasi itu.

"Karena mereka tidak sekedar prosedural, mereka juga ingin terlibat. Yang menarik juga kelas menengah ini antara acuh tapi sok-so'an tak mau terlibat tapi sebetulnya terlibat," pungkasnya.

Bukti Nyata Daya Beli Warga Indonesia Turun

UMP DKI Jakarta Naik Tapi Ditolak Pengusaha
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan jumlah masyarakat kelas menengah pada tahun 2023 dari 23% menjadi 18,82% terhadap total penduduk di Indonesia. (merdeka.com/Imam Buhori)

Sebelumnya, turunnya jumlah kelas menengah dan daya beli masyarakat bulan cuma isapan jempol belaka. Turunnya jumlah kelas menengah dan daya beli masyarakat ini sudah dibuktikan oleh para pelaku usaha manakan dan minuman. 

Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan, pelaku usaha makanan dan minuman olahan sudah terdampak fenomena turunnya daya beli masyarakat. Sayangnya, Adhi belum mau mengungkapkan nilai penurunan transaksi perdagangan pelaku  usaha di bawah naungan GAPMMI.

"Kami dari industri juga merasakan, memang daya beli kelas bawah ini agak berat," kata Adhi di JI-Expo Kemayoran, Jakarta, Rabu (4/9/2024).

Penurunan daya beli masyarakat ini disebabkan oleh melambungnya aneka harga pangan. Di sisi lain, pendapatan masyarakat tidak mengalami kenaikan yang menyebabkan daya beli menurun.

"Karena memang beberapa kenaikan harga dan di samping itu banyak pengeluaran masyarakat yang harus ditanggung," tegas dia.

Atas kondisi tersebut, GAPMMI meminta pemerintah untuk kembali menggenjot penyaluran bantuan sosial (bansos). Antara lain bantuan langsung tunai (BLT) untuk segera menggenjot daya beli masyarakat. 

"Kita berharap pemerintah bisa lebih fokus bagaimana meningkatkan daya beli kelas bawah ini. Misalnya BLT, BLT itu mungkin perlu digalakkan lagi, supaya bisa menggairahkan pasar terlebih dahulu," tegas dia.

Kelas Menengah yang Turun Peringkat Makin Banyak, Ini Datanya

UMP DKI Jakarta Naik Tapi Ditolak Pengusaha
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan jumlah masyarakat kelas menengah pada tahun 2023 dari 23% menjadi 18,82% terhadap total penduduk di Indonesia. (merdeka.com/Imam Buhori)

Badan Pusat Statistik (BPS) menggelar press conference dengan tema Menjaga Daya Beli Kelas Menengah Sebagai Fondasi Perekonomian Indonesia pada hari ini. Dalam pemaparannya, BPS menyatakan bahwa jumlah kelas menengah di Indonesia terus mengalami penurunan pada 2023 jika dibanding 2019.

Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024, jumlah kelas menengah di Indonesia turun. Tercatat, jumlah kelas menengah pada 2019 mencapai 57,33 juta orang. Jumlah penduduk kelas menengah ini menyumbang 21,45 persen dari proporsi penduduk.

Fenomena penurunan jumlah penduduk kelas menengah dipicu akibat dampak pandemi Covid-19 sejak 2020 lalu. Namun, BPS tidak mengungkapkan jumlah penduduk kelas menengah pada 2020 lalu akibat anomali pandemi Covid-19.

"Kalau tahun 2020 agak anomalikan dia, pada saat pandemi covid 19. Datanya ada tapi tidak kami tampilkan," ujar Amalia, di Kantor Pusat BPS, Jumat (30/8/2024).

Pada 2021 jumlah penduduk kelas menengah mengalami penurunan tajam menjadi 53,83 juta atau setara 19,82 proporsi penduduk. Dia menyebut, penurunan kelas menengah ini masih disebabkan oleh dampak pandemi Covid-19.

"Jadi, ini sudah kami prediksi akibat pandemi Covid-19 menimbulkan scarring effect," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya