Jepang Terapkan Kerja 4 Hari dalam Seminggu Bakal Sulit Terwujud, Kenapa?

Jepang baru-baru ini memulai kampanye "reformasi gaya kerja" dengan bertujuan untuk mempromosikan pengaturan kerja yang fleksibel, jam kerja yang lebih pendek, dan batasan lembur.

oleh Satrya Bima Pramudatama diperbarui 26 Sep 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2024, 06:00 WIB
Jepang Terapkan Kerja 4 Hari dalam Seminggu Bakal Sulit Terwujud, Kenapa?
Jepang telah meningkatkan dorongannya bagi perusahaan untuk dapat mengadopsi sistem empat hari kerja seminggu, tetapi upaya tersebut menghadapi tantangan berat di Jepang (AFP/Kazuhiro Nogi)

Liputan6.com, Jakarta - Jepang telah meningkatkan dorongannya bagi perusahaan untuk dapat mengadopsi sistem empat hari kerja seminggu, tetapi upaya tersebut menghadapi tantangan berat di Jepang yang dikenal memiliki budaya gila kerja.

Pemerintah Jepang baru-baru ini memulai kampanye "reformasi gaya kerja" dengan bertujuan untuk mempromosikan pengaturan kerja yang fleksibel, jam kerja yang lebih pendek, dan batasan lembur. Untuk lebih mendorong inisiatif ini, kementerian ketenagakerjaan juga telah mulai memberikan subsidi dan layanan konsultasi gratis.

Langkah ini menandai upaya yang lebih terpadu setelah pemerintah pertama kali memberikan dukungan untuk minggu kerja yang lebih pendek pada 2021 ketika anggota parlemen mendukung gagasan tersebut. Namun, konsep tersebut belum diamanatkan, dan lambat untuk mendapatkan daya tarik.

Menurut Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, hanya sekitar 8% perusahaan di Jepang yang mengizinkan karyawan untuk mengambil cuti tiga hari atau lebih setiap minggu.

Dikutip dari CBNC, budaya populer dan tradisional Jepang, menjelaskan orang Jepang memberi nilai tinggi pada pekerjaan lantaran mereka cenderung memandang pekerjaan sebagai "bagian positif dari kehidupan,"

"Saya pikir butuh waktu untuk menerapkan empat hari kerja seminggu untuk bisa diterima. kita tidak terbiasa bersikap fleksibel," ujar profesor sumber daya manusia di Universitas Hitotsubashi, Hiroshi Ono.

"Hal ini masih cukup jarang terjadi di negara lain. Jadi saya pikir Jepang khususnya akan membutuhkan waktu untuk melakukannya," ia menambahkan.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Perusahaan yang Terapkan 4 Hari Kerja

Gunung Fuji dari Prefektur Yamanashi
Gunung Fuji terlihat dari kuil Arakura Fuji Sengen di kota Fujiyoshida, prefektur Yamanashi, pada Kamis (22/4/2021). Prefektur Yamanashi terletak di sebelah barat Tokyo yang memiliki spot-spot wisata terkenal, salah satunya gunung tertinggi di Jepang, Gunung Fuji. (Behrouz MEHRI / AFP)

Sejumlah kecil perusahaan yang menerapkan empat hari kerja seminggu umumnya juga bukan perusahaan tradisional Jepang, contohnya adalah Microsoft Jepang."Jadi untuk perusahaan tradisional Jepang, mungkin butuh waktu lebih lama," kata dia.

Salah satu perusahaan terbesar di Jepang, Panasonic, meluncurkan opsi empat hari kerja seminggu bagi karyawannya pada tahun 2022, tetapi hanya sekitar 150 dari 63.000 pekerja yang memenuhi syarat yang memilih untuk ikut serta.

Perusahaan pialang SMBC juga telah menawarkan opsi empat hari kerja seminggu kepada karyawannya sejak tahun 2020. Namun, perusahaan tersebut membatasi kelayakannya bagi pekerja berusia 40 tahun atau lebih untuk perawatan keluarga atau "pengembangan karier yang mandiri." Opsi tersebut juga hanya tersedia sejak tahun keempat masa kerja

Meskipun tingkat adopsi masih rendah, tetapi inisiatif untuk menerapkan 4 hari kerja tersebut tidak sepenuhnya dapat diabaikan.

 

 


Survei Jetro: Profitable, Perusahaan Jepang di Indonesia Minat Ekspansi

Industri Manufaktur
Transformasi industri 4.0 membawa banyak perubahan dalam berbagai aktivitas ekonomi, terutama upaya mengadaptasi penggunaan teknologi digital. Percepatan transformasi digital ini juga sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing industri manufaktur nasional menjadi lebih berkelanjutan, fleksibel dan efisien. (Dok. Kemenperin)

Sekitar 71,4% perusahaan terafiliasi dengan Jepang di Indonesia diharapkan “profitable” dalam hal pendapatan operasional pada tahun 2023. Ini merupakan persentase profitable tertinggi dari perusahaan-perusahaan Jepang di ASEAN. Hal tersebut merupakan hasil Survei Kondisi Bisnis Perusahaan-Perusahaan Jepang tahun 2023 yang dilakukan oleh Japan External Trade Organization (JETRO).

Selain itu, sebanyak 42,1% perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia menjawab bahwa perkiraan laba operasional pada tahun 2023 meningkat bila dibandingkan dengan survei tahun 2022.

"Hal ini didorong oleh banyak perusahaan yang menyatakan adanya peningkatan demand dari pasar domestik,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, dikutip Rabu (20/3/2024).

Sebelumnya, Febri mendampingi Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menerima pemaparan dari President Director JETRO Jakarta, Mr. Takahashi Masakazu mengenai hasil survei tahun 2023 tersebut. 

Dengan kondisi bisnis Indonesia yang positif, sekitar separuh perusahaan Jepang di Indonesia yang disurvei menyatakan keinginan untuk berekspansi bisnis dalam satu hingga dua tahun ke depan. Hasil survei menunjukkan, persentase ekspansi bisnis terus meningkat setelah era Covid-19, berbeda dengan kondisi di China yang terus menurun ekspansinya pada periode yang sama.

Sekitar 49.5% perusahaan Jepang di Indonesia merespons survei dengan menyatakan akan melakukan ekspansi. Persentase tersebut meningkat 1,7 poin dari survei tahun 2022. “Sebagai tambahan, hanya sekitar 4,2% perusahaan responden yang menyatakan akan melakukan pengurangan kapasitas maupun relokasi ke negara lain,” imbuh Febri.

Ekspansi kebutuhan pasar domestik merupakan alasan utama perusahaan melakukan ekspansi bisnis. JETRO menyampaikan, ekspektasi atas ekspansi kebutuhan pasar domestik di Indonesia lebih tinggi daripada ASEAN secara keseluruhan.

 


Keuntungan Berbisnis di Indonesia

Industri Manufaktur
Transformasi industri 4.0 membawa banyak perubahan dalam berbagai aktivitas ekonomi, terutama upaya mengadaptasi penggunaan teknologi digital. Percepatan transformasi digital ini juga sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing industri manufaktur nasional menjadi lebih berkelanjutan, fleksibel dan efisien. (Dok. Kemenperin)

Perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia memandang beberapa faktor sebagai keuntungan berbisnis di Indonesia, antara lain ukuran pasar serta potensi pertumbuhan, biaya upah yang rendah, kemudahan rekrutmen staf lokal, kluster industri lokal yang dibentuk oleh perusahaan klien, serta stabilitas politik dan sosial. 

“Sedangkan beberapa hal yang masih dianggap sebagai faktor risiko teratas adalah meningkatnya labor cost, manajemen kebijakan dari pemerintah daerah yang kurang jelas, prosedur perpajakan yang menghabiskan waktu, sistem operasi hukum yang belum berkembang dan kurang jelas, serta prosedur administratif yang juga memakan waktu,” papar Febri.

Transformasi menuju Industri 4.0 juga tak luput dari fokus perusahaan Jepang di Indonesia. Sekitar 30% perusahaan menyatakan telah mengimplementasikan automasi di lini produksi, dan 70% dari perusahaan yang disurvei tertarik untuk melakukannya. Delapan puluh persen perusahaan menyatakan advancement of production lines and technologies dan peningkatan upah pekerja menjadi latar belakang melakukan automasi di Indonesia.

Sementara itu, lebih dari 70% perusahaan menyatakan telah mengimplementasikan atau mempertimbangkan inisiatif dekarbonisasi. Sebanyak 44,3% perusahaan menyatakan telah melakukan upaya dekarbonisasi, seperti pengurangan emisi Gas Rumah Kaca. Jumlah ini meningkat 8,6 persen dari survei tahun sebelumnya.

 

 


Optimisme Perusahaan

Febri menambahkan, optimisme perusahaan yang beroperasi di Indonesia menunjukkan bahwa ekonomi nasional saat ini masih cukup tangguh. Penguatan ekonomi sejalan dengan kinerja positif dari industri manufaktur yang menjadi kontributor paling besar terhadap PDB nasional.

“Kondisi inipun dirasakan oleh para pelaku industri yang beraktivitas di Indonesia. Kemenperin terus mendukung perusahaan manufaktur untuk mengembangkan bisnisnya dengan mengusahakan kebijakan-kebijakan yang strategis,” jelasnya.

Survei Kondisi Bisnis Perusahaan-Perusahaan Jepang bertujuan untuk memahami aktivitas bisnis terkini dari perusahaan terafiliasi dengan Jepang yang beroperasi di Asia dan Oceania.

President Director JETRO Jakarta, Mr. Takahashi Masakazu menyampaikan, terdapat beberapa aktivitas yang dijalankan oleh JETRO untuk mendukung bisnis perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia. Salah satunya adalah dengan menggelar seminar terkait sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bersama PT. Sucofindo.

“Fokus dari kegiatan utama ini adalah untuk memberikan penjelasan mengenai konsep penghitungan TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) kepada perusahaan agar dapat meningkatkan nilai TKDN produknya,” jelas Mr. Takahashi.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya