Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah turun pada akhir Agustus 2024 menjadi sebesar Rp 8.461,93 triliun.
Dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan, posisi utang pemerintah berkurang Rp 40,76 triliun atau turun 0,47% dibandingkan akhir Juli 2024 sebesar Rp 8.502,69 triliun. Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Riko Amir, mengungkapkan bahwa penurunan utang ini disebabkan adanya pembayaran yang jatuh tempo pada periode tersebut.
Baca Juga
"Mungkin di bulan itu, ada jatuh tempo yang sangat besar, jadi utangnya turun,” ungkap Riko dalam kegiatan Media Gathering Kemenkeu di Anyer, Banten, dikutip Jumat (27/9/2024).
Advertisement
Kemenkeu mencatat, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kini sebesar 38,49%. Angka tersebut menandai penurunan dari rasio utang terhadap PDB di bulan sebelumnya sebesar 38,68%.
Riko memastikan, besaran rasio utang tersebut masih dalam batas aman, dan diupayakan untuk bertahan dalam jalur penurunan. Hal ini mengingat utang pemerintah sempat melonjak tajam selama pandemi COVID-19.
Sebagai catatan, utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) dengan kontribusi sebesar 88,07%. Rasio utang pada Agustus sendiri ini di bawah batas aman 60% PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara.
Prabowo Mau Tarik Utang Rp 775,9 Triliun di 2025, Mayoritas SBN
Sebelumnya, Presiden Terpilih Prabowo Subianto berencana menarik utang baru Rp 775,9 triliun tahun depan. Jumlah utang yang akan dicairkan ini naik dari yang ditargetkan 2024 ini, senilai Rp 648,1 triliun.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Riko Amir mengungkapkan, pembiayaan utang baru itu utamanya bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
"Rp 775 triliun dengan penerbitan SBN itu sebesar Rp 642,5 triliun, dan penarikan pinjaman itu sebesar Rp 133 triliun," ungkap Riko dalam kegiatan Media Gathering di Anyer, Banten pada Kamis (26/9/2024).
Penarikan pinjaman bisa diperoleh dari dua sumber, yaitu pinjaman dalam negeri dan luar negeri. Terkait sumber dari pinjaman dalam negeri mencapai Rp 5,2 triliun dan sumber pinjaman luar negeri mencapai Rp 128,1 triliun.
Riko menyoroti, fenomena yang menarik adalah pinjaman yang besar, baik dari pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri dibandingkan APBN 2024 secara neto.
“Salah satu alasannya karena ini tahun kelima dari periode 2020-2024," sebutnya.
"Dalam perencanaan pinjaman dari kementerian lembaga memang biasanya tahun-tahun awal mereka slow starter. Tapi kemudian naik penarikannya di tahun ini untuk pinjaman kegiatan, di tahun ketiga, keempat, kelima," imbuh Riko.
Advertisement
Utang Luar Negeri Indonesia Nambah, Sekarang Jadi USD 414,3 Miliar
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Juli 2024 tetap terkendali. Posisi Utang Luar Negeri Indonesia pada Juli 2024 tercatat sebesar USD 414,3 miliar atau secara tahunan tumbuh sebesar 4,1%.
“Perkembangan Utang Luar Negeri tersebut bersumber dari sektor publik, baik Pemerintah maupun Bank Sentral,” kata Asisten Gubernur Departemen Komunikasi Erwin Haryono, Kamis (19/9/2024).
Posisi Utang Luar Negeri pada Juli 2024 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah.
Di sisi lain, Utang Luar Negeri pemerintah tetap terkendali. Posisi Utang Luar Negeri pemerintah pada Juli 2024 sebesar 194,3 miliar dolar AS, atau tumbuh sebesar 0,6% (yoy), setelah mencatatkan kontraksi pertumbuhan sebesar 0,8% (yoy) pada Juni 2024.
Perkembangan Utang Luar Negeri tersebut dipengaruhi oleh penarikan pinjaman luar negeri dan peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN), seiring dengan tetap terjaganya kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia.
“Sebagai salah satu instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas guna melanjutkan momentum pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
BI melihat Utang Luar Negeri pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja, antara lain pada Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (20,9% dari total Utang Luar Negeri Pemerintah); Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,9%); Jasa Pendidikan (16,8%); Konstruksi (13,6%); serta Jasa Keuangan dan Asuransi (9,4%).
Posisi Utang Luar Negeri pemerintah tetap terkendali mengingat hampir seluruh Utang Luar Negeri memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98% dari total Utang Luar Negeri pemerintah.
Utang Swasta
Sementara, Utang Luar Negeri swasta mencatat kontraksi pertumbuhan. Pada Juli 2024, posisi Utang Luar Negeri swasta tercatat sebesar USD 195,2 miliar atau mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,1% (yoy), setelah mencatatkan pertumbuhan yang rendah pada Juni 2024.
Perkembangan tersebut terutama didorong oleh Utang Luar Negeri perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) yang mencatatkan kontraksi pertumbuhan sebesar 0,04% (yoy).
Berdasarkan sektor ekonomi, Utang Luar Negeri swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 78,9% dari Utang Luar Negeri ULN swasta.
Utang Luar Negeri swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,3% terhadap total ULN swasta.
Advertisement
Masih Sehat
Adapun struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terjaga sebesar 30,2%, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 84,9% dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur Utang Luar Negeri tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
“Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” pungkasnya.