Mantan Menteri Keuangan AS Paparkan Fokus Kebijakan Ekonomi Donald Trump

mantan Menteri Keuangan, Steven Mnuchin menuturkan, pemotongan pajak adalan bagian penting program Donald Trump.

oleh Satrya Bima Pramudatama diperbarui 10 Nov 2024, 08:00 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2024, 08:00 WIB
Mantan Menteri Keuangan AS Paparkan Fokus Kebijakan Ekonomi Donald Trump
Presiden terpilih Donald Trump akan kembali menerapkan kebijakan ekonomi antara lain tarif impor, pemotongan pajak, dan sanksi ekonomi. (Dok. Instagram/@realdonaldtrump)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden terpilih Donald Trump akan kembali menerapkan kebijakan ekonomi antara lain tarif impor, pemotongan pajak, dan sanksi ekonomi ketika dia mulai menjabat kembali.

Pada Januari, menurut mantan Menteri Keuangan, Steven Mnuchin yang menjabat selama masa kepresidenan pertama Trump dari 2017-2021, mengatakan kepada CNBC langkah-langkah tersebut merupakan bagian penting dari agenda Partai Republik. Dilansir dari CNBC pada Minggu (10/112024).

“Pemotongan pajak adalah bagian penting dari programnya,” kata Mnuchin.

Dia juga menambahkan, program ini kemungkinan akan mudah disetujui oleh Kongres, terutama jika Partai Republik juga menguasai Dewan Perwakilan Rakyat, yang tampaknya mungkin terjadi.

Tarif impor juga akan menjadi prioritas bagi Donald Trump, seperti yang dilakukannya pada masa jabatan pertama. Donald Trump bahkan telah berjanji untuk memberlakukan tarif lagi, terutama terhadap China. “Saya pikir tarif perlu digunakan untuk mengajak rekanan kembali ke meja perundingan, terutama China, yang belum mematuhi semua perjanjian yang mereka buat,” kata Mnuchin.

Selain tarif, Mnuchin menyatakan negara-negara antara lain Iran dan Rusia juga mungkin akan dikenai sanksi baru. Tahun 2019, pemerintahan Trump sempat memberlakukan sanksi terhadap industri minyak Iran karena dianggap terhubung dengan Garda Revolusi.

Menurut Mnuchin, “Sanksi terhadap Iran dan Rusia sangat berdampak. Saat ini, Iran menjual jutaan barel minyak, dan hal ini perlu dihentikan.”

Mnuchin juga menyebutkan bahwa meskipun dia kemungkinan tidak akan mengambil posisi resmi dalam pemerintahan Trump mendatang, dia siap membantu dari luar. Dia memperkirakan Trump akan berfokus pada isu lain seperti pengeluaran pemerintah yang tinggi dan defisit.

“Saya pikir dia berada dalam posisi sekarang, terutama dengan dukungan besar yang ia terima, untuk menangani masalah-masalah sulit, dan saya pikir itu harus menjadi bagian dari pengeluaran pemerintah,” ujarnya.

 

 

Bos The Fed Powell Ungkap Tak Akan Mengundurkan Diri Jika Diminta Donald Trump

Gubernur BI Perry Warjiyo berdiskusi dengan Ketua Dewan Pengurus Bank Sentral AS (Chairman of the Federal Reserve), Jerome Powell, di sela-sela pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia, di Bali (13/10/2018). (Ilyas/Liputan6.com)
Gubernur BI Perry Warjiyo berdiskusi dengan Ketua Dewan Pengurus Bank Sentral AS (Chairman of the Federal Reserve), Jerome Powell, di sela-sela pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia, di Bali (13/10/2018). (Ilyas/Liputan6.com)

Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell menegaskan dirinya tidak akan mengundurkan diri jika Presiden terpilih AS, Donald Trump meminta pengunduran dirinya.

"Tidak," ujar Powell ketika ditanya wartawan apakah ia akan mengundurkan diri jika diminta oleh Trump, dikutip dari CNBC International, Jumat (8/11/2024). 

Powell kemudian menegaskan bahwa presiden tidak memiliki wewenang untuk memecat atau menurunkan jabatannya. 

"Tidak diizinkan menurut hukum," ujar Jerome Powell, setelah The Fed memutuskan untuk memangkas suku bunga 25 basis poin, ke kisaran target 4,50%-4,75%.

Powell juga mengatakan bahwa kemenangan Trump dalam Pilpres AS pekan ini tidak akan berdampak langsung pada kebijakan bank sentral.

"Dalam waktu dekat, pemilihan tidak akan berdampak pada keputusan kebijakan kami," tegas Powell.

Powell mengatakan kebijakan pemerintahan berikutnya dapat berdampak pada ekonomi yang akan memengaruhi mandat ganda The Fed untuk memaksimalkan lapangan kerja dan stabilitas harga. Namun, masih terlalu dini untuk memastikan hal tersebut.

"Ini masih tahap awal," kata Powell.

"Kita tidak tahu apa saja kebijakannya, dan begitu kita mengetahuinya, kita tidak akan tahu kapan kebijakan itu akan dilaksanakan," terangnya.

 

Investor Bakal Cermati Hubungan Jerome Powell dan Donald Trump

Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Investor kini akan mencermati hubungan Trump dengan ketua Fed tersebut. Seperti diketahui, Trump menunjuk Powell pada tahun 2017, tetapi berulang kali memiliki perbedaan pendapat dengan kepala bank sentral AS tersebut selama masa jabatan pertamanya sebagai presiden. 

Trump menilai Powell tidak melonggarkan kebijakan moneter dengan cukup cepat.

Sebelumnya, Trump mengatakan dalam sebuah wawancara pada Oktober 2024 bahwa presiden harus dapat mempertimbangkan keputusan suku bunga.

"Saya rasa saya tidak boleh diizinkan untuk memerintahkannya, tetapi saya rasa saya berhak untuk memberikan komentar mengenai apakah suku bunga harus naik atau turun," ujar Trump kepada Bloomberg News, di Economic Club of Chicago pada 15 Oktober 2024.

Ketika Covid-19 melanda negara itu pada Maret 2020, Trump mengklaim kewenangan untuk mencopot Powell dari jabatannya. Masa jabatan ketua Fed berakhir pada 2026.

Kapitalisasi Pasar Tesla Sentuh USD 1 Triliun Usai Kemenangan Donald Trump

Showroom Tesla di New York, Amerika Serikat. Liputan6.com/Iskandar
Showroom Tesla di New York, Amerika Serikat. Liputan6.com/Iskandar

Sebelumnya, perusahaan otomotif milik Elon Musk, Tesla mencapai valuasi pasar USD 1 triliun untuk pertama kalinya sejak April 2022. Saham melonjak sebanyak 7% pada hari Jumat ke puncak intraday USD 319,44, dengan saham melonjak 27% sejak Donald Trump dinyatakan sebagai pemenang pemilihan presiden AS.

Saham Tesla naik 26% tahun ini, sejalan dengan kenaikan S&P 500 dan Nasdaq 100. CEO Tesla Elon Musk adalah sponsor besar kampanye Trump dalam beberapa bulan terakhir, menyumbangkan lebih dari USD 100 juta untuk upaya memilihnya kembali.

Kenaikan besar dalam saham Tesla minggu ini melambungkan Musk ke kekayaan bersih sekitar USD 300 miliar, memperkuat posisinya sebagai orang terkaya di dunia menurut data Bloomberg. Melansir Business Insider, Sabtu (9/11/2024), Analis Wedbush Dan Ives mengatakan kemenangan Trump, meskipun berpotensi negatif bagi sektor kendaraan listrik yang lebih luas, dapat menguntungkan Tesla secara signifikan.

Sebab, meskipun potongan harga federal untuk kendaraan listrik dan insentif pajak kemungkinan akan dicabut selama masa jabatan kedua Trump, Tesla lebih cocok daripada pesaingnya untuk menavigasi skenario seperti itu.

"Tesla memiliki skala dan cakupan yang tak tertandingi dalam industri kendaraan listrik dan dinamika ini dapat memberi Musk dan Tesla keunggulan kompetitif yang jelas dalam lingkungan subsidi non-kendaraan listrik, ditambah dengan kemungkinan tarif Tiongkok yang lebih tinggi yang akan terus mendorong pemain kendaraan listrik Tiongkok yang lebih murah (BYD, Nio, dll.) agar tidak membanjiri pasar AS selama beberapa tahun mendatang," kata Ives.

Deregulasi signifikan di bawah Trump juga dapat mempercepat peluncuran platform Full Self-Driving Tesla ke pasaran. Valuasi premium Tesla sebagian besar bergantung pada kemajuannya dalam menghadirkan kendaraan yang sepenuhnya otonom, sehingga investor kemungkinan besar akan menyambut baik setiap kemajuan di bidang itu.

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya