Liputan6.com, Jakarta - Perum Bulog Target menyerap 1,4 juta ton setara beras dari petani pada musim panen raya di Maret-April 2025. Jumlah itu setara 70 persen dari target total penyerapan sepanjang tahun ini.
Sekretaris Perusahaan Bulog Arwakhudin Widiarso menceritakan, Perum Bulog telah memerintahkan jajaran dan kantor cabang di daerah untuk turun menjemput beras petani. Guna mengumpulkan stok cadangan beras pemerintah (CBP), demi menyongsong program swasembada pangan Presiden Prabowo Subianto.
Advertisement
Baca Juga
Untuk itu, kata Arwakhudin, Bulog juga telah membentuk satuan tugas bernama Tim Jemput Gabah, untuk bisa mengambil beras langsung dari petani.
Advertisement
"Target kita, di musim tanam yang pertama ini, musim rendeng ini, kita Bisa memenuhi setidaknya 70 persen dari target pengadaan dalam negeri untuk gabah beras," jelas dia di Kantor Pusat Perum Bulog, Jakarta, Jumat (17/1/2025).
Adapun target penyerapan produk setara beras Bulog di sepanjang 2025 ini sebesar 2 juta ton, dengan angka maksimal 3 juta ton. Sementara untuk penyerapan dari hasil musim tanam pertama pada Oktober-Maret, Bulog mengacu target 70 persen dari target produksi 2 juta ton.
"Jadi untuk penyerapan di musim rendeng ini 1,4 juta ton dari target 2 juta ton. Harapannya, target penyerapan bisa sampai 3 juta ton," jelas Arwakhudin.
Penyerapan untuk 3 Komoditas Beras
Dalam proses penyerapan ini, Arwakhudin menjelaskan, Perum Bulog membagi kualifikasi komoditas beras ke dalam tiga kelompok. Pertama, dalam bentuk gabah kering panen (GKP) yang akan masuk dari tingkat petani.
Lalu, pengadaan gabah kering giling (GKG) yang dilakukan setelah kegiatan pasca panen berupa pengeringan. Itu didapat dari kelompok tani, gabungan tani, maupun mitra kerja.
"Kemudian, kita juga melakukan pengadaan dalam bentuk beras. Komposisinya (GKP, GKG, beras) masing-masing sepertiga," terang Arwakhudin.
Advertisement
Kualitas Rendah, Harga Lebih Murah
Meskipun secara komposisi penyerapan lebih besar, namun kualitas beras hasil panen raya Maret-Mei 2025 lebih rendah dibanding di musim gadu pada semester II tahun ini.
"Musim rendeng itu biasanya kualitas gabahnya kurang bagus, karena kondisi kadar air tinggi yang tidak didukung sinar matahari cukup, dan curah hujan tinggi," kata Arwakhudin.
"Itu harganya biasanya lebih rendah. Itu lah potensi harga jatuh biasanya ada di musim ini," dia menambahkan.
Sedangkan untuk panen musim gadu yang biasa terjadi Juli-Agustus, itu biasanya ditandai dengan perubahan warna pada aliran sungai yang jadi pasokan air untuk sawah.
"Di musim tanam kedua, musim gadu, itu sudah kering. Tapi tanah masih basah. Gampangannya, kalau air sungai masih cokelat, berarti masih bisa tanam. Tapi kalau sudah bening, itu sudah tidak bisa tanam," urainya.