Jakarta - Tersingkirnya nama penyerang Barcelona, Lionel Messi dari daftar 33 nomine Pemain Terbaik Dunia 2018 masih jadi sorotan. Pro dan kontra dari para pemerhati sepak bola dunia muncul terkait keputusan FIFA mencoret Messi.
Pada sisi yang kontra, beberapa alasan sudah mengemuka. Misalnya, Lione Messi memiliki penampilan konsisten sepanjang musim lalu bersama Barcelona.
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, secara statistik lebih unggul dari Cristiano Ronaldo, Luka Modric dan Mohamed Salah dari area mencetak gol, mengkreasi serangan dan mengirim assist.
Bagi kolumnis, Elvis Ume, ragam poin kontra tersebut menjadi 'counter attack' dari hal-hal yang justru mendukung keputusan FIFA. Berikut ini 3 alasan yang mendukung FIFA terkait Lionel Messi, yang sebelumnya juga 'hilang; dari top 3 Pemain Terbaik Eropa 2018.
Â
1. Terpuruk di Piala Dunia
Lionel Messi gagal merealisasikan harapan publik Argentina agar berjaya di Piala Dunia 2018. Maklum, sudah 25 tahun sejak Argentina mengangkat trofi juara, tak ada lagi yang mampir ke negeri Tango.
Seperempat abad lalu, Gabriel Batistuta memimpin rekan-rekannya menjuara Copa America 1993. Jika merunut ke belakang, tepatnya 32 tahun lalu, kali terakhir Argentina menerima trofi piala dunia.
Kondisi tersebut semakin memerparah situasi wanprestasi Argentina pada setiap turnamen. Padahal saat itu, sang rival abadi, Brasil, mampu mengemas 10 trofi, termasuk 2 Piala Dunia.
Banyak yang meleset dalam beberapa tahun terakhir, termasuk final Piala Dunia 2014 dan Copa America 2016. Nama besar Lionel Messi di pentas internasional bersama Argentina, terutama di Piala Dunia, semakin redup.
Hal itu terjadi setelah Argentina tersingkir di pentas Piala Dunia 2018. Mereka kalah dari Prancis, yang kemudian menjadi jawara. Bagi Lionel Messi, apa yang terjadi sekarang membuatnya tak sanggup menyamai pencapaian sang mentor, Diego Maradona.
Padahal, nama Lionel Messi sudah mulai muncul ketika berusia 19 tahun, tepatnya di Piala Dunia Jerman (2006). Empat tahun kemudian, saat Maradona menjadi pelatih, asa membumbung tinggi.
Namun, lagi-lagi kegagalan yang menghinggap ke dada Messi. Argentina pulang dari Afrika Selatan dengan kepala tertunduk setelah 'dikeramasi' Jerman dengan skor 0-4.
Pada 2014, Argentina tampil mengejutkan meski tak diunggulkan. Melaju ke final, mimpi Lionel Messi terjun bebas setelah Marco Reus mencetak gol tunggal kemenangan Jerman.
Lalu pada musim panas ini, Messi tak berdaya di Rusia. Dia kalah dibanding Cristiano Ronaldo dan Luka Modric.
Â
Advertisement
2. Tak Moncer di Pentas Liga Champions
Liga Champions Eropa menjadi puncak incaran klub-klub, termasuk garansi bagi para pemainnya. Jika klub bermain bagus, hampir dipastikan ada pemain yang menonjol, dan status itu bisa membawa sang pesepakbola ke jenjang penghargaan individu, termasuk Pemain Terbaik Dunia versi FIFA.
Pada sisi Liga Champions, Barcelona tersingkir di babak perempatfinal pada tiga tahun terakhir. Mereka gagal melewati Atletico Madrid, Juventus dan AS Roma.
Kekalahan paling mengejutkan terjadi tahun ini, saat kemenangan 4-1 pada pertemuan pertama di Camp Nou, seolah tak ada artinya. Hal itu terjadi setelah Barcelona takluk 0-3 pada perjumpaan kedua.
Lionel Messi gagal mencetak gol ke gawang AS Roma, sekaligus mencatat tak pernah mencatatkan namanya di papan skor dalam 11 pertandingna. Kali terakhir Lionel Messi mencetak gol pada fase delapan besar Liga Champions datang lima tahun lalu, tepatnya April 2013.
Kegagalan Barcelona tersebut membuat Messi tak bisa mengimbangi pencapaian gelar ganda; La Liga dan Copa del Rey, plus Sepatu Emas untuk kali kelima. Messi terbukti tak tampil menawan di area benua Eropa, yang memang sangat penting dalam penilaian FIFA.
Hal itu berbeda dengan Cristiano Ronaldo dan Mohamed Salah. Ronaldo menjadi inspirasi bagi Real Madrid guna meraih trofi Liga Champions 2017-2018, sekaligus yang ketiga kali beruntun. Mo Salah mengangkat Liverpool menjadi runner-up, plus koleksi 10 gol di Liga Champions musim lalu.
Â
3. Gagal Mengangkat Diri
Satu yang dianggap menurunkan penilaian Lionel Messi adalah fakta kegagalan Sang Messiah menaikkan 'derajad'. Hal ini menjadi akumulasi atau kompilasi dari penilaian di level domestik, regional dan internasional.
Aspek-aspek tersebut menjadi titik lemah Lionel Messi, yang tak sanggup konsisten menciptakan efek 'juara'. Messi hanya berjaya dengan Barcelona, namun 'mati kutu' ketika berkostum Timnas Argentina.
Pada awal musim lalu, Barcelona kalah kontra Real Madrid pada perebutan Piala Super Spanyol. Lalu Messi tak sanggup membawa Barceloa melewati AS Roma, dan terakhir, gagal di Piala Dunia 2018.
Khusus bersama Timnas Argentina, Messi dianggap tak bisa naik kelas. Julukan 'Sang Messiah' ternyata tak manjur ketika kostum biru-putih khas Tim Tango, melekat di badannya.
Sumber: Berbagai sumber/www.bola.com
Â
Advertisement