Pentingnya Kesadaran Disabilitas Mental dan Peran Unit Pelayanan Difabel di Lembaga Pendidikan

Ragam disabilitas yang tak terlihat secara fisik menjadi alasan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penyandangnya. Maka dari itu, unit layanan disabilitas di lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi sangat diperlukan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 16 Nov 2020, 10:00 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2020, 10:00 WIB
Ilustrasi layanan disabilitas di kampus
Ilustrasi layanan disabilitas di kampus Image by Juraj Varga from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta Ragam disabilitas yang tak terlihat secara fisik menjadi alasan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penyandangnya. Maka dari itu, unit layanan disabilitas di lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi sangat diperlukan.

Disabilitas yang tidak terlihat adalah disabilitas mental atau disabilitas psikososial. Salah satu bentuk disabilitas psikosial adalah gangguan kecemasan yang biasa disebut anxiety.

Menurut Dr. Ro’fah Al Makin dari Pusat Layanan Difabel (PLD) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, 50 persen kasus gangguan kesehatan mental di kalangan dewasa dimulai pada masa remaja bahkan anak-anak.

Di negara-negara maju remaja dengan gangguan kesehatan mental mencapai 10-20 persen. Unit layanan difabel di universitas-universitas negara maju didominasi oleh mahasiswa dengan disabilitas mental yang tidak telihat.

Setelah melakukan survei unit layanan difabel di berbagai negara, Ro’fah menemukan, sekitar 80 persen mahasiswa dengan disabilitas psikososial di luar negeri mendapatkan bantuan dari unit layanan difabel di kampus masing-masing.

“Kalau di Indonesia ini masih jarang, salah satu penyebabnya adalah kekurangan sumber daya manusia,” ujar Ro’fah dalam Lokakarya bersama Staf Khusus Presiden Angkie Yudisti, ditulis pada Sabtu (14/11/2020).

Simak Video Berikut Ini:

Gangguan Mental Picu Kenaikan Angka Bunuh Diri

Unit pelayanan difabel bagi remaja penyandang disabilitas mental atau psikososial sangat penting karena dapat menurunkan angka bunuh diri.

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), setengah dari penyakit mental bermula sejak remaja, yakni di usia 14 tahun. Banyak kasus yang tidak tertangani sehingga bunuh diri akibat depresi menjadi akibat kematian tertinggi pada anak muda usia 15-29 tahun.

Merujuk data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2015 prevalensi gangguan mental emosional pada remaja berumur lebih dari 15 tahun sebesar 9,8 persen. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2013 yaitu sebesar 6 persen.

Sedang, data Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat perkotaan lebih rentan terkena depresi, bipolar, skizofrenia, dan obsesif kompulsif. Meningkatnya jumlah pasien gangguan jiwa di Indonesia dan di seluruh dunia disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan hidup manusia, meningkatnya beban hidup, terutama yang dialami oleh masyarakat urban.

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta
Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya