Liputan6.com, Jakarta Sejak lahir, manusia sudah diperkenalkan dengan musik, paling tidak lewat senandung dan tepukan lembut sang ibu ketika hendak melelapkan bayinya. Keistimewaan musik tidak hanya sampai di situ. Musik pun ternyata memiliki efek menenangkan dan menyembuhkan.
Tidak mengherankan apabila musik dijadikan salah satu media terapi (musical therapy). Ada orang yang merasa lebih nyaman dalam belajar dan bekerja ketika mendengar musik atau lagu di sekitarnya. Ada orang yang lebih mudah terlelap saat ditemani lantunan nada dan irama lembut.
Baca Juga
Seperti dikutip dari laman Kemensos, musik juga menjanjikan penghasilan bagi yang menekuninya secara profesional. Tidak heran apabila banyak orang yang memilih jalur musik sebagai sumber penghasilan. Tidak terkecuali penyandang disabilitas netra.
Advertisement
Kendati dianugerahi kualitas musikalitas yang luar biasa, rupanya ada satu hal yang masih sering jadi kendala bagi sebagian besar musisi disabilitas netra. Tidak lain adalah masih terbatasnya buku yang berisi pengetahuan tentang notasi braille. Sebab itu, wajar apabila masih banyak musisi disabilitas netra yang belum paham cara menulis dan membaca partitur.
Hal ini disadari betul oleh Balai Literasi Braille Indonesia (BLBI) "Abiyoso" Cimahi. Sebagai lembaga layanan literasi bagi disabilitas, lembaga ini berinisiatif menerbitkan buku berjudul 'Teori Dasar Musik' dalam format braille pada 2017 yang lalu. Dalam buku ini dijelaskan tentang nada, cara menyusunnya menjadi sebuah lagu, dan yang tak kalah penting adalah pengenalan simbol-simbol notasi musik braille, yang menjadi salah satu keistimewaan tulisan braille.
"Untuk mengenal dan memahami simbol notasi musik, disabilitas netra tidak dapat mengandalkan format audio atau digital. Simbol-simbol semacam ini hanya dapat diidentifikasi bentuknya oleh disabilitas netra melalui perabaan. Dengan mengetahui bentuknya, disabilitas netra dapat membaca dan menuliskannya," kata Hendra Kusuma selaku penulis buku Teori Dasar Musik.
Buku ini, kata Hendra, dibuat bertujuan membantu sesama musisi tunanetra agar memiliki literasi musik.
“Paling tidak, dengan menguasai notasi musik braille, mereka bisa mencatat karya mereka supaya bisa diingat. Kita bisa saja memanfaatkan teknologi untuk menyimpan karya kita, tapi kalau misalnya mendadak gawai kita kehabisan daya atau error, kita tidak perlu panik, tinggal baca versi braille-nya saja," ujar musisi tunanetra profesional asal Cirebon ini.
Â
Membaca Partitur
Lebih lanjut, Hendra memaparkan bahwa partitur sangat penting untuk bisa dibaca oleh musisi tunanetra sebelum bermain musik.
“Jangankan tunanetra, orang awas (nontunanetra) pun masih sangat perlu untuk membaca partitur sebelum bermain musik, baik sekadar berlatih maupun tampil dalam pertunjukan, padahal mereka bisa saja bermain sambil membaca. Nah, apalagi yang tunanetra. Sampai kapan pun mereka tidak bisa begitu (bermain musik sambil membaca partitur). Sebab itu, kemahiran membaca dan menulis notasi musik braille itu sangat perlu dimiliki seorang musisi tunanetra agar dapat membuat dan menghafalkan partitur tersebut sebelum tampil," kata Hendra.
Buku Teori Dasar Musik dicetak dalam dua jilid braille dan menjadi salah satu buku yang paling populer di kalangan disabilitas netra penerima layanan BLBI "Abiyoso". Maka wajar jika selama bertahun-tahun, buku ini selalu dicetak ulang demi memenuhi permintaan para penerima manfaat yang semakin hari semakin meningkat. Tak hanya Buku Teori Dasar Musik, BLBI "Abiyoso" juga menyediakan buku-buku braille lainnya yang tentunya bermanfaat bagi tunanetra.
"Harapannya, buku ini dapat terus menebar dan menabur manfaat bagi kawan-kawan penyandang disabilitas netra di mana pun berada. Begitu juga dengan BLBI "Abiyoso" agar dapat terus menghadirkan buku-buku yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, terkhusus penyandang disabilitas," kata Hendra.
Advertisement