Liputan6.com, Jakarta - Orangtua dari anak penyandang disabilitas memiliki cerita perjuangan masing-masing. Mulai dari momen pertama mengetahui buah hati menyandang kebutuhan khusus hingga upaya dalam mendampingi pertumbuhannya.
Cerita perjuangan ini juga dimiliki oleh pendukung hak disabilitas Juliana Cen. Dia adalah ibu dari dua anak kembar yang menyandang gangguan spektrum autisme (ASD).
Baca Juga
Juliana berkisah, kedua putranya didiagnosis ASD saat mereka berusia di bawah lima tahun atau balita. Awalnya, dia ragu untuk menceritakan soal kondisi buah hatinya.
Advertisement
Namun, ia kemudian mendapatkan dukungan dari Employee Resource Group Microsoft, di mana semua karyawan neurodivergent Microsoft berkumpul, berbagi cerita, dan saling memberikan rekomendasi.
Seiring berjalannya waktu, Juliana mulai menyadari bahwa gejala-gejala yang dimiliki kedua putranya juga dialami oleh dirinya sendiri pada masa kecil.
"Ibu saya mengira gejala yang kami lihat pada anak-anak saya adalah hal biasa karena saya juga memiliki gejala tersebut ketika kecil. Semakin dalam saya mempelajari tentang autisme, saya menemukan beberapa karakteristik dan pola pikir terkait dengan itu [autisme] yang sangat mirip dengan apa yang saya alami sendiri,” kenang Senior Partner Development Manager di Microsoft Indonesia dalam Pekan Kreatif untuk Penyandang Disabilitas, ditulis Selasa (12/12/2023).
“Jadi, saya melakukan beberapa tes online, dan hasilnya selalu sama – borderline personality; atau dengan kata lain, ambang batas antara neurodivergent dan neurotypical, dengan kecenderungan menuju neurodivergent,” tambahnya.
Tes-tes tersebut menyarankan Juliana untuk berkonsultasi dengan psikolog terdekat. Dia pun pergi berkonsultasi dengan ahli. Saat itulah dia didiagnosis secara klinis dengan Asperger.
Kerap Berpikir dan Berperilaku Beda dari Orang Lain
Diagnosis ini pun menjadi titik terang dan membantu Juliana memahami mengapa dia kerap berpikir dan berperilaku berbeda dari kebanyakan orang.
"Namun, diagnosis itu juga mengundang pertanyaan; perlukah saya memberitahu ini kepada rekan-rekan kerja seperti ketika saya menceritakan tentang anak-anak saya? Saya takut akan pikiran orang tentang saya. Saya takut tidak diterima. Dan setelah berita ini sampai ke publik, saya bertanya-tanya apakah orang hanya akan melihat saya sebagai seseorang dengan Asperger,” kata Juliana.
“Melalui komunitas yang sama di Microsoft, saya belajar bahwa ada orang lain yang didiagnosis sebagai neurodivergent di masa dewasa juga, dan mereka menggunakan semua platform yang ada untuk meningkatkan kesadaran dan penerimaan terhadap autisme,” ucapnya.
Hal ini memberinya keberanian untuk secara terbuka mengumumkan kondisinya kepada keluarga dan teman-teman. Kemudian kepada rekan-rekan kerja serta masyarakat luas.
Advertisement
Beranikan Diri Ungkap Kondisi Disabilitas yang Disandang
Pada momen Hari Kesadaran Autisme Sedunia 2023, Juliana mengungkap kondisi disabilitasnya melalui sebuah video.
Awalnya, video ini hanya ditujukan untuk rekan-rekan kerja Microsoft secara internal, tetapi kemudian dipublikasikan di media sosial. Dia berharap, hal tersebut dapat meningkatkan kesadaran dan penerimaan terhadap autisme.
Dengan diagnosis asperger, Juliana termasuk sebagai individu neurodivergent. Ini adalah individu dengan perbedaan neurologis yang memengaruhi pembelajaran, pikiran, dan perilaku individu-individu bersangkutan.
Individu Neurodivergent Punya Kemampuan Unik
Individu dengan neurodivergent umumnya memiliki kemampuan unik dibanding dengan orang biasa.
Beberapa individu neurodivergent memiliki tingkat konsentrasi yang tinggi dan dapat menguasai sebuah subjek atau keterampilan yang kompleks. Beberapa lainnya memiliki karakter yang sangat tidak memihak dalam menilai lingkungan sekitarnya sehingga memperlakukan semua orang dengan adil dan hormat.
Beberapa individu neurodivergent juga memiliki kemampuan luar biasa dalam bidang tertentu seperti matematika, ilmu pengetahuan, seni, atau bahasa, dan lain sebagainya.
Advertisement