Liputan6.com, Jakarta Anak-anak dengan disabilitas masih memiliki peluang lebih rendah untuk sekolah dan menyelesaikan pendidikan. Padahal, jumlah sekolah inklusif meningkat 29 persen dari tahun 2020 hingga 2021.
Sebanyak 36 persen anak dengan disabilitas tidak sekolah, sementara hanya 8 persen anak tanpa disabilitas menghadapi situasi yang sama.
Baca Juga
Hal ini diungkap dalam Analisis mendalam tentang anak-anak disabilitas di Indonesia yang dirilis oleh UNICEF dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (BAPPENAS) pada 20 Desember 2023.
Advertisement
Laporan berjudul "Analisis Lanskap Anak-anak dengan Disabilitas di Indonesia" menyoroti bahwa anak-anak dengan disabilitas di Indonesia menghadapi ketidaksetaraan yang signifikan dalam beberapa aspek. Termasuk pendidikan, kesehatan, dan inklusi sosial.
Laporan yang dikembangkan bekerja sama dengan Institut Riset SMERU, juga membahas masalah kesehatan. Anak-anak dengan disabilitas hampir dua kali lebih mungkin mengalami keterlambatan pertumbuhan, kekurangan gizi, atau gizi kurang, dibandingkan dengan anak tanpa disabilitas. Dan perempuan dengan disabilitas lebih mungkin terkena masalah ini dibandingkan laki-laki.
"Setiap anak, tanpa memandang kemampuan mereka, berhak mendapatkan peluang yang sama untuk berkembang. Namun, anak-anak dengan disabilitas terus menghadapi ketidaksetaraan yang jelas dalam semua aspek perkembangan anak," kata Maniza Zaman, Perwakilan UNICEF untuk Indonesia.
"Kita harus mengakui dan mengatasi tantangan ini agar Indonesia benar-benar inklusif dan bisa memanfaatkan potensi tanpa batas setiap anak," tambahnya mengutip laman UNICEF, Jumat (28/6/2024).
Anak Disabilitas Lebih Banyak Alami ISPA dan Diare
Laporan ini mengungkap, anak-anak dengan disabilitas memiliki tingkat infeksi saluran pernapasan akut dan diare yang lebih tinggi ketimbang non disabilitas. Ini merupakan penyebab utama penyakit dan kematian pada anak-anak.
Meskipun terjadi peningkatan cakupan imunisasi di kalangan anak-anak dengan disabilitas dari 47 persen pada tahun 2019 menjadi 62 persen pada tahun 2021, tingkat vaksinasi mereka masih lebih rendah dibandingkan anak-anak tanpa disabilitas. Terutama bagi mereka yang hidup dalam kemiskinan.
Dari sisi kriminalitas, jumlah anak disabilitas yang melaporkan mengalami kekerasan turun sepertiganya dari tahun 2019 hingga 2021. Namun, lebih banyak yang mengungkap bahwa mereka mengalami pelecehan seksual daripada bentuk kekerasan lainnya. Jumlahnya dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan kekerasan fisik, dan tiga kali lipat dibandingkan dengan kekerasan emosional.
Advertisement
Peran Pemerintah untuk Anak Disabilitas
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas, Maliki mengatakan bahwa pemerintah memberikan prioritas pada hak-hak dasar semua anak, termasuk mereka yang memiliki disabilitas.
Rencana Aksi Nasional untuk Penyandang Disabilitas menerapkan inisiatif untuk menciptakan lingkungan inklusif dan meningkatkan kualitas hidup serta kesejahteraan anak-anak dengan disabilitas. Upaya ini mencakup berbagai aspek seperti:
- Memastikan pendaftaran komprehensif anak-anak dengan disabilitas hingga menjamin akses ke sekolah inklusif.
- Layanan kesehatan yang terjangkau dan lengkap.
- Dukungan infrastruktur yang dioptimalkan di fasilitas umum.
- Penghapusan diskriminasi dan stigma aktif terhadap anak-anak dengan disabilitas.
“Selain itu, rencana ini menyediakan bantuan hukum yang adil dan bertujuan untuk mencapai pemberdayaan gizi sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk mengurangi prevalensi stunting dan kondisi kekurangan gizi lainnya," ungkap Maliki.
Rekomendasi UNICEF dan BAPPENAS
Bertujuan melindungi anak-anak dan merealisasikan hak-hak mereka adalah tanggung jawab bersama.
Laporan ini menyoroti pentingnya upaya kolaboratif di antara kementerian, lembaga, dan masyarakat sebagai batu fondasi untuk efektif menerapkan kebijakan yang melindungi kesejahteraan anak-anak dengan disabilitas.
Laporan juga merinci beberapa rekomendasi untuk meningkatkan kesejahteraan dan inklusi anak-anak dengan disabilitas, termasuk:
- Memperkuat koordinasi di semua tingkat pemerintahan untuk meningkatkan implementasi kebijakan yang relevan.
- Mengevaluasi bagaimana sistem pendidikan inklusif dapat lebih baik melayani anak-anak dengan disabilitas dan meningkatkan pelatihan pendidik untuk mencakup praktik pengajaran inklusif, pemahaman tentang disabilitas, dan penggunaan efektif teknologi bantu.
- Mengembangkan program nutrisi khusus yang berfokus pada kebutuhan unik anak-anak dengan disabilitas, dengan penekanan khusus pada anak perempuan.
- Menetapkan standar untuk penyediaan layanan kesehatan berkualitas bagi anak-anak dengan disabilitas.
- Memperkuat sistem perlindungan anak untuk mencegah dan merespons kekerasan terhadap anak-anak dengan disabilitas.
Advertisement