Liputan6.com, Jenewa - Ketika manusia bertikai dan mengesampingkan akal sehat dalam pemecahan permasalahan dan perbedaan mereka, dampak yang merugikan orang lain tidak dipedulikan lagi. Tidak peduli apakah keluarga dan anak-anak menanggung derita sebagai akibatnya.
Sebut saja perang di Suriah dan Sudan Selatan. Termasuk pertikaian di Republik Afrika Tengah, Irak, Kenya, dan Afghanistan.
Baca Juga
Sebagaimana dikutip dari Washington Post, Jumat (20/6/2014), sudah sangat banyak sekali jumlah pengungsi, pencari suaka dan orang yang terusir belakangan ini. Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) melaporkan pada Jumat pekan lalu bahwa angka pengungsi untuk tahun 2013 adalah 50 juta orang.
Advertisement
Belum pernah angkanya setinggi itu sesudah Perang Dunia II, ketika lebih dari setengah bagian dunia terusir dari rumah mereka. Padahal angka ini belum termasuk gelombang terkini pengungsi terkait kekerasan di Irak.
Menurut badan PBB itu, setengah dari mereka yang terusir adalah anak-anak.
“Kita menyaksikan betapa mahalnya biaya perang-perang yang tidak pernah selesai, atau kegagalan untuk mencegah konflik,” demikian Antonio Guterres dalam laporan UNHCR.
Laporan tahunan itu, yang diterbitkan oleh UNHCR pada Hari Pengungsi Dunia, menunjukkan penambahan 6 juta orang pengungsi dari tahun 2012 hingga tahun 2013. Penambahan besar-besaran ini terkait dengan perang di Suriah dan keterusiran di Republik Afrika Tengah dan Sudah Selatan.
Perang di Suriah menambah 2,5 juta pengungsi dan memindah paksa 6,5 juta di dalam negeri, demikian kutipan dari laporan itu.
Warga Afghanistan, Suriah, dan Somalia merupakan lebih dari setengah jumlah pengungsi. Pakistan, Iran, dan Lebanon menampung lebih banyak pengungsi dibandingkan negara-negara lain.
Di tingkat global, kebanyakan warga yang terusir paksa merupakan keterusiran dalam negeri --sejumlah 33,3 juta orang dan merupakan penambahan terbesar dibandingkan kelompok pengungsi lain dalam laporan ini.
Selain itu, lebih dari satu juta orang telah mengajukan permohonan menjadi pengungsi. Yang terbanyak adalah anak-anak yang terpisahkan dari orangtuanya. Tahun lalu juga merupakan tahun di mana pengungsi yang pulang paling sedikit jumlahnya selama 25 tahun terakhir.
“Sekarang ini, kita sangat kekurangan perdamaian,” kata Guterres dalam laporannya. “Bantuan kemanusiaan dapat membantu sebagai sarana bersifat sementara, tapi jalan keluar secara politik tetap diperlukan. Tanpa itu, tingkat dan penderitaan semesta sebagaimana tergambar dalam angka-angka laporan akan terus berlangsung.”
Beberapa angka yang mencengangkan dalam laporan itu adalah sebagai berikut:
- Diperkirakan ada 10,7 juta orang yang baru terusir karena pertikaian di tahun 2013.
- Rata-rata ada 32.200 orang setiap harinya yang dipaksa meninggalkan rumahnya dan mencari perlindungan di tempat lain dikarenakan pertikaian di tahun 2013.
- Lebanon menampung pengungsi terbanyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduknya, ada 178 penduduk untuk setiap 1000 penghuni.
- Lebih dari dari 46% pengungsi (sejumlah 5,4 juta orang) di bawah mandat UNHCR tinggal di negara-negara yang PDBnya kurang dari US$5.000. (Ans)