Presiden Rusia Disambut Dingin di KTT G-20

Selama pelaksanaan KTT G-20 di Brisbane, Rusia mendapat tekanan oleh sejumlah pemimpin Barat, soal peran negara itu dalam krisis Ukraina.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 16 Nov 2014, 00:55 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2014, 00:55 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin
(Foto: CNN)

Liputan6.com, Brisbane - Selama pelaksanaan KTT G-20 di Brisbane, Rusia mendapat tekanan oleh sejumlah pemimpin Barat, soal peran negara itu dalam krisis Ukraina.

PM Kanada, Stephen Harper berkata pada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa ia harus 'keluar dari Ukraina'.

Sementara Presiden AS Barack Obama mengatakan, 'agresi' Moskow di Ukraina adalah 'ancaman bagi dunia'. Inggris tak kalah galak, mengancam pemberlakuan sanksi lebih berat kecuali jika Rusia menghentikan aksinya 'mendestabilisasi' negara tetangga.

KTT G-20 di Australia fokus mendorong pertumbuhan ekonomi global ke angka 2 persen dalam 5 tahun. Namun, di hari pertama yang mengemuka justru isu Ukraina  -- di mana separatis pro-Rusia melawan pemerintah Kiev di wilayah paling timur.

Ukraina dan sekutu Baratnya telah menuduh Rusia mengirimkan pasukan militer di perbatasan -- tuduhan yang disangkal Kremlin. Uni Eropa bahkan memberlakukan saksi ketika Rusia mencaplok Crimea pada bulan Maret  2014.

Sebelum G-20, PM Inggris David Cameron mengatakan, jika tentara Rusia masih ada di Ukraina, maka "hubungan antara Eropa dan Rusia" akan jauh berbeda. Kemungkinan sanksi atas Rusia diperberat juga dimungkinkan terjadi.

PM Cameron kemudian menggelar pertemuan 4 mata dengan Putin. "Keduanya membahas tentang bagaimana "membangun kembali hubungan," kata juru bicara Putin, Dmitry Peskov, seperti dimuat BBC, 15 November 2014.

Sementara, saat bertemu PM Kanada, Presiden Putin mendapat sambutan dingin. "Saya akan menjabat tangan Anda, tapi saya hanya punya satu hal untuk dikatakan pada Anda: Anda harus keluar dari Ukraina."

Presiden Obama mengatakan Amerika Serikat berada di garis depan "menentang agresi Rusia terhadap Ukraina, yang merupakan ancaman bagi dunia".

Barat percaya Rusia berada di balik eskalasi ketegangan di timur Ukraina. Dalam konflik yang menelan 4.000 nyawa itu -- belum termasuk nyawa dalam pesawat Malaysia Airlines MH17 yang dirudal saat melintas di kawasan tersebut. Ketegangan bertambah karena aktivitas tentara Rusia di sekitar perbatasan NATO.

Pada hari Senin, menteri luar negeri Uni Eropa akan mempertimbangkan apakah akan memperpanjang sanksi terhadap Rusia -- meski saat ini ada sejumlah pembatasan dalam bidang energi, pertahanan dan sektor keuangan, juga larangan bepergian juga pembekuan aset pribadi sejumlah orang.

Pulang Lebih Awal

Presiden Putin membantah terlibat langsung di Ukraina. Para pejabat Rusia mengatakan sang pemimpin berencana untuk meninggalkan KTT  G-20 lebih awal, pada hari Minggu. Namun, tak memberikan alasan jelas soal itu.

Sementara, seperti dikutip dari Russia Today, Putin mengatakan, sanksi terhadap Rusia bisa menjadi bumerang. Khususnya bagi Ukraina.

"Jika mitra Eropa dan Amerika ingin membantu Ukraina, bagaimana bisa mereka melemahkan basis keuangan dengan membatasi akses lembaga keuangan kami ke pasar modal dunia?," kata Putin. Sebab, kata dia, keuangan Ukraina bergantung dari kredit dari bank-bank Rusia.

"Mereka ingin membuat bank kami bangkrut? Dalam hal ini, mereka juga akan membuat Ukraina bangkrut."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya