Liputan6.com, Jakarta - Challenger, pesawat ulang alik milik NASA mengalami kecelakaan pada 28 Januari 1986 sesaat setelah diluncurkan. Dalam hitungan menit, ketujuh awaknya dinyatakan meninggal.
Namun tak semua orang mempercayai berita tersebut. Dunia maya pun dikejutkan dengan mencuatnya teori konspirasi yang menyebut bahwa awak Challenger masih hidup.
Artikel tentang konspirasi awak Challenger yang masih hidup tersebut membuat penasaran pembaca Liputan6.com edisi Senin (18/7/2016) pagi.
Advertisement
Dua artikel lain yang menyedot perhatian adalah model seksi dan 3 pembunuhan 'demi kehormatan' di Pakistan dan nasib Arab Saudi setelah dokumen 9/11 dirilis.
Berikut top 3 Global selengkapnya:
1. Awak Challenger Masih Hidup, Hoax atau...
Pesawat ulang alik Challenger diketahui mengalami kecelakaan sesaat setelah diluncurkan pada 28 Januari 1986. Mereka yang ada di dalamnya tak sempat mengucapkan perpisahan.
Tujuh awaknya: Francis J. Scobee, Michael J Smith, Judith A Resnik, Ellison S. Onizuka, Ronald E. McNair, Gregory B. Jarvis, dan Christa McAuliffe, dinyatakan tewas dalam hitungan menit, setelah mereka melambai dan mengucapkan selamat tinggal kepada Bumi.
Namun pada Mei 2015 lalu, seperti dikutip dari snopes.com pada Sabtu 16 Juli 2016, dunia maya dikejutkan dengan selentingan konspirasi yang menyebut beberapa awak Challenger masih hidup.
2. Model Seksi Tewas dan 3 Pembunuhan 'Demi Kehormatan' di Pakistan
Seorang perempuan muda Pakistan ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Ia tewas dibakar hidup-hidup.
Belakangan terkuak pelakunya adalah ibunya sendiri. Gara-garanya, Zeenat Rafiq, si korban, kabur dari rumah dan menikah dengan pria idamannya tanpa restu dari orangtua.
Tubuh Zeenat Rafiq diguyur oleh bensin dan dibakar oleh sang ibu bernama Perveen. Si ibu "durhaka" itu dilaporkan tidak merasa bersalah.
3. Bab Akhir Dokumen 9/11 Dirilis, Bagaimana Nasib Arab Saudi?
Setelah terkubur selama 13 tahun, laporan terkait insiden 9/11 dirilis pada Jumat 15 Juli 2016. Kongres akhirnya menguak bab terakhir penyelidikan aksi teror yang memakan banyak korban tersebut.
Dokumen itu menyatakan, beberapa orang pembajak mempunyai orang dalam di Arab Saudi, termasuk pejabat pemerintah.
Menurut laporan, 5 dari 19 pelaku adalah warga Arab Saudi -- beberapa dari mereka bahkan tidak fasih berbahasa Inggris.