Pasukan Elit Pengawal Presiden Turki Akan Dibubarkan

Pasukan elit pengawal presiden Turki beranggotakan 2.500 orang.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 24 Jul 2016, 09:40 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2016, 09:40 WIB
PM Turki Recep Tayyip Erdogan
Perdana Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan (Guardianlv.com)

Liputan6.com, Istanbul - Perdana Menteri (PM) Turki Binali Yildirim mengatakan, pasukan elit pengawal presiden akan segera dibubarkan. Pasalnya, hampir 300 anggota unit itu ditahan menyusul dugaan keterlibatan mereka dalam aksi kudeta militer.

PM Yildirim menegaskan, tidak ada kebutuhan akan resimen tersebut.

"Tidak akan ada lagi pasukan pengawal presiden, tidak ada tujuan, tidak ada kebutuhan," ujar PM Yildirim seperti dikutip BBC, Minggu (24/7/2016).

Pasukan pengawal presiden adalah unit pasukan elit yang terdiri atas 2.500 anggota. Namun pasca-kudeta, 283 dari mereka ditahan.

Presiden Recep Tayyip Erdogan telah melakukan upaya pembersihan besar-besaran menyusul aksi pemberontakan yang terjadi pada Jumat 15 Juli lalu. Ribuan orang ditahan dan kurang lebih sebanyak 60.000 telah dipecat dari berbagai profesi seperti jaksa, hakim, personel militer, dosen, guru, dan pegawai negeri.

Setelah melakukan pertemuan dengan Majelis Keamanan Nasional, Presiden Erdogan mengumumkan berlakunya status darurat selama tiga bulan. Hal ini memungkinkan pemerintah 'melampaui' kekuasaan parlemen dalam menetapkan aturan baru dan membatasi atau menangguhkan hak dan kebebasan seseorang jika merasa diperlukan.

"Tujuan pendeklarasian status darurat ini adalah agar langkah cepat dan efektif dapat diambil untuk melawan ancaman terhadap demokrasi, supremasi hukum serta hak dan kebebasan rakyat kita," ujar Presiden Erdogan.

Sementara itu, penahanan terhadap seseorang tanpa dakwaan juga diperpanjang selama 30 hari ke depan. Tak berhenti sampai di situ, 1.000 sekolah swasta dan 1.200 asosiasi juga ditutup sebagai bagian dari aksi pembersihan yang dilakukan Erdogan.

Pemerintah dilaporkan juga telah menahan Muhammet Sait Gulen, keponakan Fethullah Gulen, ulama Turki yang tinggal di Amerika Serikat (AS) -- ia diduga sebagai dalang pemberontakan militer. Menurut kantor berita Anadolu, pria itu ditangkap di timur laut Kota Erzurum dan selanjutnya dibawa ke Ankara untuk diinterogasi.

Seorang pejabat di kantor kepresidenan Turki mengatakan, salah satu 'tangan kanan' Gulen, Halis Hanci juga ikut ditangkap. Orang dekat Gulen ini disebut memasuki Turki tepat dua hari sebelum kudeta terjadi.

Pada Sabtu 23 Juli kemarin, Kepala Kejaksaan Ankara, Harun Kodalak mengatakan, sekitar 1.200 anggota militer berpangkat rendah yang ditahan telah dibebaskan. Sementara ratusan jenderal dan laksamana masih berada dalam kurungan.

Tindakan sapu bersih yang diambil Presiden Erdogan pasca-kudeta dikritik sejumlah pihak termasuk Amnesty International dan sejumlah negara Eropa.

"Apa yang dilakukan Erdogan jauh melampaui respons yang sah dalam menghadapi upaya kudeta", ujar Amnesty International.

Kepada televisi, France 24, Erdogan menangkis kritik yang dilontarkan sejumlah negara Eropa. Ia mengatakan, UE bersikap bias dan penuh prasangka terhadap Turki.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya