Liputan6.com, Washington, DC - Pada Sabtu, 21 Januari 2017, sehari setelah mengucap sumpah sebagai Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menghadiri acara National Prayer Service di Washington National Cathedral.
Presiden Trump meluangkan waktu setidaknya selama satu jam dalam acara yang ditujukan untuk mempererat persatuan bangsa. Lebih dari dua lusin pemuka lintas agama didaulat membacakan doa, termasuk muslim.
Advertisement
Baca Juga
Pemuka agama Islam diwakili Imam Mohamed Magid dari All Dulles Area Muslim Society Center.
Advertisement
Ia mengumandangkan azan atau panggilan saat untuk umat muslim. Kemudian, dua ayat Alquran dilantunkan.
Keikutsertaan Imam Magid sebelumnya menuai kritik dari sesama ulama. Hal itu terkait retorika Donald Trump selama kampanye yang berjanji akan menerapkan larangan sementara bagi muslim untuk masuk ke Amerika Serikat.
Miliarder nyentrik itu juga mengatakan akan mendaftar umat muslim untuk memonitor kegiatan ibadah mereka di AS.Â
Namun, Magid mungkin ingin menyampaikan pesan tersirat untuk Donald Trump lewat dua ayat yang dipilihnya, yang sesuai dengan kondisi Amerika belakangan yang diwarnai keretakan dan prasangka, khususnya pada umat Islam.Â
Adapun ayat yang ia pilih adalah dari Surat Al-Hujurat ayat 13, yang diterjemahkan dari tafsirq.com: Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Surat kedua yang dipilih Imam Magid adalah Ar-Rum ayat 22, yang memiliki makna:Â Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.
Juru bicara untuk Magid mengatakan, ayat Alquran yang dipilih telah disetujui oleh pejabat Washington National Cathedral, yang menjadi panitia penyelenggara.Â
"Setelah pemilihan presiden, ada banyak isu terkait muslim. Ada banyak pertanyaan terkait kesetiaan muslim pada negara. Ayat-ayat itu sengaja dilantunkan untuk menyampaikan pesan bahwa kita sejatinya harus saling bersatu dan menghormati perbedaan, karena Allah telah mengatakannya seperti itu," kata Rizwan Jaka, dewan pemimpin All Dulles Area Muslim Society.
Berikut ekspresi wajah Donald Trump saat mendengar alunan dua ayat itu:Â
Sama halnya Magid, gereja Episkopal juga dikritik karena menggelar doa bersama bagi Donald Trump. Sebab, Â selama kampanye Trump kerap kali menggunakan bahasa kasar yang merujuk pada Muslim, Meksiko, dan wanita.
Sementara itu, Pastur Randolph Marshall Hollerith, kepala gereja katedral juga memilih sebuah doa yang berisi harapan agar AS tak sampai terpecah.
Ia berdoa, "Tuhan, tolong hancurkan tembok yang membatasai kami dan hilangkan segala kesombongan serta kebencian yang menggerogoti iman kami."
Ulama yang Dekat dengan Obama
Selama bertahun-tahun, Magid bukanlah wajah baru dalam acara lintas agama di Washington. Ia kerap kali menghadiri doa lintas agama yang diselenggarakan oleh Presiden AS.
Ia pernah bertemu dengan Presiden Barack Obama untuk berdiskusi soal peran ayah dan menjamu kabinet Obama di kompleks masjid di Northern Virginia.
Tahun lalu, FBI menghibahkan kompleks itu kepada All Dulles Area Muslim Society, untuk mempererat hubungan pemerintah dengan komunitas muslim.
Dari tahun 2010 hingga 2014, Magid memimpin Islamic Society of North America, yang setiap tahunnya menggelar konferensi.
Namun, kali ini keterlibatnnya dengan Presiden Trump mengundang kritikan.
Banyak warga muslim AS percaya Trump merupakan sosok di balik sentimen negatif terhadap Islam di Negeri Paman Sam.
Akar kebencian bermula dari retorikanya yang melarang muslim masuk AS. Disusul dengan program pendaftaran muslim dan ditambah lagi dengan pemilihan Jenderal Michael Flynn sebagai Penasihat Keamanan Nasional. Flynn pernah menyebut Islam adalah "kanker".
Kritikan itu datang dari Hussam Ayloush, Kepala Council of American-Islamic Relations di Los Angeles.
"Selama ini Islam dan Muslim telah difitnah oleh tim Trump. Dengan berpartisipasi secara simbolik dalam acara itu, tak ada kesempatan bagi Magid untuk berkhotbah atau membuat pernyataan untuk mengoreksi kezaliman Trump. Yang ia lakukan hanya menutupi kefanatikan mereka, "kata Ayloush dalam sebuah pernyataan.
Ayloush juga mengatakan bahwa peran Magid dalam layanan doa "merusak prinsip muslim yang menentang retorika dan proposal Trump".
Sebagai tanggapan, Magid mengatakan peran pemimpin agama adalah "untuk berbagi kebenaran dan nilai-nilai Islam kepada semua orang, termasuk mereka yang berkuasa.
"Jangan menganggap bahwa upaya saya terhadap mereka yang memiliki kesalahpahaman tentang Islam, bertentangan dengan upaya lain (demo) untuk mempengaruhi opini publik (agar tidak sepakat dengan retorika Trump)," kata imam itu. "Sebaliknya kita bergandengan tangan."
Ia berpendapat, muslim Amerika harus berbagi pesan, baik melalui protes publik dan pertemuan dengan pejabat pemerintah.
Umat muslim, dia menambahkan, juga diharapkan meluruskan persepsi keliru banyak orang tentang Nabi Muhammad.Â
"Banyak orang yang mencela Nabi Muhammad. Namun setelah diskusi dan dilibatkan untuk mengenal Rasulullah lebih baik, mereka kemudian berubah pikiran, jauh lebih positif."
Â
Advertisement