Liputan6.com, Beograd - Perdana Menteri Serbia Aleksandar Vucic resmi memenangi pemilihan presiden. Pria tersebut dikenal sebagai sahabat karib Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Vucic mendeklarasikan kemenangannya di Markas Partai Sayap Kanan. Dia menyatakan, terpilihnya dia menjadi presiden sangat penting bagi Serbia.
"Kemenangan sudah begitu jelas. Ini hari penting bagi kita hal ini karena menunjukkan (kemenangan saya akan membawa) Serbia melaju ke depan," ucap Vucic, seperti dikutip dari Time, Senin (3/4/2017).
Advertisement
"Mayoritas rakyat Serbia ingin jalur Eropa berlanjut ke Serbia, tapi juga kami harus mempertahankan hubungan baik tradisioanl kami dengan Rusia dan China," ucap dia.
Pada pemilu tersebut dalam hitung cepat yang dilakukan Vucic merengkuh suara lebih dari 55 persen. Sementara saingannya dari Partai Liberal Sasa Jankovic hanya 15 persen dan calon lain Luka Maksimovic 9 persen.
Kendati dikenal sebagai sobat baik Putin, Vucic merupakan sosok pendukung bergabungnya Serbia dengan Uni Eropa. Sampai saat ini, negara pecahan Yugoslavia tersebut terus berupaya masuk organisasi multilateral Benua Biru itu.
Baca Juga
Walau mendukung masuknya Serbia ke Uni Eropa, masyarakat pendukung Vucic menginginkan negara tersebut juga memperdalam hubungan bersama Rusia.
Sebelum pemilihan Serbia berlangsung, Vucic terbang ke Moskow untuk bertemu Putin. Dalam pertemuan tersebut Putin berjanji siap mengirim alutsista seperti jet tempur, tank, dan senjata ke negara itu.
Putin beralasan, pengiriman dilakukan demi memperkuat militer Serbia. Disamping menjanjikan pengiriman alutsista, Putin pun terang-terangan mendeklarasikan dukungan terhadap Vucic.
Pemberian dukungan oleh Putin, menimbulkan kekhawatiran di kawasan tempat Serbia berada. Kecemasan tersebut terkait menajamnya pengaruh Rusia di wilayah Balkan.
Vucic merupakan tokoh ultranasionalis yang menjabat menjadi perdana menteri dari tahun 2014. Kemenangannya, dikomentari miring oleh kelompok oposisi.
Mereka menuduh, Vucic membredel media yang menentangnya, serta melakukan intimidasi terhadap pemilih.