Liputan6.com, Arkansas - Dalam delapan hari, Negara Bagian Arkansas Amerika Serikat menggelar eksekusi mati empat terpidana. Yang terakhir adalah Kenneth Williams.
Pria 38 tahun itu awalnya divonis penjara seumur hidup karena membunuh Dominique Hurd, seorang pemadu sorak di sebuah universitas pada 1998.
Advertisement
Baca Juga
Ia kemudian dijatuhi pidana mati setelah kabur dari penjara pada 1999 dan membunuh Cecil Boren. Korban yang berusia 57 tahun kala itu sedang berada di lahan pertaniannya yang berada tak jauh dari lapas.
Williams menembak pria itu berkali-kali dan mencuri truk Ford F-150 milik korban. Kendaraan melaju cepat tersebut kemudian menabrak Michael Greenwood (24) yang kemudian juga tewas.
Kenneth Williams meregang nyawa setelah disuntik mati pada pukul 23.05, Kamis malam 27 April 2017 di penjara Cummins Unit, Arkansas.
Kematiannya disaksikan putri salah satu korbannya Cecil Boren, Jodie Efird. Williams mengungkapkan penyesalan dalam kata-kata terakhirnya.
"Saya telah melakukan lebih dari sekedar kesalahan. Kejahatan yang saya lakukan terhadap Anda sungguh tak masuk akal," kata dia kepada keluarga para korbannya, seperti dikutip dari CNN, Sabtu (29/4/2017).
Belakangan, prosedur eksekusi mati tersebut dipermasalahkan pihak pengacara terpidana. Sebab, sejumlah saksi lainnya mengatakan, Williams tersentak dan mengerang saat dieksekusi.
Pengacara mengatakan, deskripsi saksi mata tentang prosedur injeksi yang mematikan tersebut "sungguh mengerikan".
Sejumlah jurnalis yang menyaksikan eksekusi mengatakan, tubuh Williams tersentak sekitar 15 kali berturut-turut, selama tiga menit setelah menerima satu dari tiga suntikan.
Dadanya membusung, menekan tali kulit yang mengikat tubuhnya ke brankar atau ranjang beroda.
Selama pemeriksaan kesadaran, Williams sempat mengerang sebelum akhirnya ambruk. Ia dinyatakan tewas 13 menit setelah prosedur eksekusi dimulai.
"Laporan pers menyatakan bahwa dalam waktu tiga menit setelah eksekusi, klien kami mulai terbatuk-batuk, kejang, tersentak, dan bergerak, dengan suara yang terdengar jelas bahkan dengan mikrofon yang dimatikan," kata penasihat hukum Williams, Shawn Nolan.
Padahal, kata dia, pihaknya sudah memohon agar kliennya tidak mengalami kondisi tersiksa.
Dalih pengacara ditentang Gubernur Arkansas, Asa Hutchinson. "Menurut saya, tak ada alasan untuk menggelar penyelidikan, selain peninjauan rutin yang selalu dilakukan setelah eksekusi," kata dia.
Senator Republik, Trent Garner, yang juga menjadi saksi eksekusi mati dalam Twitternya mengatakan, "Williams tak nampak kesakitan". "Itu bukan sebuah penyiksaan yang kejam," kata dia.
Obat Kedaluwarsa
Williams adalah satu dari delapan terpidana mati yang dijadwalkan dieksekusi sebelum persediaan sedative midazolam yang digunakan dalam suntikan mati kedaluwarsa pada akhir bulan April.
Kedaluwarsa tersebut dianggap menjadi masalah karena persediaan barang yang tak pasti.
Para pemasok ogah mengirimkan yang baru karena tak ingin produk mereka digunakan dalam eksekusi mati.
Karenanya, negara bagian Arkansas berencana menyuntik mati delapan terpidana dalam rentang waktu 11 hari.
Namun, pengadilan menunda eksekusi mati empat terpidana lainnya dengan berbagai alasan.
Pada Jumat kemarin, PBB mengecam alasan dan jadwal eksekusi yang dilakukan Arkansas -- yang sebelumnya memberlakukan moratorium hukuman mati selama 12 tahun.
Juru bicara Dewan HAM PBB yang bermarkas di Jenewa, Liz Throssell mengatakan, eksekusi mati yang terburu-buru dapat melanggar hak tahanan untuk mendapatkan pengampunan.
"Yang jadi perhatian adalah fakta bahwa eksekusi mati dijadwalkan berdasarkan tanggal kadaluwarsa obat," kata dia.
Kenyataan tersebut, menurut Throssell, menambah dugaan adanya kesewenang-wenangan dan kekejaman dalam keseluruhan proses eksekusi mati.
Uni Eropa juga mengecam eksekusi tersebut dan menyebutnya sebagai "pelanggaran atas hak asasi manusia yang tidak dapat diterima".
Sebelum Kenneth Williams disuntik mati, tiga terpidana lain telah dieksekusi.
Yang pertama dilakukan pada 20 April 2017 atas terpidana Ledell Lee. Ia terbukti bersalah membunuh seorang perempuan pada 1993.
Jack Jones dan Marcel Williams kemudian dieksekusi pada Senin 24 April 2017 atas kasus pembunuhan yang dilakukan pada 1990-an.