4-5-1715: Sejarah Payung yang Pernah Dianggap Benda Terlarang

Pernah pada suatu masa, payung adalah soal gengsi, bukan fungsi. Benda itu juga sempat dianggap terlarang.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 04 Mei 2017, 06:00 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2017, 06:00 WIB
Ilustrasi payung yang punya sejarah panjang dan menarik (iStock)
Ilustrasi payung yang punya sejarah panjang dan menarik (iStock)

Liputan6.com, Paris - Pernah pada suatu masa, payung merupakan masalah gengsi, bukan fungsi. Keberadaan benda diketahui hingga 2.400 Sebelum Masehi, hanya boleh dipakai untuk melindungi kepala para bangsawan.

Tujuannya, agar kaum darah biru itu tampil beda dengan hoi polloi atau rakyat kebanyakan. Menjaga kulit mereka tetap terang, sementara orang biasa berkulit legam terpanggang terik matahari.

Penggunaan parasol, nama lain payung, kemudian digunakan pada abad pertengahan untuk menaungi sosok yang dianggap penting, seperti para Paus atau uskup, juga berfungsi semacam panji-panji atau pembeda derajat.

Kemudian, saat pengaruh gereja berkurang, payung yang dikenal warga Italia dengan sebutan ombrello atau secara harfiah diartikan sebagai 'bayangan kecil', populer di kalangan para perempuan Italia.

Namun, kala itu belum ada bukti, payung digunakan untuk melindungi diri dari hujan, hanya dari terik mentari.

Seperti dikutip dari situs Atlas Obscura, Rabu, 3 Mei 2017, bahasa Inggris payung, umbrella, berasal dari istilah Latin umbraculum yang berarti bayangan.

Sebelum ditemukannya material anti-air, payung pada masa lalu tak bisa melindungi orang dari guyuran hujan. Padahal, manusia pada masa itu mendambakan sesuatu yang bisa membuat mereka bisa berpindah tempat di tengah gerimis dengan pakaian tetap kering.

Lukisan Paris kala hujan karya  Gustave Caillebotte (1877) (Wikipedia)

Hingga akhirnya, bangsa China berhasil membuat payung kertas yang bisa melindungi pemakainya dari hujan. Caranya dengan melapisi kertas dengan lilin dan lak.

Sementara, payung modern ditemukan pada 4 Mei 1715. Penemunya adalah Jean Marius, pria asal Prancis. 

Ia memperkenalkan payung anti-air yang bisa dilipat -- seperti yang ada pada saat ini. 

Penemuan Marius mendorong sebuah 'revolusi budaya'. Pasalnya, saat hujan, warga Prancis tetap bisa beraktivitas di luar, tak harus mengurung diri di dalam rumah. 

Lukisan warga Paris mengenakan payung karya Louis-Léopold Boilly (1803) (Wikipedia)

Orang-orang berjalan-jalan, keluar masuk toko-toko, dengan berbekal "payung saku". Cuaca bukan lagi penghambat.

Kaum bangsawan juga menggunakan parapluie atau payung cantik sebagai aksesoris, sekaligus menjaga kepala mereka tetap kering saat hujan. 

Payung cantik yang menjadi tren ini membuat Paris mulai dijadikan kiblat mode dunia. Dengan kata lain, payung berkontribusi menjadikan Paris sebagai kota mode.

Diolok-Olok Saat Pakai Payung

Pada awal 1750-an, seorang pria Inggris bernama Jonas Hanway baru saja kembali dari perjalanan ke Prancis.

Ia kemudian melakukan tindakan aneh yang tak lazim pada masanya. Ia membawa payung di jalanan London kala hujan.

Orang-orang merasa terganggu dengan apa yang dilakukannya. Beberapa menunjukkan ekspresi tak suka dan mencemooh Hanway saat dia lewat.

Lainnya merasa kaget. Mereka bertanya-tanya, "Siapa gerangan orang aneh ini yang sepertinya tidak sadar telah melakukan 'dosa sosial'?"

Aneh tapi nyata, Hanway adalah orang pertama yang menggunakan payung tanpa malu-malu di Inggris pada Abad ke-18. Pada masanya, memakai payung merupakan hal tabu dan terlarang. 

Jonas Hanway dicemooh saat membawa payung di jalanan London (Wikipedia)

Di benak banyak orang Inggris, menggunakan payung merupakan penanda karakter yang lemah, terutama di kalangan pria.

Membawa payung saat hujan niscaya mengundang cemoohan publik. Orang Inggris juga menganggap benda itu 'terlalu Prancis'. 

Jonas Hanway dikenal sebagai orang yang keras kepala dan tak peduli apa kata orang. Namun, bukan berarti ia tak kena batunya. 

Selama bertahun-tahun, Hanway dan payungnya menjadi korban segala macam pelecehan dari orang Inggris yang melihatnya lewat. 

Gangguan paling serius datang dari para sopir kereta kuda. Pada masa itu, di Inggris, dokar atau hansom adalah alat transportasi utama.

Moda darat itu laris manis terutama pada hari-hari hujan karena dilengkapi dengan kanopi kecil yang membuat penumpang tetap kering.

Saat hujan turun, orang London berbondong-bondong masuk ke kereta. Payung Hanway dianggap ancaman bisnis. 

Karena khawatir pendapatan hilang, banyak pengemudi kereta kuda melawan Hanway.

Menurut majalah sejarah Inggris, Look and Learn, ketika melihatnya lewat, para pengemudi sering melempari Hanway dengan sampah.

Pada suatu kesempatan, seorang sopir hansom bahkan mencoba untuk menabraknya.

Meski awalnya dianggap kontroversial, Hanway berjasa memopulerkan payung ke seluruh Inggris. Ia menginspirasi orang lain untuk berani melawan 'tabu'.  

Saat Hanway meninggal dunia pada tahun 1786, penggunaan payung semakin meningkat di seluruh Inggris.

Pada hari-hari hujan, kian banyak orang dijumpai menggunakan payung dengan bangga di atas kepala mereka, berjalan melintasi jalanan kota. 

Dan kini, payung adalah hal biasa, tak terkait kedudukan, derajat, juga bukan benda terlarang. 

Sebagai informasi, tanggal 4 Mei bukan hanya sejarah awal mulanya payung, melainkan juga tepat pada tanggal tersebut tahun 1814, Napoleon Bonaparte tiba di Pulau Elba dan memulai pengasingannya yang pertama. 

Pada tanggal 4 Mei 1979, juga tercatat dalam sejarah merupakan momentum Margaret Thatcher menjadi perempuan pertama yang terpilih sebagai Perdana Menteri Inggris. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya