Liputan6.com, Jakarta - Minggu lalu, Turki merilis data mengenai jumlah individu terduga teroris akan yang telah ditangkap oleh otoritas penegak hukum setempat. Data tersebut menyebut bahwa ada 4.957 terduga foreign teroris fighters (FTF) yang telah ditangkap oleh aparat Turki sejak 2015.
Dalam beberapa tahun terakhir, Turki kerap dimanfaatkan oleh para calon atau individu berpotensi FTF sebagai gerbang masuk menuju Suriah. Hal itu membuat aparat penegak hukum setempat kerap melakukan operasi penangkapan terhadap sejumlah warga asing yang dicurigai atau berpotensi sebagai simpatisan ISIS.
Data yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri Turki itu juga menjelaskan bahwa, dari seluruh total 4.957 individu yang telah ditangkap, 435 orang di antaranya merupakan WNI, menjadikan Indonesia duduk di peringkat ke-2 dunia pemasok FTF untuk ISIS jika merujuk pada daftar tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Mengklarifikasi kabar itu, Kementerian Luar Negeri RI berpendapat, tidak tepat jika menyebut seluruh WNI yang ditangkap oleh otoritas Turki sebagai pelaku atau terduga teroris. Kemlu RI juga memiliki data versi sendiri dan menyebut bahwa hanya 430 orang yang telah ditangkap serta kini telah dideportasi ke Indonesia, bukan 435 seperti yang disebut oleh Turki.
"Beberapa hari kemarin, pemberitaan mengenai data penangkapan 430 orang WNI di Turki yang kini telah dideportasi itu menyebut bahwa mereka semua adalah foreign terorist fighter. Itu harus diklarifikasi," jelas Juru Bicara Kemlu RI Arrmanatha Nasir di Jakarta, Kamis (20/7/2017).
"Tidak bisa semuanya dikategorikan sebagai FTF, karena masing-masing individu memiliki status dan latar belakang penangkapan yang beragam," tambahnya.
Menurut laporan yang diterima oleh pihak Kemlu RI, beberapa individu yang ditangkap oleh otoritas mungkin didasari atas alasan serta kecurigaan mengenai tidak lengkapnya dokumen keimigrasian, izin tinggal, atau pendatang ilegal tanpa izin.
"Ada yang baru tiba di Turki beberapa jam, diperiksa oleh aparat, ternyata dokumennya tidak lengkap, lantas dideportasi. Ada pula yang baru beberapa hari di sana langsung ditangkap dan dideportasi, karena aparat menaruh curiga pada WNI yang bersangkutan, meski tidak melakukan pelanggaran hukum. Ada lagi yang baru mau menyeberang ke Suriah, namun sudah terlanjur ditangkap oleh aparat Turki. " tambah jubir Kemlu RI itu.
Contoh itu membuktikan bahwa tak semua yang ditangkap dan dideportasi itu adalah WNI yang murni berperan sebagai militan. Ditambah lagi, fakta bahwa sekitar 60 - 70 persen 430 WNI tersebut merupakan anak-anak dan perempuan.
Berdasarkan data versi Kemlu RI, total 430 WNI itu merupakan hasil penangkapan dan deportasi yang dilakukan Turki sejak 2015. Pada 2015 ada sekitar 190 orang, terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak dengan prosentase yang setara.
Sementara itu, pada 2016 ada 60 WNI dan tahun 2017 ada 177 individu berkewarganegaraan Indonesia. Dari data tersebut juga terdapat WNI yang berjenis kelamin perempuan dan berstatus sebagai anak-anak dengan jumlah yang mencapai puluhan.
"Dengan angka 430, bukan otomatis mereka semua itu FTF yang ingin menyeberang dari Turki ke Suriah. Semua itu harus didalami masing-masing," jelas Arrmanatha.
Saat ini, Arrmanatha menyatakan bahwa para WNI yang telah dideportasi itu telah ditangani oleh Kepolisian RI atau BNPT. Selain itu, sang jubir Kemlu itu juga menyatakan bahwa masih ada beberapa WNI yang ditahan di Turki.
"Masih ada yang ditahan di sana. Kita masih terus perbarui data berapa yang sudah ditahan. Kita juga intens bekerjasama dengan Turki agar ketika mereka selesai melakukan pemrosesan, kita dapat segera dikabari. Indonesia juga terus meminta akses kekonsuleran kepada Turki agar perwakilan KBRI di sana dapat menemui WNI yang telah ditahan," tambah pria yang akrab disapa Tata.
Pihak Kemlu RI juga menjelaskan bahwa, peristiwa penangkapan dan pendeportasian yang dilakukan aparat penegak hukum setempat merupakan hak kedaulatan Turki sebagai sebuah negara. Di sisi lain, bagi setiap orang Indonesia yang menjadi sasaran penangkapan, Tanah Air berkewajiban untuk menjamin perlindungan dan hak para WNI tersebut, baik yang berstatus tersangka teroris maupun bukan.
"Selama mereka WNI, kita punya kewajiban untuk memastikan agar mereka mendapatkan hak, perlindungan yang layak, perbantuan dan penghormatan hukum," jelas Arrmanatha.
WNI Terduga ISIS Ditangkap di Turki
Sebelumnya, menurut data statistik resmi, warga negara Indonesia (WNI) menempati peringkat ke-2 terbanyak dalam daftar total kuantitas individu terduga teroris ISIS yang ditangkap oleh otoritas penegak hukum di Turki. Data statistik tersebut bersumber dari pemerintah Ankara, dan diolah kembali oleh firma analis terorisme, GlobalStrat.
Menurut statistik dari Kementerian Dalam Negeri Turki, dari 4.957 foreign teroris fighters (FTF) yang ditangkap, 435 di antaranya merupakan WNI, menjadikan Indonesia duduk di peringkat ke-2 dalam daftar tersebut. Demikian seperti yang diwartakan oleh News.com.au, Minggu 16 Juli 2017.
Sementara itu, warga negara Rusia menempati peringkat pertama, dengan total 804 individu terduga teroris yang ditangkap oleh pemerintah Turki. Sedangkan Tajikistan, Irak, dan Prancis menempati posisi tiga, empat, dan lima berurutan.
GlobalStrat, firma analis yang melakukan pengolahan kembali data pemerintah Turki tersebut menilai bahwa, banyaknya angka penangkapan itu membuat Rusia dan Indonesia menjadi dua negara yang dianggap mengkhawatirkan, khususnya sebagai pemasok FTF di Timur Tengah. Karena, selama ini, Turki dikenal sebagai 'gerbang masuk' bagi para FTF maupun simpatisan kelompok ekstremis - radikalis, untuk masuk ke Suriah dan Irak.
Pakar terorisme untuk kawasan Indonesia, Sidney Jones dari Institute for Policy Analysis of Conflict menjelaskan, sejumlah besar WNI yang ditangkap di Turki didasari atas fakta bahwa mereka bepergian secara berkeluarga. Fakta itu juga menyebabkan bahwa, sebagian besar WNI yang ditangkap adalah perempuan dan anak-anak.
"Tiga kelompok pertama yang telah dideportasi dari Turki ke Indonesia beberapa waktu lalu berjumlah 137 individu. Sekitar 79,2 persennya adalah anak-anak dan perempuan," jelas Jones kepada News.com.au.
Sidney Jones juga menambahkan, fakta tersebut dapat dijadikan dasar argumentasi bahwa dari 435 WNI yang ditangkap, sebagian besar bukanlah FTF.
"Ketika kita berbicara tentang 'militan jihad' persepsi kita mengarah pada laki-laki yang menjadi teroris. Namun faktanya, warga Indonesia yang pergi ke sana adalah keluarga yang ingin 'merasakan kehidupan Islam secara murni'," tambah Sidney.
Saksikan juga video berikut ini: