Mantan Dubes AS untuk China: Xi Jinping Benci Kim Jong-un

Diam-diam pemimpin China, Xi Jinping, sebenarnya jengkel dan benci luar biasa dengan Kim Jong-un.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 01 Sep 2017, 11:00 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2017, 11:00 WIB
Kim Jong-Un
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Un saat melakukan kunjungan ke institut material kimia di Akademi Ilmu Pertahanan pada tanggal 23 Agustus 2017. Kim Jong-Un juga ditunjukkan mesin roket dengan bahan bakar padat. (AFP Photo/Kcna Via Kns/Str)

Liputan6.com, Beijing - Kebebalan Korea Utara untuk tetap meluncurkan rudal membuat seluruh dunia geram. Puncaknya, pada Selasa, 29 Agustus lalu, Pyongyang menembakkan Hwasong-12 yang melintasi Jepang dan kemudian jatuh di perairan Samudra Pasifik.

Tak hanya Donald Trump, pemimpin Jepang dan Korea Selatan juga bukan main geramnya pada Kim Jong-un.

Diam-diam, pemimpin China, Xi Jinping, sebenarnya jengkel dan benci luar biasa pada diktator muda Korut itu. Namun, Xi masih mau bertoleransi dengan kelaliman Kim atas nama stabilitas di Semenanjung Korea.

Hal itu diungkapkan mantan Duta Besar AS untuk China, Max Baucus. Dubes yang memutuskan untuk keluar ketika Donald Trump jadi presiden itu mengatakan "Pemimpin China mengatakan, Kim Jong-un pemicu instabilitas di Semenanjung."

"Pemimpin China dan jajaran pejabat tingginya juga harus melakukan tawar-menawar yang keras dengan AS karena Trump mencoba untuk menemukan solusi atas krisis Korea Utara saat ini dan berusaha untuk membatasi pengaruh Amerika di wilayah tersebut," katanya kepada program BBC Radio 4, seperti dikutip The Independent, Jumat (1/9/2017).

"Ekspresi yang paling menghina yang pernah saya dengar adalah, bagaimana Xi mendeskripsikan Kim Jong-un. Di situ terdengar bahwa Xi sama sekali tidak menyukai pria itu," lanjutnya.

Dia menambahkan, "Sebelum Trump jadi presiden, China hampir memuja stabilitas yang mereka jaga dengan bersedia menoleransi ketidakpastian masa depan rudal Kim, asalkan semenanjung tetap stabil secara ekonomi dan politik.

"Mereka tidak menginginkan krisis yang mengakibatkan pengungsi membanjiri China, mereka tentu tidak menginginkan solusi di mana Amerika Serikat dan Korea Selatan memiliki pengaruh yang lebih besar di semenanjung tersebut dan, lihatlah, Amerika Serikat, pada dasarnya ada di pintu belakang China," beber Baucus.

Presiden China Xi Jinping dan istrinya Peng Liyuan tiba pada hari pertama KTT G-20 di Hamburg, Jerman utara, Jumat, (7/7). Sejumlah pemimpin negara berkumpul dalam KTT G20 pada 7-8 Juli 2017. (AP Photo / Michael Sohn)

China- sekutu Korea Utara yang terbesar -- setuju untuk menerapkan sanksi PBB terbaru dan juga paling keras dibanding Korea Selatan.

Trump berulang kali mengatakan bahwa ia percaya, Beijing seharusnya memberi tekanan lebih kepada tetangganya agar meninggalkan program nuklir mereka.

Setelah peluncuran misil terbaru Korut, China segera menyerukan pertemuan diplomatik dan meminta semua pihak untuk menahan diri.

Menurut Baucus, serangan rudal Korut terbaru merupakan respons dari pernyataan dari "janji" Trump akan menyerang dengan api kemarahan yang belum pernah dilihat dunia sebelumnya.

Baucus, yang juga senator AS selama enam periode, memaksa Trump untuk duduk bersama Korut pasca-peluncuran rudal itu. Apalagi, terbukti bahwa Pyongyang mampu meluncurkan misil ke arah Jepang.

Setelah peluncuran itu, Kim Jong-un lewat KCNA mengatakan rudal itu adalah sebuah permulaan yang  menggambarkan perang sesungguhnya di Pasifik. Guam, kata dia, adalah target berikutnya.

Banyak analis percaya bahwa serangan ke Guam akan membuat militer AS turun tangan. Namun, diperkirakan tak mungkin terjadi.

"Menurut pengamatan saya, diplomatik adalah solusi untuk menyelesaikan masalah Korut. Dengan prinsip saling menghormati dan menggaet negara-negara di kawasan, termasuk China. AS justru harus kerja sama dengan China dan anggap negara itu partner," lanjut Baucus.

"Kim itu tidak bodoh, dia cuma berakal tajam. Dia orang yang cukup rasional, dan bukan orang yang terkurung dalam pikirannya sendiri seperti yang orang-orang pikir. Ia sejatinya adalah kapten dari negara itu," ujar Baucus.

"Semua terserah Kim untuk menentukan langkah berikutnya. Ia akan melihat reaksi Barat dan mencoba memutuskan 'garis merah'-nya sendiri," ungkap mantan dubes itu.

AS Gertak Korut

Dua hari setelah Korea Utara meluncurkan rudal balistik yang melintasi langit Jepang, Amerika Serikat dan Korea Selatan kembali memamerkan kekuatan tempurnya. Kali ini dengan melibatkan armada pesawat silumannya.

Empat jet tempur AS F-35B bergabung dengan dua pesawat bomber B-1B dan empat jet tempur F-15 milik Korea Selatan, terbang di atas Semenanjung Korea. Informasi tersebut disampaikan pejabat Angkatan Udara Korsel kepada CNN.

Dalam sebuah pernyataan, Angkatan Udara Korsel menyampaikan, pesawat bomber AS diterbangkan dari Guam, wilayah teritorial Amerika di Pasifik, yang jadi target rudal Korut.

Sementara, empat jet tempur siluman didatangkan dari sebuah pangkalan Korps Marinir AS di Jepang.

Armada gabungan tersebut melakukan latihan pemboman, menyimulasikan serangan yang merobek fasilitas kunci lawan di atas Pilseung Range di atas Provinsi Gangwon.

Saksikan video menarik berikut ini: 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya