Peneliti Australia Berhasil Temukan Penyebab Bayi Lahir Meninggal

Sekelompok peneliti di Australia menemukan penyebab bayi lahir dalam kondisi meninggal dunia. Berikut ini ulasannya.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Sep 2017, 08:15 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2017, 08:15 WIB
Bayi Meninggal
Ilustrasi Foto Kematian Bayi (iStockphoto)

Liputan6.com, Melbourne - Salah satu hal paling buruk dalam kehamilan adalah bayi tumbuh di dalam rahim sang ibu namun tiba-tiba meninggal seringkali tanpa bisa dijelaskan. Di Australia misalnya, sekitar satu dari 100 kehamilan berakhir dengan kematian janin.

Namun Professor Roger Smith AM, seorang peneliti dari Hunter Medical Research Institute (HMRI) membuat terobosan besar dalam memahami misteri stillbirth. Kondisi di mana janin meninggal dalam kandungan setelah kehamilan berusia di atas 28 minggu.

Prof. Smith bersama timnya mengembangkan tes yang bisa memperingatkan ahli kandungan bila kondisi bayi dalam bahaya besar.

"Hal ini jelas proyek paling menarik yang pernah saya ikuti selama ini, mengingat potensinya dalam memengaruhi kehidupan masyarakat di seluruh dunia," jelas Prof. Smith seperti dikutip dari ABC Australia Plus, Jumat (15/9/2017).

Dia dan timnya telah menemukan bahwa banyak kejadian bayi lahir meninggal dipicu oleh kondisi plasenta yang memburuk.

"Dengan melihat ke semua orang yang Anda kenal di sekeliling, akan terlihat bahwa mereka menua pada tingkat yang berbeda. Hal itu hampir sama dengan plasenta. Beberapa plasenta menua lebih cepat dibandingkan yang lainnya," jelas Prof. Smith.

Pemantauan Plasenta

Plasenta merupakan organ vital yang menghubungkan bayi yang sedang tumbuh dengan ibunya melalui tali pusar.

Prof. Smith percaya bahwa ada plasenta yang mulai menua beberapa minggu sebelum waktu melahirkan, perlahan-lahan membuat janin kekurangan nutrisi dan oksigen yang dibutuhkannya untuk bertahan hidup.

"Jika plasenta bisa bekerja, kadar oksigen pada bayi menurun, dan jika turun cukup rendah, bayinya akan mati," jelas Prof. Smith.

Plasenta yang memburuk mengeluarkan enzim yang disebut aldehyde oxidase.

Prof. Smith berharap bisa mengembangkan tes dalam tiga sampai lima tahun ke depan terkait hal tersebut. Hasilnya diperkirakan bisa menjadi pengingat bagi para dokter untuk meningkatkan tingkat enzim dalam aliran darah seorang ibu hamil.

"Mungkin saja kami bisa mengembangkan tes diagnostik dalam darah ibu hamil, terkait adanya tanda-tanda penuaan plasenta. Dan dengan begitu, maka bisa mencegah kejadian yang tak diharapkan para ibu. Sehingga dokter kandungan dapat melakukan operasi caesar dan mengeluarkan bayi sebelum meninggal di dalam," jelas Prof. Smith.

Kendati demikian, bayi hanya memiliki kesempatan bertahan hidup di luar rahim sang ibu setelah mencapai 27 minggu masa kehamilan.

"Jika janin bayi terlalu muda untuk dilahirkan, kita mungkin bisa memberinya obat yang menghambat enzim tersebut untuk memperlambat penuaan plasenta. Dan memungkinkan bayinya bertahan dalam rahim sampai kemungkinan besar selamat saat dia lahir," kata Prof. Smith.

Memperpanjang Umur Manusia

Aldehyde oxidase merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap tanda-tanda penuaan pada tubuh manusia, termasuk plasenta.

Jika tim peneliti Prof. Smith dapat mengetahui bagaimana cara mengendalikan kehadiran enzim ini di dalam tubuh, kemungkinan medisnya bisa tak terbatas.

"Ada kemungkinan bahwa jika kita mengembangkan cara berbeda untuk menghentikan enzim ini bekerja dan menyebabkan kerusakan, hal itu dapat membuat tingkat penuaan lebih rendah di jaringan lain dan bahkan kemungkinan pertambahan usia yang sehat," kata Prof. Smith.

Namun, prioritas utama baginya adalah mengurangi jumlah bayi lahir mati yang dialami wanita hamil di Australia.

"Saya pikir sangat penting agar ibu hamil yang mengalami bayi lahir mati untuk mengetahui bahwa hal itu bukan kesalahan mereka," katanya.

"Ini adalah sesuatu yang terjadi pada plasenta. Mereka hanya bisa memiliki sedikit kendali terhadapnya. Tak ada yang bisa mereka lakukan untuk mencegahnya. Jadi mereka seharusnya tidak merasa bersalah," papar Prof. Smith.

Penelitiannya akan dipublikasikan dalam American Journal of Obstetrics and Gynecology bulan November mendatang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya