Liputan6.com, Gaza - Tak ada nyawa satu orang pun yang pantas terenggut hanya karena seorang Donald Trump. Namun, itulah yang terjadi usai Presiden Amerika Serikat itu mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Kelak, Kedutaan Besar AS untuk Israel akan dipindahkan dari Tel Aviv ke Yerusalem. Amerika Serikat adalah negara pertama di dunia yang memberikan pengakuan itu.
Dua orang tewas di Gaza, Palestina. Nyawa mereka terenggut usai bentrok dengan pasukan keamanan Israel, Jumat 9 Desember 2017, di tengah aksi protes menentang keputusan Donald Trump itu.
Advertisement
Baca Juga
Korban jiwa pertama adalah seorang pria 30 tahun yang tewas akibat berondongan peluru pihak Israel. Kematian pertama pasca-pernyataan sikap Donald Trump itu dikonfirmasi oleh pihak Kementerian Kesehatan Gaza Palestina.
Sementara, korban kedua bernama Maher Atallah (54). Juru bicara kementerian Ashraf al-Qudra mengatakan, korban tewas di Jalur Gaza, akibat cedera parah yang dideritanya dalam bentrokan dengan pihak Israel.
Seperti dikutip dari Daily Mail, Sabtu (9/12/2017), demonstrasi digelar di sejumlah negara, memprotes keputusan tersebut, menginjak-injak foto wajah miliarder nyentrik itu. Bendera Amerika Serikat dibakar, meski seorang Donald Trump tidak mewakili AS secara keseluruhan.
Makin dekat dengan Yerusalem, situasinya pun memanas. Sebuah roket ditembakkan dari Jalur Gaza dan kemudian dicegat sistem anti-misil canggit milik Israel, Iron Dome.
"Tak ada laporan korban luka akibat insiden tersebut," demikian pernyataan pihak militer negeri zionis.
Sebagai pembalasan, pesawat tempur Israel menyerang sejumlah target militer Hamas di Jalur Gaza.
Tak lama kemudian, roket ketiga yang diluncurkan dari Gaza menghantam kota Sderot di Israel, merusak sejumlah kendaraan.
Kementerian Kesehatan Palestina menyebut, setidaknya 15 orang terluka akibat serangan udara yang dilancarkan pihak Tel Aviv. Bentrok pun pecah antara demonstran Palestina dan angkatan bersenjata Israel.
Para demonstran melempari para serdadu Israel dengan batu, lalu dibalas dengan tembakan air mata dan tembakan peluru karet. Rusuh pun tak terelakkan di luar Masjid Al Aqsa, Yerusalem, yang menjadi lokasi demo.
Konflik yang diwarnai kekerasan di Tepi Barat dan Jalur Gaza sejauh ini menyebabkan 767 orang terluka, demikian menurut Bulan Sabit Merah.
Sebanyak 61 di antaranya adalah akibat diakibatkan oleh amunisi hidup, 200 dari peluru karet, 479 dari gas air mata dan 27 lainnya akibat sebab lain.
Sebuah rekaman muncul di media Palestina, menunjukkan detik-detik saat seorang ayah mencium jasad putranya yang dikabarkan menjadi koban tembakan tentara Israel. Namun, belum ada konfirmasi mengenai kebenaran atau latar belakang video itu.
Di kota Ramallah, Tepi Barat, pasukan Israel mengerahkan sebuah jip yang dilengkapi dengan peluru gas air mata dan granat untuk menghadapi para demonstran.
Tentara Israel mengonfirmasi telah menembak dua orang di sepanjang perbatasan. Kedua korban dituduh sebagai 'provokator' kerusuhan pasca-keputusan Donald Trump.
Demo Meluas ke Eropa dan AS
Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley membela keputusan Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Ia berdalih, itu demi perdamaian. Senada, Dubes Israel untuk PBB mendesak semua negara untuk mengikuti langkah Amerika Serikat.
Namun, dalam pernyataan bersama perwakilan PBB dari Inggris, Jerman, Prancis, Italia dan Swedia mengatakan, "Kami tidak setuju dengan keputusan AS untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, dan untuk untuk memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Itu tidak sejalan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB dan tidak membantu dalam hal prospek perdamaian di wilayah tersebut."
Lebih jauh lagi, negara-negara tersebut menekankan, "Sejalan dengan hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan ... kami menganggap Yerusalem Timur sebagai bagian dari Occupied Palestinian Territories.
Occupied Palestinian Territories atau "teritorial Palestina yang diduduki" adalah istilah yang sering digunakan untuk mendeskripsikan Tepi Barat (termasuk Yerusalem Timur) dan Jalur Gaza, yang diduduki atau tempat lainnya yang berada di bawah kendali Israel.
Sementara itu, demonstrasi menentang keputusan Donald Trump tak hanya dilakukan di Timur Tengah, tapi juga menyebar hingga Asia dan Eropa -- termasuk di sejumlah kota besar termasuk London, Berlin dan Brussels.
Aksi protes juga digelar di Amerika Serikat. Sejumlah umat muslim bahkan menggelar salat berjamaah di depan Gedung Putih.
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan, rencana untuk memindahkan kedutaan Amerika ke Yerusalem tidak mungkin dilakukan dalam waktu singkat. Setidaknya, butuh dua tahun untuk merealisasikan.
Ia menegaskan, pengakuan Trump tidak mewakili status final untuk Yerusalem.
Sementara itu, seakan tak terpengaruh oleh gelombang protes yang ia picu, Trump merayakan Hanukkah di Gedung Putih pada Kamis malam.
Dia disambut oleh kerumunan orang, termasuk menantunya sekaligus utusan perdamaian Timur Tengah Jared Kushner, saat dia memasuki ruangan acara.
"Saya tahu pasti, ada banyak orang yang bahagia di ruangan ini," kata Trump, dengan suka cita. "Yerusalem!" seru dia.
Ketika Donald Trump merasa sebagai pemenang, di sisi lain dunia, ketegangan sedang memuncak. Kelompok Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, menyerukan sebuah 'intifada' baru, atau pemberontakan. Tiga rudal pun ditembakkan dari wilayah pesisir Gaza ke Israel.
Sementara itu, Al Qaeda, ISIS dan sejumlah organisasi teror menyerukan perlawanan. Donald Trump mungkin telah menyediakan panggung bagi mereka. (Ein)
Advertisement