China dan Jepang Sepakat Bangun AeroTrain, Kereta Berkecepatan 500 Km per Jam

AeroTrain menjadi salah satu komponen utama 'Inisiatif Sabuk dan Jalan' China.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 28 Apr 2018, 08:24 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2018, 08:24 WIB
Kereta Maglev di Jepang yang pecahkan rekor kecepatan
Kereta Maglev di Jepang yang pecahkan rekor kecepatan (AFP)

Liputan6.com, Beijing - Beberapa pengamat menyebut upaya China dalam membangun jaringan kereta cepat di tingkat nasional, akan kian menggebu dalam beberapa waktu ke depan.

Hal ini disebabkan Negeri Tirai Bambu telah menyepakati kerja sama dengan Jepang untuk membangun kereta tercepat di dunia bernama AeroTrain, yang mampu melaju hingga kecepatan 500 kilometer per jam.

Dikutip dari South China Morning Post pada Jumat (27/4/2018), prototipe kereta cepat tersebut telah menjalani uji coba pertama di Jepang, sebelum kemudian dibawa ke riset lanjutan di Chongqing University of Technology.

Dengan keunggulan yang dimilikinya, AeroTrain disebut akan mengalahkan pencapaian Shanghai Maglev, kereta cepat andalan China yang saat ini memiliki kecepatan maksimum 430 kilometer per jam.

Jepang sendiri berencana mengoperasikan jaringan AeroTrain paling lambat pada 2025 mendatang. Kereta cepat ini disebut mampu memotong waktu tempuh antara Tokyo dan Osaka menjadi satu jam, dibandingkan durasi saat ini selama dua jam 30 menit oleh jaringan kereta peluru Nozomi Shinkansen.

Sebuah tim peneliti Jepang dari Universitas Tohoku di Sendai, sebuah kota di utara Tokyo, pertama kali memperkenalkan proyek Aero Train pada tahun 2011 dalam makalah yang dipresentasikan pada Konferensi Internasional IEEE tentang Robotika dan Otomasi di Shanghai.

Seperti halnya Shanghai Maglev, AeroTrain tidak berjalan di rel, tetapi melayang secara aerodinamis menggunakan sayap kecil berbentuk U, yang menangkap energi dorongan udara dari bawah.

Shanghai Maglev, dengan sistem levitasi magnetiknya, seharusnya melakukan hal yang kurang lebih sama, tetapi hambatan angin yang kerap tercipta di antara bagian bawah kereta dan rel, membuat operasionalnya tidak efisien dan mahal.

Berdasarkan rencana pemerintah yang dimulai pada 2016, China telah mendorong pengembangan kereta cepat generasi berikutnya yang melaju hingga kecepatan 500 kilometer per jam untuk angkutan penumpang, dan kecepatan 250 kilometer per jam untuk angkutan kargo.

Pembangunan jaringan kereta berkecepatan tinggi adalah bagian dari "Inisiatif Sabuk dan Jalan" yang diharapkan dapat meningkatkan hubungan perdagangan dan infrastruktur hingge ke luar wilayah China, seperti ke Asia dan Afrika.

 

Simak video pilihan berikut:

 

 

Didukung Dana Sebesar Rp 7.465 Triliun

Bendera China
Ilustrasi (iStock)

Sementara itu, China telah menetapkan anggaran sebesar 3,5 triliun yuan (sekitar Rp 7.645 triliun) untuk mengembangkan teknologi kereta cepat, yang kini diakui sebagai jaringan terbesar di dunia.

Saat ini, China telah memiliki jaringan rel kereta cepat sejauh 22.000 kilometer, dan akan terus dibangun hingga 30.000 kilometer pada 2020 mendatang. Jaringan tersebut diyakini mampu menjangkau lebih dari 80 persen kota-kota di seantero Negeri Tirai Bambu.

Menurut Lai Chequang dari Chongqing University of Technology, teknologi yang diusung oleh AeroTrain bisa menstabilkan laju kereta secara lebih baik, sekaligus mengefisiensikan biaya operasional.

Namun, China telah menemui sejumlah hambatan dalam upaya untuk mengembangkan teknologi kereta cepatnya, seperti peraturan lokal, perbedaan kondisi politik dan ekonomi interlokal, serta biaya tinggi dari beberapa ketidaksesuaian antara cetak biru dan fakta di lapangan.

Salah satu kendala yang kerap "membuat pusing" pemerintah China adalah kondisi geografis, yang mengharuskan pembangunan banyak jembatan dan terowongan berteknologi sangat tinggi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya