Uni Eropa Dikabarkan Akan Denda Google Sebesar Rp 72 Triliun, Alasannya?

Uni Eropa akan mendenda Google senilai US$ 5 miliar (sekitar Rp 72 triliun) atas tuduhan mempraktikkan bisnis monopolistik.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 18 Jul 2018, 18:27 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2018, 18:27 WIB
Google
Kantor pusat Google di Mountain View (Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza)

Liputan6.com, Brussels - Uni Eropa (UE), pada Rabu 18 Juli 2018, dikabarkan akan mendenda Google, lewat perusahaan induknya, Alphabet Inc senilai US$ 5 miliar (sekitar Rp 72 triliun) atas tuduhan mempraktikkan bisnis monopolistik, menurut laporan surat kabar ekonomi ternama AS, The Wall Street Journal.

Organisasi multilateral di Benua Biru itu menjatuhkan denda tersebut atas alasan bahwa produk Google, sistem operasi Android, telah memonopoli pasar sehingga tak memberikan ruang bagi 'pemain kecil' untuk mengembangkan bisnisnya, The Journal melaporkan, seperti dikutip dari CNBC, Rabu (18/7/2018).

Sistem operasi Android, menurut catatan UE, telah menguasai pangsa pasar ponsel pintar dunia sebesar 80 persen --meski tengah bersaing dengan rivalnya,  iOS besutan Apple.

Uni Eropa telah mengkritik dominasi itu, dengan alasan bahwa Google harus mencari cara untuk membuat persaingan menjadi lebih adil dan memungkinkan pemain yang lebih kecil di pasar untuk berkembang.

Di sisi lain, The Financial Times melaporkan besaran angka yang berbeda, dengan menyebut bahwa denda yang ditetapkan UE kepada Google bernilai 2,4 miliar euro (sekitar Rp 40,2 trilun) dan bisa meningkat hingga 11 miliar euro (sekitar Rp 184,3 triliun).

Keputusan itu merupakan hasil akhir atas penyelidikan selama 39 bulan yang dilakukan oleh otoritas persaingan bisnis Komisi Uni Eropa terhadap sistem operasi Android Google, The Financial Times melaporkan, seperti dikutip dari The Guardian.

3 Tuduhan Uni Eropa Terhadap Google

Komisi Uni Eropa menuduh Google telah melakukan monopolistik setelah mempertimbangkan tiga aspek berikut:

Pertama, Google telah dengan sengaja men-default Google Search pada setiap ponsel pintar bersistem operasi Android.

Kedua, Google telah membuat sejumlah produsen ponsel pintar agar mereka hanya menggunakan sistem operasi Android.

Ketiga, Google telah menghilangkan hak konsumen untuk memilih --dengan memberikan insentif keuangan kepada produsen ponsel pintar dan operator seluler agar mereka membuat konsumen hanya melakukan pra-instalasi Google Search sebagai fitur mesin pencari pada telepon genggamnya.

 

Simak video pilihan berikut:

Tanggapan Google

Kantor Google
Kantor Google (File / Liputan6.com)

Sebagai tanggapan, Google telah mengatakan bahwa konsumen dapat bebas menghapus aplikasi yang diproduksi oleh Google dalam ponsel pintar mereka.

Google juga beralasan bahwa Android tetap menjadi sistem operasi yang terbuka (open-source) dan justru "membuat biaya manufaktur tetap rendah dengan fleksibilitas yang tinggi, sementara memberikan kontrol leluasa kepada para konsumeb terhadap telepon seluler mereka." Demikian seperti dikutip dari The Guardian.

Keputusan itu dapat meningkatkan ketegangan antara Uni Eropa dengan pemerintah Amerika Serikat --basis negara Google-- jelang kunjungan Komisi UE Jean-Claude Juncker ke Gedung Putih pekan depan.

Juncker akan bertemu dengan Presiden AS Donald Trump, pada 25 Juli untuk membicarakan isu ekonomi, kontra-terorisme, keamanan, energi, kebijakan luar negeri dan keamanan.

Menurut laporan, otoritas UE telah menunda pengumuman denda itu selama sepekan demi menghindari bentrokan dengan KTT NATO, di mana Trump mengecam sekutunya di Benua Biru.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya