Ketegangan Meningkat, AS Ancam Ambil Paksa Rudal Rusia

AS mengancam akan ambil paksa rudal baru Rusia. Hal tersebut memicu risiko ketegangan baru.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 03 Okt 2018, 10:32 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2018, 10:32 WIB
Presiden AS Donald Trump bersalaman dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (AP/Martinez Monsivais)
Presiden AS Donald Trump bersalaman dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (AP/Martinez Monsivais)

Liputan6.com, Brussels - Para pengamat memperkirakan akan muncul ketegangan baru antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia, setelah seorang diplomat senior Washington mengancam akan "mengambil paksa" rudal Rusia.

AS meyakini senjata nuklir itu telah melanggar perjanjian dengan Moskow tentang kontrol senjata setelah era Perang Dingin.

Ancaman itu disampaikan Washington, sesaat sebelum malam pembukaan pertemuan para menteri pertahanan NATO di Brussels, Belgia, Selasa 2 Oktober.

Duta Besar AS untuk NATO, Kay Bailey Hutchison, berbicara di depan pertemuan itu dan mengangkat sekali lagi pendapat Washington bahwa Rusia melanggar perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) pada 1987, demikian sebagaimana dikutip oleh BBC, Rabu (3/10/2018).

Perjanjian itu melarang seluruh kategori senjata, rudal jarak menengah yang diluncurkan darat, yang mampu menyerang target pada jarak antara 500 - 5.500 kilometer.

Amerika Serikat tetap bersikeras akan tudingannya, meskipun Rusia terus menyangkal memiliki rudal jarak menengah baru dalam inventarisnya, yang diketahui Nato sebagai SSC-8.

Menurut AS, sistem rudal baru ini akan memungkinkan Rusia untuk meluncurkan serangan nuklir ke wilayah negara-negara NATO, dalam waktu yang sangat singkat.

Dubes Hutchison mengatakan AS ingin menemukan solusi diplomatik untuk masalah terkait. Akan tetapi, dia muncul untuk menunjukkan bahwa Gedung Putih mungkin mempertimbangkan tindakan militer, jika perkembangan sistem Rusia terus berlanjut.

"Pada titik itu kami akan melihat kemampuan untuk mengambil rudal (Rusia) yang bisa menghantam negara kami," katanya.

Kilas balik ke era Perang Dingin, Amerika Serikat disebut khawatir pada saat peluncuran sistem rudal SS-20 milik Rusia.

Beberapa sekutu Washington setuju untuk menerima rudal Pershing dan Cruise AS sebagai senjata balasan ke Moskow. Langkah itu memicu protes luas dan ketegangan politik yang besar.

 

Simak video pilihan berikut: 

Rusia Tetap Membantah

Presiden Rusia, Vladimir Putin
Presiden Rusia, Vladimir Putin menguji coba senapan sniper saat mengunjungi pameran Kalashnikov Concern di Patriot Park, luar Moskow, Rabu (19/9). Putin juga memeriksa perangkat keras militer yang dipamerkan (Alexei Nikolsky, Sputnik, Kremlin Pool via AP)

Di lain pihak, Rusia hanya mengatakan sedikit tentang rudal barunya selain menyangkal bahwa program senjata miliknya melanggar perjanjian.

Namun, pernyataan itu disebut belum menjawab salah satu kekhawatiran negara-negara NATO.

Dalam konferensi pers pra-menteri, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mencatat bahwa "penilaian yang paling masuk akal adalah bahwa Rusia melanggar perjanjian".

"Karena itu mendesak, bahwa Rusia harus menangani masalah ini secara substansial dan transparan," dia menjelaskan.

Stoltenberg juga menambahkan bahwa menurut intelijen AS, Rusia telah mulai mengerahkan rudal baru.

Untuk waktu yang lama para ahli bahkan tidak yakin rudal tertentu yang sedang dibicarakan. Apakah ini hanya versi jarak jauh dari Iskander-M, di mana merupakan senjata Rusia yang sudah ada.

Banyak pengamat juga mempertanyakan tentang kemungkinan varian baru tersebut, apakah bagian dari rudal serang darat Kalibr, yang telah diluncurkan dari laut oleh marinir Rusia terhadap target di Suriah?

Apa pun rinciannya, AS bersikeras bahwa Rusia melanggar perjanjian INF.

Menanggapi tudingan AS, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan, "Tampaknya orang-orang yang membuat pernyataan seperti itu (tudingan melanggar INF), tidak menyadari tingkat tanggung jawab mereka dan bahaya retorika agresif."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya