Kampanye Resmi Dilarang, Perang Pemilu Thailand Berpindah ke Media Sosial

Mengakali larangan kampanye resmi, para kandidat pemilu Thailand berpindah tempat ke media sosial untuk saling merebut dukungan.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 29 Nov 2018, 18:03 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2018, 18:03 WIB
Facebook
Ilustrasi Facebook (iStockPhoto)

Liputan6.com, Bangkok - Pemerintah Thailand --yang dikuasai junta militer-- melarang kampanye langsung dalam menghadapi pemilu yang digelar awal tahun depan.

Partai-partai baru dan yang sudah mapan, termasuk pemimpin junta militer Prayut Chan-o-cha, kini beralih bersaing menggalang dukungan di berbagai media sosial, mulai dari Facebook, Twitter, YouTube, hingga layanan pesan Line.

Dikutip dari The Straits Times pada Kamis (29/11/2018), persaingan diperkirakan semakin ketat sebagai tanggapan pemerintah junta militer Thailand --yang merebut kekuasaan pada 2014-- bersiap mengadakan pemilu, 24 Februari mendatang.

Sementara itu, pada bulan September, pemerintahan junta militer melonggarkan larangan pada aktivitas politik, memungkinkan partai untuk mengumpulkan uang dan memilih pemimpin.

Meski begitu, kampanye pemilu dan pertemuan politik lebih dari lima orang tetap dilarang. Menanggapi situasi tersebut, partai politik pun meilih media sosial sebagai sarana untuk menggalang dukungan suara.

"Ada kesempatan terbuka untuk semua orang, karena Thailand memiliki lebih dari tujuh juta pemilih pemula," kata mantan perdana menteri Abhisit Vejjajiva, yang kini menjabat sebagai pemimpin Partai Demokrat, mengatakan dalam sebuah wawancara di Bangkok.

"Mereka sebagian besar belum memutuskan. Kami secara khusus mengincarkelompok ini. Kami menggunakan media sosial, tetapi tidak melanggar perintah junta untuk tidak berkampanye secara online.

Thailand telah menjadi pengguna media sosial yang sangat masif, menjadikannya dinamika baru yang dalam sejarah pemilu setempat, yang diikuti oleh banyak situasi bergejolak, seperti kerusuhan dan kudeta.

Bahkan, ibu kota Bangkok memiliki basis pengguna aktif Facebook perkotaan terbesar di dunia, yakni sekitar 22 juta user. Demikian lapor hasil penelitian We Are Social dan Hootsuite.

Selain itu, Thailand secara keseluruhan menempati urutan kedelapan dalam jumlah pengguna media sosial aktif, dengan populasi sekitar 51 juta, atau setara tiga perempat dari total penduduknya.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Bersaing Ketat di Media Sosial

Media Sosial
Ilustrasi Media Sosial (iStockphoto)

Hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Partai Future Forward, yang didirikan oleh konglomerat sekaligus politikus Thanathorn Juangroongruangkit, menyebut lebih dari 9.000 responden mengaku belum memutuskan apapun tentang partsipasi dalam pemilu tahun depan.

Namun, Thanathorn yakin dalam beberapa bulan ke depan, statistik pemilu yang lalu tidak akan berlaku lagi.

"Media sosial akan menunjukkan potensi penuhnya dalam tiga bulan ke depan," kata Thanathorn dalam sebuah wawancara di Bangkok, pekan lalu.

Acara Facebook Live yang baru-baru ini diadakan oleh Future Forward di Bangkok dengan cepat mengumpulkan 50.000 penonton, beberapa di antaranya menyaksikan secara langsung, kata Thanathorn.

Di lain pihak, pemimpin petahana Prayut Chan-o-cha dikabarkan telah membuat akun resmi di Facebook, Instagram, dan Twitter, serta meluncurkan situs web. Hal itu dilakukan di tengah spekulasi bahwa dia akan mengikat dengan partai politik, dan berusaha kembali sebagai perdana menteri selanjutnya.

Sementara itu, lagu rap yang mengkritik pemerintahan junta militer memberikan gambaran sekilas tentang pertempuran online, di mana kini ditonton lebih dari 41 juta kali di YouTube dalam waktu satu bulan.

Otoritas setempat awalnya akan menindak hukum lagu tersebut di bawah Undang-Undang kejahatan Komputer Thailand, namun kemudian justru merilis video musik saingan yang ditonton hingga 4,6 juta kali.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya