Prancis 'Larang' Minyak Kelapa Sawit, PM Mahathir Protes ke Presiden Macron

Malaysia tegur Prancis dan menjelaskan posisinya mengenai keputusan Majelis Nasional Prancis untuk mendeklasifikasi minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 18 Jan 2019, 07:00 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2019, 07:00 WIB
Resmi Dilantik, Mahathir Mohamad menjadi PM Tertua di dunia
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad. (AP Photo / Sadiq Asyraf)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Malaysia telah menyerahkan surat kepada Prancis yang menjelaskan posisinya mengenai keputusan Majelis Nasional Prancis untuk mendeklasifikasi minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel.

Menteri Luar Negeri Saifuddin Abdullah mengatakan bahwa surat dari Perdana Menteri Mahathir Mohamad kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron diserahkan kepada Duta Besar Prancis di Kuala Lumpur pada Senin 14 Januari 2019.

Pada 19 Desember 2018, Majelis Nasional Prancis mengadopsi amandemen Anggaran 2019 untuk mengecualikan penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel dan untuk mengakhiri insentif pajak untuk minyak kelapa sawit pada tahun 2020, demikian menurut laporan kantor berita Bernama, seperti dikutip dari Malaysiakini, Kamis (17/1/2019).

Saifuddin mengatakan ini dipandang sebagai larangan de facto, karena itu akan membuat minyak kelapa sawit menjadi sangat tidak ekonomis dan langkah ini secara tidak langsung lebih mendukung produk-produk rumah tangga Eropa, khususnya minyak lobak dan minyak bunga matahari.

"Tindakan ini tidak menjanjikan dengan baik bagi ekonomi global, terutama untuk negara-negara penghasil kelapa sawit seperti Malaysia."

"Ini merugikan 650.000 petani kecil dan dua juta warga Malaysia yang sangat bergantung pada industri untuk penghidupan mereka," katanya dalam sebuah pernyataan.

Untuk memperumit masalah, Saifuddin mengatakan Majelis Nasional Prancis juga telah memutuskan untuk memperlakukan biofuel berbasis minyak kelapa sawit sebagai 'bahan bakar biasa' dan bukan 'bahan bakar hijau'.

"Bangsa dan rakyat kita telah menjadi teman dekat dan mitra dalam diplomasi, perdagangan, dan keamanan selama beberapa dekade," kat Saifuddin.

"Ikatan kuat kami didukung oleh nilai-nilai umum kami tentang keadilan, keadilan dan kepercayaan," katanya, seraya menambahkan bahwa Malaysia lebih percaya pada kerja sama daripada konfrontasi.

"Dalam konteks ini, tindakan diskriminatif seperti itu akan merusak nilai-nilai ini."

"Dalam hal ini dan untuk menjamin masa depan yang lebih baik bagi semua pihak, Malaysia berharap untuk terlibat dengan mitra yang tulus dan ramah untuk menghasilkan solusi yang adil untuk pembangunan ekonomi bersama dan kemakmuran kita," tambahnya.

 

Simak video pilihan berikut:

Sawit Indonesia Masih Diboikot, Menko Luhut Kembali Lobi Eropa

20160304-Kelapa Sawit-istock
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Sementara itu, pemerintah terus berupaya agar produk minyak sawit atau crued palm oil (CPO) Indonesia tak lagi mendapatkan hambatan ekspor ke Eropa. Diketahui saat ini, masih ada sejumlah negara Eropa yang menolak CPO Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan bahwa dia akan kembali melobi negara-negara Eropa.

Mantan Menko Polhukam ini menjelaskan, alasan utama negara-negara Eropa menolak ekspor CPO Indonesia masih seputar isu lingkungan. "Mereka lingkungan. Padahal kita sudah bilang moratorium," jelas dia. 

Dalam kunjungannya ke Polandia bulan lalu, Luhut kembali memaparkan upaya yang sudah Indonesia dalam membenahi sektor industri sawit. Dia juga akan menekan pentingnya sawit bagi perekonomian Indonesia, khususnya dalam pengentasan kemiskinan.

"Kami juga tidak bikin pelebaran tapi kami memperbaiki yang 41 persen yang punya small holders, kemudian ini kaitannya dengan SDGs. Nomor satu masalah kemiskinan, dan seterusnya. Jadi mereka harus tau juga itu," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya