Liputan6.com, Tokyo - Kutub utara Bumi dikabarkan sedang bergerak. Meski demikian, ini bukanlah sebuah pertanda bencana. Fenomena tersebut hanya kejadian biasa di planet ini.
Selama 40 tahun terakhir, kutub utara telah bergerak ke arah barat laut dari Kanada ke Siberia, dengan kecepatan 50 kilometer per tahun.
Percepatan tersebut, baru-baru ini, merupakan salah satu dari sejumlah anomali yang secara tak terduga membuat peta medan magnet dunia sedikit rusak. Para kartografer pun harus memperbarui peta lebih awal dari yang dijadwalkan, yang saat ini tertunda oleh shutdown atau penutupan pemerintah Amerika Serikat.
Advertisement
Baca Juga
"Kenyataan ini mungkin terdengar dramatis, tetapi GPS tidak akan bergantung pada medan magnet," kata ahli geofisika Louis Moresi dari University of Melbourne, seperti dilansir ABC, Jumat (25/1/2019).
"Kejadian alam tersebut hanya akan menimbulkan masalah bagi orang-orang yang menggunakan kompas untuk bernavigasi. Bahkan saat itu, kebanyakan dari mereka terbiasa melakukan koreksi. Para navigator senior akan sedikit bijaksana dalam hal ini," papar Moresi.
Peristiwa tersebut juga bukan pertanda bahwa medan magnet melemah atau kutub akan berbalik (bertukar tempat). Ini semua adalah proses yang natural dan bukan merupakan sesuatu yang aneh.
Mengapa Kutub 'Mengembara'?
Penjelajah Eropa memulai ekspedisi yang menegangkan pada Abad ke-19 untuk mencari kutub magnet Bumi.
James Clark Ross mencapai kutub utara pada tahun 1831. Lalu, Roald Amundsen menemukan kutub itu di tempat yang berbeda pada tahun 1903.
Kemudian, Ernest Shackleton mengklaim menginjakkan kakinya di kutub selatan pada tahun 1909, tetapi lokasi persisnya diragukan.
Yang jelas, kedua kutub tersebut telah berpindahah tempat sejak saat itu.
Kutub utara telah membuat garis lurus melintasi International Date Line menuju Siberia selama 119 tahun terakhir.
Sedangkan kutub selatan telah bergerak 580 kilometer dan sekarang berada 220 kilometer di lepas pantai Antartika, di zona ekonomi Australia.
Alasan pergerakan kedua kutub, menurut penelitian, adalah karena medan magnet Bumi tidak didasarkan pada sekitar batang magnet yang menempel di inti planet ini. Sebaliknya, batang magnet tersebut dibuat oleh lapisan besi cair di inti luar Bumi, yang terus bergerak.
Akibatnya, kutub utara dan selatan juga ikut 'berkeliaran'. Kedua kutub melakukan 'perjalanan' secara independen satu sama lain. Ajaibnya, kutub-kutub ini bahkan tidak pernah saling bertemu di satu titik. Sekali pun.
Lalu, tahukah Anda bahwa medan magnet Bumi telah sepenuhnya terbalik di masa kuno?
Medan magnet Bumi bervariasi sejak terbentuk 4,5 miliar tahun yang lalu, menurut ahli paleogeologi Andrew Roberts dari Australian National University.
"Kerak samudera tertua berusia beberapa ratus juta tahun --dihancurkan oleh lempeng tektonik, sehingga kita tidak memiliki kerak yang lebih tua-- tetapi ada ratusan pembalikan yang tercatat terjadi di kerak samudra itu," lanjutnya.
Kemdati demikian, perubahan pada lokasi pada kutub tidak selalu terkait dengan pertukaran tempat keduanya.
"Itu perilaku Bumi yang benar-benar normal," tegas Profesor Roberts.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Apa Penyebab Medan Magnet Bergerak?
Bagian terbesar dari 'gelembung magnetik pelindung' yang ada di sekitar kita, tercipta dengan memutar-mutarkan besi cair di inti luar Bumi, sekitar 3000 kilometer di bawah kaki kita.
Saat berputar di porosnya, Bumi menciptakan pusaran spiral dari partikel besi yang membawa arus, yang pada gilirannya, menghasilkan medan magnet.
Naik turunnya sistem bawah tanah yang bergolak ini, menyebabkan perubahan yang konstan dalam medan magnet.
"Dekade hingga dasawarsa, Anda akan mengetahui variasinya, seperti cuaca di atmosfer saat ini," kata Profesor Moresi.
"Jika salah satu dari mereka menjadi sedikit lebih kuat dari yang lain, maka ia akan menarik medan magnet ke arah itu," imbuhnya
Kutub utara, misalnya, mungkin telah bergerak ketika kumparan besi cair melemahkan medan magnet lokal di bawah Kanada (warna merah di video).
"Saat ini, anomali terbesar terletak di bawah Atlantik Selatan," tutur Profesor Roberts.
Anomali itu (warna biru di video) bergerak ke barat dan merupakan bagian terlemah dari medan magnet Bumi.
Denyut mendadak dalam anomali ini terjadi pada tahun 2016, setahun setelah World Magnetic Model terakhir diperbarui.
Advertisement
Apa yang Terjadi Jika Kutub Terbalik?
Bukti dari batuan purba dan sedimen laut, memberi tahu ilmuwan bahwa kutub rata-rata telah terbalik setiap 200.000 tahun.
Kutub utara dan selatan, terakhir, bertukar posisi secara totalitas pada sekitar 780.000 tahun yang lalu.
Tetapi di suatu tempat antara 108.000 dan 95.000 tahun yang lalu, medan magnetnya tidak stabil dan kemudian kembali ke polaritas aslinya, menurut analisis stalagmit oleh Profesor Roberts dan rekannya.
Meskipun secara umum diperkirakan pembalikan kutub ini membutuhkan waktu ribuan tahun, namun 'perjalanan' tersebut, di mana medan magnetnya melemah 90 persen, terjadi dalam waktu 200 tahun yang relatif singkat.
Jika medan magnet melemah, itu bisa membuat manusia dan makhluk hidup lainnya lebih rentan terdampak sinar kosmik dan radiasi matahari.
"Tidak akan menjadi sebuah masalah bagi kehidupan di Bumi, karena atmosfer kita melakukan tugasnya dengan baik, untuk melindungi kita, tetapi itu bisa merobohkan banyak teknologi yang kita andalkan," Roberts menjabarkan.
Meski demikian, ia menekankan bahwa perpindahan kedua kutub tidak ada korelasi dengan kepunahan. Lagi pula, masyarakat modern sekarang sangat bergantung pada satelit dan perangkat elektronik berteknologi canggih.
"Orang-orang berspekulasi terus-menerus tentang pembalikan kutub, walaupun ada beberapa analisis yang sangat bagus di luar sana. Namun faktanya, kita sedang berhadapan dengan informasi yang tidak lengkap," tandasnya.
Dr. Foss setuju dengan Roberts.
"Beberapa orang berpendapat, fenomena ini bisa terjadi dalam periode yang sangat singkat ... tapi itu hanya pandangan masyarakat awam," kata Foss.
"Perbedaan skala waktu antara geologi dan pengukuran manusia begitu besar, sehingga saya ragu saya akan melihat dua kutub kembali bertukar tempat dalam sisa hidup saya," pungkasnya.