Liputan6.com, Houston - Teori tentang pembentukan Bulan akibat tabrakan antara Bumi dengan benda antariksa asing seukuran planet pada miliaran tahun lalu, disebut memberikan implikasi lain yang tak kalah sangat vital.
Menurut sebuah riset terbaru yang rilis pada Januari 2019, hipotesis 'great impact' atau 'giant impact' --teori di atas-- dinilai berkontribusi pada munculnya zat-zat komposisi utama yang menjadi sumber kehidupan awal di Planet Biru.
Advertisement
Baca Juga
Hipotesis great impact terjadi pada sekitar 4,5 miliar tahun lalu, ketika planet seukuran Mars menghantam Bumi. Tabrakan itu mengakibatkan serpihan material besar seukuran satelit alamiah kita terlontar ke orbit Bumi, dan tetap bertahan di sana untuk apa yang kemudian kita kenal sebagai Bulan dewasa ini.
Tetapi sebuah studi baru menemukan bahwa peristiwa itu bisa memiliki dampak yang jauh lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Tabrakan dalam hipotesis great impact itu juga bisa memberi planet kita karbon, nitrogen, dan belerang --komposisi yang diperlukan agar kehidupan terbentuk, kata para ilmuwan dalam jurnal berjudul 'Delivery of carbon, nitrogen, and sulfur to the silicate Earth by a giant impact' yang dipublikasi oleh Science Advances pada 23 Januari 2019.
Jurnal itu ditulis oleh ilmuwan dari Department of Earth, Environmental and Planetary Sciences, Rice University di Houston, Texas dan kontributor lain.
Argumentasi Awal: Bumi Tak Punya Komposisi Sumber Kehidupan
Riset itu membangun argumentasi awal bahwa miliaran tahun lalu, Bumi agak mirip Mars sekarang. Ia memiliki inti dan mantel, tetapi bagian non-inti sangat buruk dalam unsur-unsur volatil seperti: nitrogen, karbon, dan belerang, yang merupakan komposisi sumber kehidupan.
*Volatil: mudah berubah menjadi gas atau uap; asiri (KBBI.Kemdikbud.go.id)
Elemen-elemen di bagian non-inti dari planet kita, yang disebut "Bulk Silicate Earth (BSE)" dapat saling berbaur, tetapi mereka tidak pernah berinteraksi dengan unsur-unsur inti --yang sebaliknya kaya akan unsur-unsur volatil itu. Karena beberapa unsur volatil ada di inti, mereka tidak dapat mencapai lapisan luar Bumi.
Namun, semua berubah ketika hipotesis great impact terjadi.
Hipotesis Pertama: Great Impact oleh Meteorit Berkarbon
Satu teori menyatakan bahwa jenis khusus meteorit, yang disebut chondrites berkarbon, menghantam Bumi dan memberi planet kita silikat elemen-elemen yang mudah menguap dan merupakan komposisi utama sumber kehidupan.
Gagasan ini bertumpu pada fakta bahwa rasio versi yang berbeda dari nitrogen, karbon dan hidrogen Bumi tampak cocok dengan yang ditemukan pada meteorit chondrites berkarbon --menurut uji isotop yang dilakukan ilmuwan.
Jadi, para pendukung teori berpendapat, meteorit chondrites berkarbon itu kemungkinan besar menjadi penyumbang unsur-unsur volatil di Bumi.
Tapi, ada satu masalah vital yang membuat hipotesis meteorit chrondites berkarbon tak terbukti, yakni: perbandingan atau rasio karbon terhadap nitrogen sedikit timpang.
Meteorit chrondites itu memiliki sekitar 20 bagian karbon berbanding satu bagian nitrogen, sementara bahan non-inti Bumi memiliki sekitar 40 bagian karbon berbanding satu bagian nitrogen, menurut penulis jurnal.
Hipotesis Kedua: Great Impact oleh Planet yang Kaya Komposisi
Atas ketimpangan perbandingan itu, peneliti memutuskan untuk menguji hipotesis lain: bagaimana jika ternyata benda asing yang menabrak Bumi bukan meteorit chondrites, melainkan sebuah planet yang kaya akan unsur volatil?
Jika itu yang terjadi, maka tabrakan itu akan 'mencampur-adukkan' inti dan mantel dari masing-masing planet tersebut.
"Bumi bisa bertabrakan dengan berbagai jenis planet," kata salah satu penulis jurnal itu, Damanveer Grewal dari Rice University kepada Live Science, dikutip pada Senin (28/1/2019), dan salah satu dari planet-planet itu mungkin memberi Bumi elemen silikat proporsi yang tepat untuk menjadi sumber kehidupan, lanjut Gerwal.
Selanjutnya di laman kedua: uji hipotesis dan hasilnya...
Â
Simak dahulu video pilihan berikut:
Uji Hipotesis dan Hasilnya...
Para peneliti membuat simulasi di lab untuk menguji hipotesis mereka dengan menciptakan simulasi kondisi suhu dan tekanan tinggi di mana inti planet dapat terbentuk.
Dalam kapsul grafit (bentuk karbon), mereka menggabungkan bubuk logam (yang mewakili inti Bumi dan termasuk unsur-unsur seperti besi yang terikat dengan nitrogen) dengan proporsi berbeda dari bubuk silikat (campuran silikon dan oksigen, yang dimaksudkan untuk meniru mantel planet hipotetis yang menabrak Bumi itu.)
Dengan memvariasikan suhu, tekanan, dan proporsi sulfur dalam percobaan mereka, tim menciptakan skenario bagaimana elemen-elemen ini dapat membagi antara inti dan sisa material vital dari planet hipotetis.
Mereka menemukan: karbon kurang terikat dengan besi ketika ada konsentrasi tinggi nitrogen dan belerang; sedangkan nitrogen terikat dengan besi bahkan ketika banyak belerang hadir.
Jadi, agar nitrogen keluar dari inti Bumi, dan hadir di bagian lain (seperti mantel), planet hipotesis itu seharusnya mengandung konsentrasi sulfur (belerang) yang sangat tinggi, kata salah satu penulis jurnal itu, Damanveer Grewal dari Rice University.
Mereka kemudian memasukkan kemungkinan-kemungkinan ini ke dalam simulasi, bersama dengan informasi tentang perilaku berbagai elemen volatil, serta jumlah karbon, nitrogen, dan sulfur saat ini di lapisan luar Bumi.
Hasilnya...
Setelah menjalankan banyak simulasi, peneliti menemukan bahwa skenario yang paling masuk akal --skenario yang memiliki kemungkinan waktu paling besar dan dapat menghasilkan rasio karbon dan nitrogen yang benar-- adalah: skenario yang menghadirkan tabrakan dan penggabungan Bumi dengan planet hipotesis seukuran Mars yang mengandung sekitar 25 hingga 30 persen belerang di intinya.
Teori ini "sangat mungkin," kata Célia Dalou, seorang ahli petrologi eksperimental di Centre de Recherches Pétrographiques et Géochimiques di Prancis, yang bukan bagian dari penelitian itu.
"Pekerjaan ini adalah hasil yang sangat sukses dari penelitian bertahun-tahun dari berbagai tim yang berbeda."
Advertisement