Liputan6.com, Jakarta - Pada umumnya, orang-orang tahu bahwa dalam satu hari ada 24 jam dan 60 menit. Sewajarnya, manusia memanfaatkan sepertiga waktu ini untuk tidur.
Di satu sisi, mereka yang terlalu ambisius selalu bertanya-tanya: Apakah mungkin kita bisa memanfaatkan waktu ini dan mempelajari keterampilan baru atau bahkan sebuah bahasa? Dengan kata lain, apakah pembelajaran saat tidur (sleep learning) bisa otomatis terjadi?
Jawabannya adalah "ya" dan "tidak", tergantung pada apa yang kita maksud dengan "belajar" (learning).
Advertisement
Baca Juga
Menyerap informasi kompleks atau mengambil keterampilan baru dari awal dengan mendengarkan rekaman audio saat tidur, hampir pasti mustahil. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa ketika kita tidur, otak tidak menganggur (masih tetap bekerja) dan beberapa bentuk pembelajaran dapat terjadi.
Sleep learning: dari tipuan hingga ke sains
Konsep sleep learning, atau hypnopedia, memiliki sejarah panjang. Studi pertama yang menunjukkan tentang sebuah memori dan manfaat pembelajaran dari tidur, diterbitkan pada tahun 1914 oleh psikolog Jerman, Rosa Heine.
Dia menemukan bahwa mempelajari materi baru di malam hari sebelum tidur menghasilkan ingatan yang lebih baik dibandingkan dengan belajar di siang hari.
Berkat banyak penelitian yang dilakukan sejak saat itu, kita sekarang tahu bahwa tidur sangat penting untuk membentuk ingatan jangka panjang dari apa yang telah kita temui pada siang hari.
Otak yang tidur memutar ulang pengalaman yang dialami kita pada hari itu, kemudian menstabilkannya dengan memindahkannya dari hippocampus --tempat pertama kali ingatan terbentuk-- ke area-area di seluruh otak.
Mengingat begitu banyak yang terjadi pada ingatan selama tidur, lantas apakah ingatan itu dapat diubah, ditingkatkan atau bahkan dibentuk lagi?
Salah satu pendekatan populer untuk mempelajari sleep learning adalah Psycho-phone, perangkat yang cukup tenar pada tahun 1930-an. Alat ini memberikan pesan motivasi untuk kita saat tidur, seperti "Aku memancarkan kasih sayang," yang seharusnya membantu kita dalam menyerap ide-ide di alam bawah sadar dan bangun dengan kepercayaan diri yang besar.
Pada awalnya, penelitian ini tampak mendukung gagasan di balik perangkat seperti Psycho-phone. Beberapa studi awal menemukan bahwa orang-orang mempelajari materi yang mereka temui selama tidur. Tetapi temuan itu dibantah pada 1950-an, ketika para ilmuwan mulai menggunakan EEG (elektroensefalografi) untuk memantau gelombang otak saat kita tidur.
Periset menemukan bahwa jika pembelajaran telah terjadi, itu dikarenakan rangsangan (stimuli) telah membangunkan saraf-saraf lain di dalam tubuh. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah studi mengungkapkan bahwa otak mungkin tidak bekerja dengan penuh selama kita tidur.
Temuan ini menunjukkan bahwa saat tidur, otak masih tetap menyerap informasi dan bahkan membentuk ingatan baru. Namun memori tersebut bersifat implisit. Dengan kata lain, bentuk pembelajaran ini sangat mendasar, jauh lebih sederhana daripada apa yang harus dicapai otak ketika kita ingin belajar bahasa Jerman atau mekanika kuantum.
"Selama beberapa dekade, literatur ilmiah mengatakan sleep learning tidak mungkin terjadi," kata Thomas Andrillon, seorang ahli saraf di Monash University, Melbourne, Australia, demikian seperti dikutip dari Live Science, Senin (11/3/2019). "Tetapi orang-orang tidak benar-benar tertarik pada bentuk pembelajaran dasar ini."
Bagi para ilmuwan, penemuan baru-baru ini telah membangkitkan harapan tentang penerapan yang mungkin dilakukan, imbuh Andrillon kepada Live Science. Misalnya, sifat implisit sleep learning membuat fenomena tersebut bermanfaat bagi orang yang ingin melepaskan kebiasaan buruk mereka, seperti merokok, atau membentuk kebiasaan baru yang baik.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Indra Penciuman dan Pendengaran
Berbagai penelitian telah menemukan bahwa bentuk dasar pembelajaran, yang disebut pengkondisian (conditioning), dapat terjadi selama kita tidur.
Dalam sebuah studi tahun 2012 yang diterbitkan dalam jurnal Nature Neuroscience, misalnya, para peneliti Israel mengungkapkan bahwa seseorang dapat belajar mengaitkan suara dengan bau selama ia tidur.
"Ini adalah temuan yang jelas menunjukkan manusia dapat membentuk ingatan baru saat tidur," kata Andrillion lagi.
Meskipun ingatan tersebut tersirat, namun ini dapat memengaruhi perilaku pribadi dari orang itu, menurut temuan para peneliti yang dipublikasikan dalam studi 2014, Journal of Neuroscience.
Dalam riset itu, perokok berhasil mengurangi konsumsi sigaret mereka setelah menghabiskan satu malam terpapar aroma rokok yang disandingkan dengan telur busuk atau ikan asin.
Berbagai penelitian telah menemukan bahwa bentuk dasar pembelajaran, yang disebut pengkondisian (conditioning), dapat terjadi selama kita tidur. Dalam sebuah studi tahun 2012 yang diterbitkan dalam jurnal Nature Neuroscience, misalnya, para peneliti Israel mengungkapkan bahwa seseorang dapat belajar mengaitkan suara dengan bau selama ia tidur.
"Ini adalah temuan yang jelas menunjukkan manusia dapat membentuk ingatan baru saat tidur," kata Andrillion lagi.
Meskipun ingatan tersebut tersirat, namun ini dapat memengaruhi perilaku pribadi dari orang itu, menurut temuan para peneliti yang dipublikasikan dalam studi 2014, Journal of Neuroscience.
Dalam riset itu, perokok berhasil mengurangi konsumsi sigaret mereka setelah menghabiskan satu malam terpapar aroma rokok yang disandingkan dengan telur busuk atau ikan asin.
Â
Â
Advertisement
"Guga" berarti gajah: Mempelajari bahasa saat tidur?
Andrillon dan rekan-rekannya telah menemukan bahwa belajar ketika tidur dapat melampaui pengondisian sederhana. Dalam studi tahun 2017 yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications, subjek dapat memilih pola suara kompleks yang mereka dengar saat tidur.
Kemampuan belajar saat tidur dapat meluas ke pembelajaran kata-kata. Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Current Biology pada Januari, para peneliti memainkan pasangan kata-kata yang dibuat-buat (belum pernah terdengar sebelumnya) dan makna yang bisa ditebak, seperti "guga" yang berarti gajah, kepada para partisipan yang sedang tidur.
Setelah itu, ketika mereka bangun, orang-orang dapat mentafsirkan beragam kata baru dengan spontan daripada saat mereka harus memilih terjemahan yang tepat dari kata-kata yang dibuat-buat dalam tes itu.
Mempelajari bahasa baru melibatkan banyak lapisan yang berbeda di otak: mengenali suara, mempelajari kosa kata dan menguasai tata bahasa. Merangsang otak yang tidur dengan informasi baru kemungkinan mengganggu fungsi tidur, secara negatif mempengaruhi pemangkasan dan penguatan dari apa yang telah kita pelajari pada hari sebelumnya.
Para ilmuwan terus mencari tahu terkait sleep learning karena kompromi mungkin layak dilakukan dalam kasus-kasus khusus. Misalnya, sleep learning dapat bermanfaat ketika orang ingin mengubah kebiasaan atau menghilangkan fobia dan gangguan stres pascatrauma. Beberapa bentuk pembelajaran implisit yang dapat membantu dalam situasi ini, bisa terjadi lebih kuat selama kita tidur.
"Tapi otak yang tidur tidak begitu cerdas dalam bekerja, dan kita bisa memanipulasinya untuk kebaikan kita sendiri," pungkas Andrillion.