Penembakan di Selandia Baru Jadi Faktor Kunci Pemilu Turki Mendatang?

Penembakan di Selandia Baru disebut telah menjadi faktor kunci dalam pemilu Turki yang akan datang.

oleh Afra Augesti diperbarui 19 Mar 2019, 16:08 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2019, 16:08 WIB
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan saat menyambangi Trakia Barat, Yunani, pada Desember 2017. (K. Ozer/AFP)

Liputan6.com, Wellington - Serangan teroris mematikan di Selandia Baru disebut telah mengguncang pemilu lokal yang akan datang di Turki. Recep Tayyip Erdogan, dalam kampanyenya, memutuskan untuk memutarkan rekaman dari kamera pelaku penembakan brutal tersebut.

"Saudaraku, aku ingin membawamu ke Selandia Baru sekarang," kata Erdogan saat rapat umum akhir pekan di distrik Gaziosmanpasa, Istanbul, sebelum memutarkan video dari insiden yang terjadi pada Jumat pekan lalu.

"Ada manfaatnya menonton ini di layar lebar," lanjutnya, sebagaimana dikutip dari The Independent, Selasa (19/3/2019).

Kabar mengenai tragedi yang terjadi di dua masjid di Christchurch itu, menghebohkan Turki, sebab tiga orang etnis negara ini tewas dalam peristiwa berdarah itu, di mana 50 orang dinyatakan meninggal.

Tersangka, Brenton Tarrant, menyebut nama Recep Tayyip Erdogan dalam manifesto setebal 74 halamannya. Erdogan disebut sebagai "pemimpin salah satu musuh tertua rakyat kami, dan pemimpin kelompok Islam terbesar di Eropa."

Laki-laki usia 28 tahun tersebut juga mengancam sang presiden dengan kematian. Di mata pelaku, Turki adalah "tentara etnis yang saat ini menduduki Eropa."

Tarrant, seorang warga negara Australia yang merupakan penganut ideologi supremasi kulit putih sayap kanan --yang berakar di Balkan dan Eropa Timur-- mendesak Turki untuk bergerak "ke timur Bosphorus."

"Kami akan menyerang Konstantinopel dan kami akan hancurkan setiap masjid dan menara di kota ini," ancam Tarrant.

Erdogan langsung menanggapi komentar sinis ini pada hari Senin, ketika ia menandai peringatan 104 tahun kampanye Gallipoli dari Perang Dunia I.

"Kami telah berada di sini selama 1.000 tahun dan Insya Allah sampai kiamat," tegasnya. "Kamu tidak akan bisa merenggut Konstantinopel. Nenek moyangmu datang dan melihat kami ada di sini. Beberapa dari mereka kembali ke asalnya dengan berjalan kaki, beberapa kembali dalam peti mati. Jika kamu datang dengan maksud yang sama, kami akan melakukan hal serupa."

Pihak berwenang Turki juga sedang menyelidiki dua perjalanan yang dilakukan Tarrant ke Turki pada 2016, termasuk satu kunjungan yang berlangsung hampir enam minggu. Media lokal melaporkan bahwa Tarrant mengunjungi artefak dan situs Kristen purba di negara itu.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Tantangan Bagi Erdogan

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (AP/Yasin Bulbul)
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (AP/Yasin Bulbul)

Serangan di Selandia Baru, yang dilancarkan ketika salat Jumat berlangsung, telah mendominasi pemberitaan lokal dan mancanegara selama beberapa hari terakhir. Tak terkecuali di Turki.

Turkiye mencatat bahwa "fasisme di negara-negara Barat menyebar gelombang demi gelombang." Erdogan, bersama Justice and Development Party (Partai Keadilan dan Pembangunan) menghadapi tantangan berat dari beberapa saingannya dalam pemilu lokal.

Ia nekat menunjukkan video penembakan di Selandia Baru saat kampanye di Izmir dan Antalya, meski sejumlah gambar ada yang dikaburkan. Dia pun heran, mengapa pejabat Barat tidak menyebut tersangka sebagai "teroris Kristen."

Pengamat politik menyebut, Recep Tayyip Erdogan berusaha untuk menggalang basis pemilihnya yang condong pada Islam menjelang pemilu, dengan memanfaatkan kejadian nahas di Christcurch --membandingkan antara Muslim dan Barat.

Dalam pemilu yang lalu, Erdogan telah 'memlintir' anggapan Eropa terhadap Turki untuk membuat para pendukungnya marah. Para ahli mengatakan, sikap itu mungkin membantu memenangkannya hanya beberapa poin persentase, serta cukup untuk mendorong partainya menang dalam pemilihan umum.

"Idenya adalah untuk mengkonsolidasikan pemilihnya dengan menggunakan 'kambing hitam' eksternal," kata Emre Erdogan, seorang profesor ilmu politik di Istanbul Bilgi University yang tidak memiliki hubungan dengan presiden.

"Dia menggunakan terminologi seperti 'Tentara Salib menyerang kita'. Pesannya adalah bahwa meskipun kami adalah mitra dagang penting dan anggota NATO, mereka (Tentara Salib) masih menyerang kami," imbuhnya.

Penyalahgunaan video pelaku penyerangan di Selandia Baru sebagai alat kampanye, yang disiarkan langsung melalui Facebook tersangka, telah meningkatkan peringatan keras di Wellington.

Wakil perdana menteri Selandia Baru, Winston Peters, mengatakan kepada wartawan bahwa ia tengah mendiskusikan video itu dengan pejabat Turki, termasuk menteri senior.

"Segala sesuatu yang salah menggambarkan negara ini, akan membahayakan masa depan dan keselamatan rakyat Selandia Baru dan orang-orang kami di luar negeri, dan itu sama sekali tidak adil," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya