Liputan6.com, Jakarta - Universitas Western Sydney, Australia, meluncurkan hijab berlogo universitas bagi para mahasiswi Muslim di Fakultas Keperawatan dan Kebidanan. Kebijakan ini merupakan yang pertama di Australia.
Pihak universitas ini menyatakan banyak mahasiswa keperawatan dan kebidanan yang berhenti kuliah di tahun-tahun terakhir, sebelum mencapai gelar sarjana mereka.
Baca Juga
Setelah berkonsultasi dengan komunitas Muslim, pihak universitas menemukan bahwa para mahasiswi Muslim mengalami berbagai kendala yang lebih berat dalam penanganan pasien.
Advertisement
Laporan ABC Indonesia, Selasa (28/5/2019) menyebutkan, aturan sederhana seperti "lengan di bagian bawah siku harus bebas dari pakaian" dari Departemen Kesehatan misalnya, telah menjadi kendala tersendiri bagi sebagian mahasiswi Muslim yang akan menjalani praktek klinis.
Ada pula sebagian mahasiswi Muslim yang mengaku mengalami kendala kultural ketika harus merawat pasien lawan jenisnya.
"Sekitar satu dekade terakhir, kami menerima peningkatan jumlah mahasiwi Muslim di keperawatan dan kebidanan," ujar Rakime Elmir, dosen keperawatan dan kebidanan, seperti dikutip SBS News.
Sebagai tindak-lanjut dari konsultasi dengan tokoh masyarakat dan mahasiswi Muslim, Fakultas Keperawatan dan Kebidanan universitas ini pun mengambil berbagai kebijakan.
Salah satunya, meluncurkan hijab dengan logo universitas sebagai seragam bagi para mahasiswi Muslim.
"Banyak mahasiswi ingin mengenakan rok, bukan celana panjang, karena dalam kepercayaan Islam dipentingkan mengenakan pakaian yang sopan," katanya.
"Kekhawatiran lainnya yaitu mahasiswi tidak mau menyingsingkan lengan baju mereka dalam praktek klinis unit di Universitas dan juga pada saat penempatan klinis," jelas Dr Elmir.
"Persoalan lainnya yaitu ketika harus merawat lawan jenis. Kita perlu mengatasi hal itu," ujarnya.
Dia mengungkapkan bahwa pernah ada kasus seorang mahasiswi yang meninggalkan pasien pria di kamar mandi dan tidak mau merawatnya sehingga pasien itu pingsan.
Dr Elmir yang juga seorang Muslimah mengatakan kuncinya adalah dengan melibatkan para pemuka masyarakat untuk menentukan dalam konteks ini apa saja yang sebenarnya dilarang menurut ajaran Islam.
"Ada kesalahpahaman dan kami sangat ingin menyajikan informasi yang jelas bagi mahasiswi dengan kepekaan," katanya.
"Kami membutuhkan pemuka masyarakat yang mendukung informasi ini dan menegaskan bahwa praketk keperawatan sebenarnya merupakan hal yang baik dalam Islam," kata Dr Elmir.
Demi Mengatasi Kesenjangan
Direktur Program Akademik (Klinis) Sue Willis mengatakan kebijakan universitas ini dimaksudkan mengatasi kesenjangan besar dalam ketersediaan tenaga bidan dan perawat Muslim.
Menurut Rektor Universitas Western Sydney, Barney Glover AO, universitas ini merupakan salah satu lembaga pendidikan tinggi dengan keragaman budaya di Australia.
"Kami bangga menjadi universitas pertama di Australia yang memperkenalkan hal ini. Ini mencerminkan komitmen kami mempromosikan keragaman, kesetaraan dan inklusivitas," tegasnya.
Dr Elmir mengatakan masih perlu adanya kejelasan dalam kebijakan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan New South Wales.
Di berbagai rumah sakit NSW, hijab tidak menjadi bagian dari seragam resmi meski para perawat terdaftar bisa mengenakannya sesuai seleranya sendiri selama warna pakaiannya sesuai dengan seragam yang ada.
Dr Elmir menyatakan perlunya sensitivitas agama dan budaya ditingkatkan di bidang ini.
"Beberapa mahasiswi kami masih mengalami pengalaman negatif pada penempatan klinis mereka. Ada sejumlah fasilitas yang meminta mereka menarik lengan baju hingga bagian siku begitu masuk ke sana," katanya.
Dia menambahkan bahwa tantangan ke depan masih sangat besar bagi para bidan dan perawat Muslim dalam menjalani praktek klinis.
Advertisement