Menlu AS Pertimbangkan Opsi Militer pada Iran, Sinyal Konflik Terbuka?

Menlu AS mengatakan bahwa negaranya mempertimbangkan "seluruh opsi", termasuk militer, demi menanggapi eskalasi tensi dengan Iran.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 17 Jun 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2019, 11:00 WIB
Pasukan khusus Korps Garda Revolusi Iran (IRGC)  (Wikimedia / Creative Commons)
Pasukan khusus Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) (Wikimedia / Creative Commons)

Liputan6.com, Washington DC - Menteri luar negeri Amerika Serikat, pada Minggu 17 Juni 2019, mengatakan bahwa negaranya mempertimbangkan "seluruh opsi", termasuk militer, demi menanggapi eskalasi tensi regional dengan Iran.

Tapi, Mike Pompeo menambahkan bahwa Presiden Donald Trump tak menginginkan perang pecah antara kedua negara.

"Amerika Serikat mempertimbangkan berbagai opsi. Kami telah memberikan penjelasan kepada Presiden beberapa kali, dan kami akan terus memperbarui informasi kepadanya," kata Pompeo seperti dikutip dari CNN, Senin (17/6/2019).

"Kami yakin bisa menyiapkan seperangkat tindakan untuk mengembalikan efek jera (terhadap Iran), yang mana itu merupakan tujuan kita," tambahnya.

Otorisasi untuk Memulai Perang terhadap Iran

Ketika didesak untuk mengelaborasi pernyataannya, terutama terkait potensi "opsi militer" terhadap Iran yang diutarakan tersirat, Menlu Pompeo menjawab dengan mengatakan, "AS selalu memiliki otorisasi untuk membela kepentingan Amerika."

Dalam Konstitusi AS, Pasal I memberikan Kongres (Parlemen) kekuasaan untuk menyatakan perang, sementara Presiden memperoleh kekuasaan untuk mengarahkan militer berdasarkan Pasal II.

Namun, dalam hal itu, Kongres dan Presiden kerap tidak satu suara, seperti pada operasi militer AS melawan ISIS --dimana Kongres tidak pernah memberikan suara penuh untuk mengotorisasi perang tersebut.

Di sisi lain, Pompeo sendiri mengatakan bahwa "Presiden Trump telah melakukan segala yang dia bisa untuk menghindari perang - kita tidak ingin perang."

Ia menambahkan, "Kami telah melakukan apa yang kami bisa untuk mencegah itu. Orang-orang Iran harus memahami dengan sangat jelas hal itu, (tapi) kami akan terus mengambil tindakan yang menghalangi Iran untuk terlibat dalam perilaku semacam ini."

Insiden Penyerangan 2 Tanker di Dekat Perairan Iran

Presiden Amerka Serikat (AS) Donald Trump siap meluncurkan sanksi paling berat terhadap Iran, Senn, 5 November 2018  (AFP).
Presiden Amerka Serikat (AS) Donald Trump siap meluncurkan sanksi paling berat terhadap Iran, Senn, 5 November 2018 (AFP).

Komentar Pompeo muncul menyusul insiden dugaan penyerangaan pada dua kapal tanker internasional yang membawa minyak dan bahan kimia komposisi petroleum di Teluk Oman --rute pelayaran vital yang telah menjadi titik fokus ketegangan regional selama beberapa dekade.

Telunjuk negara-negara Arab dan Barat mengarah pada Iran, namun Teheran membantah keras telah ambil andil dalam insiden itu.

Menurut laporan US Central Command (Komando Pasukan AS di Timur Tengah), unit angkatan laut mereka menerima panggilan darurat pada 13 Juni 2019 dari Front Altair milik Norwegia pukul 06:12 (02:12 GMT) dan dari Kokuka Courageous milik Jepang pukul 07:00.

Keduanya melaporkan ledakan, dan salah satu kapal mengalami kebakaran ringan.

Front Altair membawa nafta, produk bensin, dari Uni Emirat Arab ke Taiwan. Kokuka Courageous membawa metanol dari Arab Saudi ke Singapura.

Menurut perusahaan pemantau satelit global Iceye, kerusakan pada Front Altair menyebabkan tumpahan minyak di perairan sekitar kapal.

Simak video-nya di bawah ini:

Tanggapan Iran

Bendera Iran (Atta Kenare / AFP PHOTO)
Bendera Iran (Atta Kenare / AFP PHOTO)

Pemimpin Parlemen Iran, Ali Larijani mengatakan bahwa insiden dugaan penyerangan itu merupakan aksi sabotase AS dan kemudian menjadikan Iran sebagai kambing hitam.

Soal komentar "berbagai opsi AS" yang diutarakan Menlu Mike Pompeo, Larijani mengatakan bahwa "diplomasi harus bertemu dengan diplomasi."

"AS menyebut terorisme ekonomi (sanksi) terberat yang diterapkann kepada kami sebagai diplomasi; dan keluar dari perjanjian nuklir sebagai hal yang sama ... maka 'diplomasi' harus dibalas dengan 'diplomasi'," jelas Larijani.

Menteri Luar Negeri Javad Zarif di Twitter menuduh AS membuat tuduhan "tanpa bukti faktual atau tidak langsung" dan berusaha untuk "menyabot diplomasi".

Sementara itu, Misi Iran di PBB mengecam sekeras-kerasnya tuduhan-tuduhan tak mendasar dari Amerika dan menyebutnya sebagai bentuk 'fobia Iran'.

Iran juga menolak bahwa mereka sebagai pihak yang memicu instabilitas di Timur Tengah.

"Ironis bahwa sejatinya AS-lah ... yang menjadi sumber utama ketidak-aman-an dan instabilitas di Teluk Persia, serta menjadi ancaman utama terhadap perdamaian di kawasan," lanjut pernyataan Misi Iran di PBB yang diterima Liputan6.com dari Kedutaan Iran di Jakarta, Sabtu 15 Juni 2019.

Pernyataan itu juga mengutuk "langkah AS yang melanggar hukum" karena "telah secara sepihak keluar dari kesepakatan nuklir Iran."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya