Liputan6.com, Tunis - Kamis 25 Juli 2019, Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi meninggal dunia. Ia mengembuskan napas terakhirnya di usia 92 tahun.
Al Jazeera yang dikutip Jumat (26/7/2019) melaporkan, pemerintah Tunisia kemudian menyatakan tujuh hari atau sepekan masa berkabung setelah kematian pemimpin negara pertama yang terpilih secara demokratis.
Belasungkawa mengalir dari beberapa negara Arab.
Advertisement
Baca Juga
Dalam upacara yang tergesa-gesa beberapa jam setelah kematian Beji Caid Essebsi, kepala parlemen, Mohamed Ennaceur, dilantik sebagai presiden Tunisia sementara.
Ennaceur yang berusia 85 tahun akan memimpin negara itu sampai pemilihan presiden diadakan pada pertengahan September, Komisi Pemilihan Independen mengumumkan pada hari Kamis. Pemilihan presiden pada awalnya dijadwalkan pada 17 November.
Salah satu pemimpin negara tertua di dunia, Essebsi meninggal pada Kamis pagi di rumah sakit militer Tunis. Ia di mana ke tempat itu pada malam sebelumnya.
Ini adalah ketiga kalinya dalam beberapa pekan terakhir dia dirawat di rumah sakit.
Presiden Tunisia itu sempat dirawat di rumah sakit dengan penyakit parah pada akhir Juni. Sempat sembuh, ia dikabarkan kembali ke perawatan intensif pada Kamis 25 Juli (bertepatan dengan peringatan hari kemerdekaan negara) kata salah satu putranya.
Sebelumnya, putra sang presiden Tunisia, Hafedh Caid Essebsi mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa "segalanya tidak berjalan baik".
Pemakaman Beji Caid Essebsi direncanakan digelar pada hari Sabtu.
Saksikan Juga Video Berikut Ini:
Sepak Terjang
Essebsi dipandang sebagai sosok pemersatu tetapi pada akhirnya tidak mampu membawa kemakmuran atau ketenangan abadi ke negara yang dilanda krisis ekonomi dan menangkis serangan mematikan sporadis.
Ia menjadi perdana menteri pada tahun 2011 setelah penguasa lama Zine El Abidine Ben Ali digulingkan, Essebsi terpilih sebagai presiden tiga tahun kemudian, menjadi kepala negara yang dipilih secara langsung pertama di negara itu setelah pemberontakan Arab Spring.
Sebagai perdana menteri, ia membantu merancang konstitusi demokratis baru yang menjamin hak-hak dasar seperti kebebasan berbicara dan mempersiapkan Tunisia untuk pemilihan umum yang bebas.
Dia juga ikut memperantarai kesepakatan pembagian kekuasaan bersejarah antara gerakan Nidaa Tounes dan partai Islam Ennahda yang membantu memantapkan negara itu, karena bagian-bagian lain di kawasan ini seperti Suriah, Yaman atau Libya berjuang dengan pergolakan dan kekerasan.
Sebagai pengakuan atas peran mereka, kelompok masyarakat sipil Tunisia memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada 2015.
Meskipun Tunisia tetap menjadi pengecualian demokratis di wilayah yang bermasalah, para kritikus menuduh Essebsi berusaha memberikan penyerahan dinasti kepada putranya, mendayung balik pada beberapa kebebasan pasca-revolusi, dan gagal mendukung komisi kebenaran yang mencari keadilan bagi para korban pemerintahan otoriter.
Essebsi baru-baru ini mengumumkan bahwa ia tidak akan mencalonkan diri dalam pemilihan yang dijadwalkan untuk November, dengan mengatakan orang yang lebih muda harus memimpin negara itu.
Advertisement
Duka Cita dari Jokowi
Mengetahui kabar duka itu, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), menyampaikan dukacita mendalam atas wafatnya Presiden Tunisia, Beji Caid Essebsi, pada Kamis 25 Juli waktu setempat.
"Atas nama Pemerintah dan rakyat Indonesia, saya menyampaikan duka cita yang mendalam atas meninggalnya Presiden Tunisia, Beji Caid Essebsi," kata Presiden Jokowi melalui akun Twitternya @Jokowi.
Jokowi mengatakan Essebsi akan dikenang karena perannya dalam memajukan demokrasi dan reformasi.