Demo Black Lives Matter, Warga Australia Abaikan Peringatan COVID-19

Warga Australia di Sydney abaikan peringatan COVID-19 untuk demo Black Lives Matter.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jun 2020, 10:00 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2020, 10:00 WIB
Demonstran Tiarap di Jalan
Ilustrasi: Anggota komunitas LGBTQ bersama pengunjuk rasa Black Lives Matter melakukan aksi tiarap di jalan dengan tangan seolah terikat di West Hollywood, California, Rabu (3/6/2020). Aksi menyimbolkan momen terakhir George Floyd. (AP/Richard Vogel)

Liputan6.com, Sydney - Kasus Virus Corona (COVID-19) sudah menurun, namun pemerintah masih meminta masyarakat mengikuti protokol kesehatan. Imbauan pemerintah tidak diindahkan oleh sekelompok warga Sydney yang memilih unjuk rasa Black Lives Matter.

Dilaporkan VOA Indonesia, Minggu (7/6/2020), Para demonstran berunjuk rasa di kota-kota besar seperti Sydney dan Melbourne dan di kota-kota kecil di seluruh negara itu, setelah pengadilan membatalkan sebuah putusan pada Jumat lalu yang menyatakan demo di Sydney itu ilegal atas pertimbangan kesehatan.

Pemerintah khawatir jika demonstasi bisa membuat lonjakan kasus COVID-19.

Para peserta membawa poster-poster bertuliskan “Saya tak bisa bernapas,” salah satu kalimat terakhir yang diucapkan oleh George Floyd pada 25 Mei. Dia adalah warga kulit hitam Amerika yang meninggal dunia setelah lehernya ditindih lutut seorang polisi berkulit putih.

Poster lain bertuliskan “Cerita sama, tanah berbeda,” merujuk pada rasisme sistemik di negara itu yang menyebabkan banyak kematian warga Aborigin Australia dan tingginya tingkat penahanan terhadap warga suku asli tersebut.

Sementara, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah mengubah anjurannya mengenai masker. WHO mengatakan masker harus dikenakan di tempat dimana COVID-19 tersebar luas dan sulit melakukan jaga jarak.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Pakar: Demo Jadi Tempat Sempurna Penularan Corona COVID-19

Demo Kematian George FLoyd Masih Berlanjut di AS
Ribuan orang berkumpul untuk demonstrasi damai dalam mendukung George Floyd dan Regis Korchinski-Paquet dan protes terhadap rasisme, ketidakadilan dan kebrutalan polisi, di Vancouver (31/5/2020). (Darryl Dyck / The Canadian Press via AP)

Demo anti-rasisme akibat kematian George Floyd yang berlangsung dalam dua pekan terakhir membuat pakar kesehatan cemas. Lonjakan kasus Virus Corona (COVID-19) dikhawatirkan terjadi karena ribuan orang turun ke jalan.

Dr. Anthony Fauci, anggota gugus tugas Virus Corona di Gedung Putih, mengatakan niat pendemo baik, tetapi ia mengakui demo ini membawa risiko baru. 

"Alasan-alasan untuk berdemo adalah valid, namun demo itu sendiri membawa risiko tambahan," ujar Dr. Fauci kepada radio WTOP.

Ia berkata demonstansi membuat orang tidak mengikuti social distancing. Selain itu, pendemo yang batuk-batuk usai polisi menyemprot gas air mata juga menambah risiko penularan Virus Corona.

Dr. Fauci berkata ia dan koleganya di bidang kesehatan masyarakat cemas terhadap potensi penularan akibat demo yang ia sebut sebagai tempat sempurna untuk penularan.

"Hal ini adalah situasi sempurna untuk penyebaran virus dalam artinya bisa menciptakan blip (peningkatan sementara) yang bisa berubah menjadi lonjakan," ujarnya.

Demo anti-rasisme terjadi di tengah transisi Presiden AS Donald Trump menuju pembukaan ekonomi. Titik demo tersebar di beberapa lokasi di AS, ada demo yang berjalan damai, dan ada yang diwarnai bentrokan hingga penjarahan.

Penduduk di Prancis dan Belanda juga ikut turun ke jalan untuk menunjukan simpati mereka. Dr. Fauci berharap agar pendemo tetap memakai masker dan jangan dilepas.

"Saya melihat di TV ketika demonstansinya memanas, orang-orang bisa melepas masker mereka," kata Dr. Fauci.

"Kamu bisa saja berada di situasi yang bisa mendorong penyebaran infeksi dan itu sangat mengkhawatirkan," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya