Dikenal Perusak Ekosistem, Enceng Gondok Bisa Bersihkan Tumpahan Minyak di Air

Eceng gondok membahayakan ekosistem yang kaya dan rapuh, tapi perusahaan ini mengubahnya menjadi alat pembersih tumpahan minyak di air.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Agu 2020, 16:03 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2020, 16:03 WIB
Ilustrasi-Ganja
Ilustrasi Ganja (Liputan6.com)

Liputan6.com, Benin - Dengan daunnya yang segar dan bunganya yang ungu, eceng gondok terlihat cantik, namun tanaman ini mematikan. Mengapa demikian?

Seperti dikutip dari CNN, Sabtu (29/8/2020), tanaman ini adalah spesies invasif. Diperkenalkan ke Afrika dari Amerika Selatan pada akhir 1800-an.

Eceng gondok telah mendatangkan kejadian buruk bagi manusia karena menutup danau dan saluran air, menghancurkan ekosistem, dan membahayakan mata pencaharian. 

Data terbaru tentang ekonomi mengenai tanaman gulma ini sangat kurang, namun di Benin, infestasi selama tahun 1999 ditemukan pengurangan pendapatan tahunan untuk 200.000 orang yang berkisar sekitar $84 juta.

Itulah sebabnya Green Keeper Africa, perusahaan rintisan di Benin yang didirikan pada tahun 2014, mencoba mengurangi penyebaran gulma dengan mengeluarkannya dari saluran air dan menggunakannya untuk membuat zat berserat yang dapat membantu membersihkan tumpahan minyak.

Perusahaan memiliki dua tujuan utama, kata Geneviève Yehounme, direktur komersialnya. "Pertama, mengeluarkan tanaman dari lingkungan. Dan kedua, menyediakan penyerap yang dapat digunakan untuk mengendalikan polusi industri," katanya kepada CNN Business.

Misi Membersihkan Air

Kurang Perawatan, Eceng Gondok Kembali Tumbuh di Waduk Plui
Suasana Waduk Pluit yang banyak tumbuh enceng gondok, Jakarta, Senin (17/12). Kurangnya perhatian serta perawatan menyebabkan tanaman yang berpotensi menjadi hama tersebut kembali tumbuh dan berkembang di Waduk Pluit. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Perusahaan rintisan ini mengambil eceng gondok dari Danau Nokoué, di tenggara negara itu, di mana tanaman tersebut telah menganggu para masyarakat," kata Yehounme.

"Orang-orang sangat bergantung pada penangkapan ikan, dan aktivitas utama itu terancam akibat eceng gondok," katanya.

Alas tebal dari rumput liar menghalangi akses ke zona memancing dan menghalangi sinar matahari dan oksigen masuk ke air, yang dapat membunuh ikan. Hal ini membuat stok ikan menjadi habis. 

Tanaman dapat memperparah banjir selama musim hujan, dengan mencegah air mengalir ke sungai dan saluran irigasi. Tak hanya itu, penyumbatan air juga merambah hutan bakau di daerah tersebut, membahayakan ekosistem yang kaya dan membuatnya rapuh.

Green Keeper Africa kemudian memanen eceng gondok, mengeringkan tanaman dan memecahnya menjadi serat lepas yang dipasarkan sebagai GKSORB, yang dapat dikemas ke dalam tas, bantal, dan "kaus kaki". Produk dijual dalam paket emergency spill kits, yang dapat disimpan di lokasi atau di dalam kendaraan, dan mampu menyerap tumpahan minyak hingga 58 galon (220 liter).

Perusahaan minyak dan gas, seperti Puma Energy Benin, membeli produk tersebut, kata Yehounme, seraya menambahkan bahwa mereka memberikan alternatif ramah lingkungan untuk metode yang ada dan bekerja baik di darat maupun di air.

"Sementara tumpahan minyak yang besar biasanya dibersihkan dengan metode seperti boom, skimmer, atau divakum, penyerap yang longgar berguna untuk tumpahan yang lebih kecil terutama di darat," jelas Miguel Patel, penasihat teknis senior untuk International Tanker Owners Pollution Federation.

Jenis penyerap yang paling umum adalah sintetis, tambahnya, tetapi penyerap organik bermanfaat karena menghasilkan limbah yang tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan.

Green Keeper Africa bekerja dengan mitra untuk mengumpulkan dan membuang produk bekas. Tumpukan yang direndam minyak dibakar, dengan energi yang dihasilkan digunakan untuk menyalakan kiln semen lokal.

"Kami tidak ingin mereka [klien] mengubur limbah, jadi kami memastikan bahwa lingkaran ditutup dari bahan mentah hingga pemusnahan limbah," kata Yehounme.

Meski memanen 3.900 ton tanaman setiap tahun, startup tersebut hanya membuat sedikit perubahan dalam masalah eceng gondok. Gulma akuatik berkembang biak dengan sangat cepat sehingga koloni tumbuhan dapat menggandakan biomassa dalam waktu kurang dari dua minggu.

Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa menemukan penggunaan komersial untuk tanaman tidak membantu memberantasnya.

"Dalam pengalaman kami, pemanfaatan tanaman invasif tidak pernah berkontribusi pada pengendaliannya," Arne Witt, koordinator regional untuk spesies invasif untuk Pusat Pertanian dan Biosains Internasional, mengatakan kepada CNN Business.

Faktanya, itu bahkan bisa berkontribusi pada penyebaran gulma karena orang akan melihatnya sebagai sesuatu yang bisa mereka untung, dia memperingatkan.

"Tujuan utama kami harus mencoba membuang sebanyak mungkin tanaman - pemanfaatan apa pun harus sekunder," kata Witt.

Keuntungan Enceng Gondok

Kurang Perawatan, Eceng Gondok Kembali Tumbuh di Waduk Plui
Suasana Waduk Pluit yang banyak tumbuh enceng gondok, Jakarta, Senin (17/12). Kurangnya perhatian serta perawatan menyebabkan tanaman yang berpotensi menjadi hama tersebut kembali tumbuh dan berkembang di Waduk Pluit. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Yehounme berpendapat bahwa Green Keeper Africa membantu komunitas lokal dengan menghilangkan gulma dan menciptakan lapangan kerja.

Perusahaan mempekerjakan jaringan lebih dari 1.000 orang dari desa setempat untuk membantu memanen tanaman, 80% di antaranya adalah perempuan, kata Yehoumne.

Dia berharap seiring dengan pertumbuhan permintaan produk, maka dampak lingkungan dan sosial perusahaan juga akan meningkat.

Green Keeper Africa mengatakan telah mengumpulkan lebih dari $ 171.000 dalam pendanaan dan penjualan tahunan rata-rata sekitar $ 90.000. Hal inidiperkirakan akan meningkat seiring dengan ekspansi perusahaan ke negara Afrika Barat lainnya.

Ekspansi ini telah ditunda akibat pandemi COVID-19, namun perusahaan tetap berencana  untuk melakukan ekspansi di Ghana dan Pantai Gading setelah bisinis akan dilanjutkan. 

 

Reporter: Yohana Belinda

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya