Liputan6.com, Seoul - Putra dari seorang pegawai perikanan yang dibunuh aparat Korea Utara pada September 2020, memohon kepada Presiden Moon Jae-in agar menemukan kebenaran. Sebelumnya, pegawai tersebut diduga ingin membelot ke Korea Utara.
Penjaga pantai Korea Selatan mengungkap, pegawai perikanan tersebut lompat dari kapal monitoring dan berenang ke Korea Utara. Akhir cerita, ia ditembak mati aparat Korut.
Advertisement
Baca Juga
Putra dari korban mengaku tidak mungkin ayahnya berenang puluhan kilometer menuju Korea Utara.
"Apa Anda pikir itu sangat masuk akal bahwa ayah saya yang tak pernah belajar berenang, dan berat badannya hanya 68 kg untuk tingginya yang 180 cm, berenang 38 km melawan gelombang pasang surut?" tulis putra dari korban yang berusia 17 tahun.
Pemuda itu juga berkata ayahnya sangat bangga dengan pekerjannya, sehingga ia ragu ayahnya kabur ke Korea Utara. Ia yakin ayahnya diancam oleh Korea Utara sehingga data pribadinya dapat diketahui.
Selain itu, ia menyesalkan karena tak bisa melihat jasad ayahnya yang meninggal di perairan Korea Utara. Ia berkata keluarganya merasa sakit hati.
"Saya ingin bertanya apa yang negara ini lakukan ketika ayah saya dibunuh secara brutal, dan mengapa negara saya tidak bisa melindunginya," ujar pemuda itu.
Pihak keluarga kini meminta PBB untuk menginvestigasi kasus tersebut agar insiden ini tak berulang.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Korea Utara Minta Maaf
Penasihat keamanan nasional Korea Selatan mengatakan bahwa Korea Utara menyatakan penyesalannya atas kematian seorang warga Korea Selatan yang hilang.
Dilansir Channel News Asia, Jumat 25 September 2020, pihak Korea Utara menerangkan bahwa mereka menembaki warga Korea Selatan tersebut sebagai bagian dari langkah-langkah untuk mencegah penyebaran Virus Corona COVID-19.
Sehari setelah setelah para pejabat Seoul menyatakan bahwa tentara Korea Utara menembak mati dan mengkremasi seorang warga Korea Selatan, Departemen Front Bersatu Korea Utara, yang bertanggung jawab atas hubungan lintas perbatasan, mengirim surat ke kantor Presiden Moon Jae-in.
Menurut penasehat keamanan Presiden Moon Jae-in, Suh Hoon, surat itu mengutip pernyataan dari Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, yang menyatakan bahwa ia "meminta maaf" atas insiden tersebut, dan mengecewakan publik Korea Selatan, serta mengatakan bahwa peristiwa itu seharusnya tidak terjadi.
Pada 24 September, Kementerian Pertahanan di Seoul melaporkan bahwa seorang pejabat perikanan Korea Selatan (47 tahun), telah menghilang dari kapal patroli dan berakhir di perairan Pyongyang, menambahkan bahwa pejabat tersebut menaiki kapal di dekat pulau perbatasan barat Yeonpyeong.
Kementerian tersebut kemudian menambahkan, bahwa setelah dilakukannya analisis intelijen, militer Korea Selatan "mengkonfirmasi bahwa Korea Utara menembaki seorang warga Korea Selatan yang ditemukan di laut utara dan mengkremasi tubuhnya."
Advertisement
Isi Surat dari Korea Utara
Suh Hoon yang mengutip surat itu mengungkapkan bahwa tentara Korea Utara melepaskan lebih dari 10 tembakan ke pejabat tersebut, setelah ia menolak untuk mengungkapkan identitasnya dan mencoba melarikan diri.
Surat tersebut juga menyatakan bahwa para tentara tidak mengkremasi tubuh pejabat tersebut, melainkan membakar perangkat pelampung yang ia gunakan, berdasarkan instruksi manual anti-virus mereka.
Mengacu pada surat itu, Suh Hoon menerangkan, "Para tentara tidak dapat menemukan lokasinya selama pencarian setelah melepaskan tembakan, mereka membakar perangkat tersebut di bawah langkah-langkah pencegahan penyakit darurat nasional".
Sementara itu, belum adanya rincian jelas tentang bagaimana pejabat tersebut bisa berada di kawasan perairan Korea Utara.
Berdasarkan laporan sebelumnya, sepatu milik pejabat itu ditemukan di kapal patroli, yang membuat spekulasi bahwa ia mungkin mencoba untuk membelot.
Pesan itu datang ketika Presiden Moon Jae-in tengah menghadapi dampak politik yang intens atas insiden tersebut, yang bertepatan dengan dorongan baru kebijakan untuk melibatkan Pyongyang.
Pada awal September 2020, Komandan Pasukan AS untuk Korea, Robert Abrams menyebutkan bahwa pihak berwenang Korea Utara mengeluarkan perintah menembak mati untuk mencegah penyebaran Virus Corona memasuki negara mereka dari China.
Pyongyang diketahui telah menutup perbatasannya dengan China pada Januari 2020, untuk mencoba mencegah kontaminasi.
Media pemerintah Korea Utara mengatakan pada Juli 2020 bahwa negara tersebut telah menaikkan keadaan darurat ke tingkat maksimum.