Canberra - Sidang Dewan HAM PBB menyorot isu yang dialami warga Aborigin di Australia. Isu ini dibahas pada Sidang Dewan HAM yang digelar lima tahun sekali pada Kamis (21/1/2021).
Dilaporkan ABC Australia, Direktur eksekutif Pusat Hak Asasi Manusia, Hugh de Kretser mengatakan Australia harus siap menghadapi "pengawasan intens" terkait masalah hak asasi manusia.
Baca Juga
"Sebagai negara yang makmur dengan demokrasi yang stabil, Australia dapat menjadi yang terdepan dalam urusan HAM, namun seringkali pemerintahnya gagal untuk menghormati hak tersebut di area penting," katanya seperti dilansir ABC Indonesia.
Advertisement
"Perlakuan Australia terhadap suku Aborigin dan Kepulauan Selat Torres, serta pengungsi dan pencari suaka secara umum kemungkinan besar akan menjadi sorotan dalam peninjauan tersebut."
Warga Aborigin dan Kepulauan Selat Torres menempati paling tidak 28 persen populasi penjara di Australia. Padahal, mereka hanyalah 3,3 persen dari total populasi Australia.
Priscilla Atkins, wakil kepala Layanan Hukum Aborigin dan Kepulauan Selat Torres Nasional (NATSILS) mengatakan Peninjauan Berskala Universal adalah "kesempatan penting bagi pemerintah untuk menghormati hak asasi warga Aborigin dan Kepulauan Selat Torres".
"Suku kami terus-terusan mengalami ketidakadilan dari praktik diskriminatif, rasisme sistemik, kebijakan berlebihan, pelanggaran HAM dan kematian dalam tahanan dalam sistem keadilan," katanya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Perlakuan HAM Australia
Swedia, Uruguay, dan Republik Ceko sebelumnya sempat mempertanyakan jumlah tahanan yang berlebihan di penjara Australia.
Inggris mempertanyakan dengan mengutip Pernyataan Uluru dari Hati, yang diterbitkan tahun 2017, soal rencana Pemerintah Australia untuk "bekerjasama dan mendengarkan pemimpin Aborigin, dan memberikan tempat suara bagi suku Aborigin di parlemen".
Sementara itu, Jerman ingin tahu mengapa Australia menunda keputusan untuk menaikkan umur minimal penjatuhan hukuman kriminal dari 10 tahun menjadi 14 tahun.
Di sisi lain, pemerintah Australia mengaku telah melakukan "pencapaian signifikan dalam realisasi hak asasi manusia", sejak peninjauan tahun 2015, seperti yang pernah dilaporkan The Guardian.
Pencapaian tersebut antara lain adalah dalam hal kekerasan dalam rumah tangga dan keluarga, perdagangan manusia, dan legalisasi pernikahan sesama jenis.
Walau demikian, pemerintah negara tersebut mengatakan pandemi COVID-19 telah menimbulkan tantangan baru dalam melindungi hak asasi manusia di Australia, walau usaha masih tetap dilakukan.
Advertisement