PBB: Dunia Sudah Kehabisan Waktu untuk Benahi Krisis Iklim

PBB menyatakan bahwa dunia telah kehabisan waktu untuk membenahi krisis iklim.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 20 Apr 2021, 15:32 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2021, 15:32 WIB
Ilustrasi perubahan iklim
Ilustrasi perubahan iklim (AFP)

Liputan6.com, Jenewa - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut bahwa 2021 harus menjadi tahun aksi untuk melindungi orang-orang dari efek "bencana" perubahan iklim, menjelang pertemuan puncak penting yang diadakan AS.

Melansir Channel News Asia, Selasa (20/4/2021), PBB memperingatkan waktu hampir habis untuk mengatasi krisis iklim, dengan pandemi COVID-19 telah gagal menghentikan perubahan iklim yang "tanpa henti".

Seruan itu muncul bersamaan dengan laporan utama menjelang KTT iklim Presiden AS Joe Biden yang dimulai pada hari Kamis.

Empat puluh pemimpin dunia telah diundang untuk menghadiri pembicaraan virtual Biden yang bertujuan menggalang upaya negara-negara besar untuk mengatasi krisis iklim.

"Kami berada di ambang jurang," Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan pada konferensi pers saat ia mengungkapkan laporan Keadaan Iklim Global 2020 oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) PBB.

"Ini benar-benar tahun yang sangat penting bagi masa depan umat manusia. Dan laporan ini menunjukkan kita tidak punya waktu untuk disia-siakan, gangguan iklim ada di sini," kata Guterres, seraya mendesak negara-negara untuk "mengakhiri perang kita terhadap alam."

Simak Video Pilihan di Bawah Ini:

2020 Tahun Terpanas

Hadapi Global Warming, Mesin Penghisap Emisi Karbon Kini Dibangun
Emisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. (Pixabay)

Laporan tersebut menggambarkan tahun 2020 sebagai salah satu tahun terpanas dalam catatan, sementara konsentrasi gas rumah kaca meningkat meskipun terjadi perlambatan ekonomi terkait pandemi.

Tahun lalu menunjukkan bahwa "cuaca ekstrim dan gangguan iklim, yang dipicu oleh perubahan iklim antropogenik, mempengaruhi kehidupan, menghancurkan mata pencaharian dan memaksa jutaan orang meninggalkan rumah mereka," kata Guterres.

"Ini adalah tahun untuk bertindak. Negara-negara harus berkomitmen untuk mencapai nol emisi pada tahun 2050," kata ketua PBB itu.

"Mereka perlu bertindak sekarang untuk melindungi orang dari efek bencana perubahan iklim."

Perjanjian Paris

Warga AS Tolak Keputusan Trump Keluar dari Perjanjian Paris
Demonstran berkumpul di dekat Gedung Putih di Washington, AS, Kamis (1/6). Demonstran memprotes keputusan Donald Trump yang menarik AS dari perjanjian Paris tentang perubahan iklim yang disepakati pada 2015. (AP/ Susan Walsh)

Perjanjian Paris 2015 tentang perubahan iklim menyerukan untuk membatasi pemanasan global di bawah dua derajat celcius di atas tingkat pra-industri, sementara negara-negara akan berupaya untuk membatasi kenaikan hingga 1,5 derajat celcius.

WMO percaya setidaknya ada satu dari lima kemungkinan suhu global rata-rata untuk sementara melebihi 1,5 derajat celcius pada tahun 2024.

Perjanjian Paris akan menonjol pada KTT Biden, yang dilihat oleh aktivis lingkungan muda Swedia Greta Thunberg sebagai peluang untuk membantu "mengubah pola pikir kita" agar lebih serius tentang perubahan iklim.

"Selama kita tidak benar-benar memperlakukan krisis seperti krisis, tentu saja kita tidak akan dapat mencapai perubahan besar," kata Thunberg dalam acara Organisasi Kesehatan Dunia.

Laporan tahunan WMO yang terdiri dari 56 halaman mendokumentasikan indikator-indikator sistem iklim, termasuk peningkatan suhu daratan dan lautan, kenaikan permukaan laut, pencairan es, dan cuaca ekstrem.

Ini juga menyoroti dampak pada pembangunan sosio-ekonomi, migrasi dan pengungsian, dan ketahanan pangan.

Kepala WMO Petteri Taalas mengatakan: "Semua indikator iklim utama dan informasi dampak yang diberikan dalam laporan ini menunjukkan perubahan iklim yang terus-menerus tanpa henti, peningkatan kejadian dan intensifikasi peristiwa berdampak tinggi dan kerugian parah serta kerusakan yang mempengaruhi orang, masyarakat dan ekonomi."

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya