Liputan6.com, Jenewa - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut bahwa 2021 harus menjadi tahun aksi untuk melindungi orang-orang dari efek "bencana" perubahan iklim, menjelang pertemuan puncak penting yang diadakan AS.
Melansir Channel News Asia, Selasa (20/4/2021), PBB memperingatkan waktu hampir habis untuk mengatasi krisis iklim, dengan pandemi COVID-19 telah gagal menghentikan perubahan iklim yang "tanpa henti".
Advertisement
Seruan itu muncul bersamaan dengan laporan utama menjelang KTT iklim Presiden AS Joe Biden yang dimulai pada hari Kamis.
Empat puluh pemimpin dunia telah diundang untuk menghadiri pembicaraan virtual Biden yang bertujuan menggalang upaya negara-negara besar untuk mengatasi krisis iklim.
"Kami berada di ambang jurang," Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan pada konferensi pers saat ia mengungkapkan laporan Keadaan Iklim Global 2020 oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) PBB.
"Ini benar-benar tahun yang sangat penting bagi masa depan umat manusia. Dan laporan ini menunjukkan kita tidak punya waktu untuk disia-siakan, gangguan iklim ada di sini," kata Guterres, seraya mendesak negara-negara untuk "mengakhiri perang kita terhadap alam."
Simak Video Pilihan di Bawah Ini:
2020 Tahun Terpanas
Laporan tersebut menggambarkan tahun 2020 sebagai salah satu tahun terpanas dalam catatan, sementara konsentrasi gas rumah kaca meningkat meskipun terjadi perlambatan ekonomi terkait pandemi.
Tahun lalu menunjukkan bahwa "cuaca ekstrim dan gangguan iklim, yang dipicu oleh perubahan iklim antropogenik, mempengaruhi kehidupan, menghancurkan mata pencaharian dan memaksa jutaan orang meninggalkan rumah mereka," kata Guterres.
"Ini adalah tahun untuk bertindak. Negara-negara harus berkomitmen untuk mencapai nol emisi pada tahun 2050," kata ketua PBB itu.
"Mereka perlu bertindak sekarang untuk melindungi orang dari efek bencana perubahan iklim."
Advertisement
Perjanjian Paris
Perjanjian Paris 2015 tentang perubahan iklim menyerukan untuk membatasi pemanasan global di bawah dua derajat celcius di atas tingkat pra-industri, sementara negara-negara akan berupaya untuk membatasi kenaikan hingga 1,5 derajat celcius.
WMO percaya setidaknya ada satu dari lima kemungkinan suhu global rata-rata untuk sementara melebihi 1,5 derajat celcius pada tahun 2024.
Perjanjian Paris akan menonjol pada KTT Biden, yang dilihat oleh aktivis lingkungan muda Swedia Greta Thunberg sebagai peluang untuk membantu "mengubah pola pikir kita" agar lebih serius tentang perubahan iklim.
"Selama kita tidak benar-benar memperlakukan krisis seperti krisis, tentu saja kita tidak akan dapat mencapai perubahan besar," kata Thunberg dalam acara Organisasi Kesehatan Dunia.
Laporan tahunan WMO yang terdiri dari 56 halaman mendokumentasikan indikator-indikator sistem iklim, termasuk peningkatan suhu daratan dan lautan, kenaikan permukaan laut, pencairan es, dan cuaca ekstrem.
Ini juga menyoroti dampak pada pembangunan sosio-ekonomi, migrasi dan pengungsian, dan ketahanan pangan.
Kepala WMO Petteri Taalas mengatakan: "Semua indikator iklim utama dan informasi dampak yang diberikan dalam laporan ini menunjukkan perubahan iklim yang terus-menerus tanpa henti, peningkatan kejadian dan intensifikasi peristiwa berdampak tinggi dan kerugian parah serta kerusakan yang mempengaruhi orang, masyarakat dan ekonomi."
Â