Jutaan Warga Myanmar Kesulitan Beli Bahan Pangan Akibat Kudeta Militer

Warga Myanmar mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan pangan karena kenaikan harga yang terjadi setelah kudeta militer.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 28 Mei 2021, 15:00 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2021, 15:00 WIB
Warga Myanmar mengantre bantuan makanan.
Dalam foto yang diambil pada 21 Mei 2021 ini, orang-orang menunggu untuk menerima kantung beras yang didistribusikan oleh Program Pangan Dunia (WFP) sebagai bagian dari upaya bantuan pangan untuk mendukung warga yang tinggal di komunitas miskin di pinggiran Yangon. (Foto: AFP / STR)

Liputan6.com, Yangon - Aye Mar duduk bersama tujuh anaknya di dapur mereka di Yangon dan khawatir apakah makanan mereka yang terdiri dari nasi dan sayuran berserat - yang dia mampu beli di Myanmar yang dilanda kudeta - akan memuaskan rasa lapar mereka.

Ekonomi dan sistem perbankan nasional telah lumpuh sejak perebutan kekuasaan militer yang mendorong pemimpin sipil Aung San Suu Kyi lengser pada Februari.

Melansir laman Channel News Asia, Jumat (28/5/2021), mata pencaharian mereka telah hilang setelah pemogokan dan penutupan pabrik, harga bahan bakar melonjak dan mereka yang cukup beruntung memiliki tabungan bank menghadapi antrian sepanjang hari untuk menarik uang tunai mereka.

Bertualang untuk mencari nafkah juga menjadi bahaya keamanan dengan latar belakang tindakan keras tanpa pandang bulu dan brutal terhadap perbedaan pendapat yang telah menewaskan lebih dari 800 warga sipil, menurut kelompok pemantau lokal.

Di negara yang pada waktu normal mengekspor beras, kacang-kacangan, dan buah-buahan, jutaan orang akan kelaparan dalam beberapa bulan mendatang, Program Pangan Dunia memperingatkan.

"Kami harus memberi makan anak-anak kami agar mereka tidak kelaparan," kata Aye Mar.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Bahan Pangan Mahal

Demi Lindungi Demonstran, Biarawati Myanmar Berlutut di Depan Polisi Bersenjata
Para pengunjuk rasa mengambil bagian dalam demonstrasi menentang kudeta militer di Myitkyina di negara bagian Kachin Myanmar (8/3/2021). Bentrokan warga anti kudeta militer dengan aparat keamanan Myanmar masih terus berlangsung. (AFP/STR)

Seorang penjual makanan, Wah Wah (37) mengatakan kenaikan harga sejak kudeta berarti pelanggan tidak bisa lagi membeli sesuatu yang sederhana seperti semangkuk ikan kering.

"Saya tidak bisa menjualnya karena pelanggan tidak mampu membelinya ... bahkan jika saya menjualnya dengan harga 500 kyat (Rp 4.340) per mangkuk," katanya kepada AFP.

"Setiap orang harus mengeluarkan uang dengan hati-hati agar aman karena tidak ada yang punya pekerjaan. Kami hidup dalam ketakutan karena kami tidak tahu apa yang akan terjadi."

Kenaikan harga telah menghantam daerah terpencil dengan sangat keras - di dekat perbatasan China di negara bagian Kachin, beras hampir 50 persen lebih mahal, menurut WFP.

Biaya pengangkutan produk dari pertanian ke kota-kota juga melonjak setelah kenaikan harga bahan bakar diperkirakan 30 persen sejak kudeta.

WFP memperkirakan bahwa dalam enam bulan ke depan, sebanyak 3,4 juta lebih orang akan kelaparan di Myanmar dan siap untuk melipatgandakan bantuan makanan daruratnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya