Liputan6.com, Kopenhagen - Kerajaan Denmark telah mencabut aturan-aturan COVID-19. Ini dilakukan meski kasus COVID-19 sedang naik di Eropa.
Berdasarkan data Johns Hopkins University, Kamis (3/2/2022), ada 967 ribu kasus baru COVID-19 di Denmark selama 28 hari terakhir.
Advertisement
Baca Juga
Penasihat pemerintah Denmark, Michael Bang Petersen, mengungkap faktor-faktor yang membuat pemerintah Denmark mencabut aturan ketat COVID-19. Faktor tersebut mulai dari angka vaksinasi, serta risiko dari lockdown berkepanjangan.
Berikut rangkuman dari penjelasan publik Petersen di Twitter mengenai keputusan pemerintah Denmark untuk hidup normal di tengah COVID-19.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
1. Vaksinasi Tinggi
Denmark memiliki sekitar 5,8 juta populasi. Hampir semua warganya telah divaksinasi COVID-19, bahkan lebih dari 50 persen sudah dapat booster.
"Sebab warga Denmark memiliki tingkat vaksinasi yang tinggi, dan data kami menunjukkan bahwa mereka punya kepercayaan tinggi pada vaksin. 81% dari seluruh populasi telah divaksinasi dan 61% populasi telah mendapatkan vaksin booster. Vaksin tersedia bagi usia 5 tahun ke atas," ujar Petersen.
Why this lack of worry? Because Danes are highly vaccinated - and our data shows that their trust in the vaccines are high. 81 % of the entire population are vaccinated and 61 % of the population have received a booster vaccine. Vaccines are available from 5 years & up. (6/19)
— Michael Bang Petersen (@M_B_Petersen) February 1, 2022
Advertisement
2. Perlu Keseimbangan
Menunggu hingga COVID-19 benar-benar hilang dinilai memiliki risiko tersendiri. Pencabutan restriksi saat ini dinilai lebih bijak untuk kondisi Denmark.Â
Petersen menyebut menunggu juga punya harganya sendiri. Ia lantas menampilkan data bahwa rakyat kini lebih khawatir pada lockdown ketimbang kesehatan. Mereka tak khawatir karena mayoritas sudah divaksin.
"Haruskah Denmark menunggu hingga semua kekhawatiran telah dibereskan? Mungkin. Tetapi menunggu tidak gratis. Itu punya biaya dalam hal ekonomi, kesejahteraan diri, dan hak demokrasi. Menyeimbangkan hal tersebut adalah bagian eksplisit dalam strategi Denmark," ujar Petersen.
Throughout the pandemic, our data shows that the key worry of Danes is not their health but overwhelmed hospitals. In fact, in Jan '22 the average Dane was more worried about lockdowns than their own health. (5/19) pic.twitter.com/r6wYuITEak
— Michael Bang Petersen (@M_B_Petersen) February 1, 2022
3. Rakyat Disiplin, Pemerintah Bisa Dipercaya
Hal lain yang disorot Petersen adalah rakyat Denmark yang disiplin ketika pembatasan masih ada. Ini dinilai tanda bahwa pemerintah juga dipercaya rakyat.Â
Ketika pemerintah memutuskan melonggarkan aturan COVID-19, masyarakat pun sudah paham risikonya.Â
Alhasil, masyarakat juga tetap termotivasi untuk menjaga agar lansia dan kelompok rentan tak terpapar virus corona, meski aturan sudah dicabut.Â
"Orang-orang peduli dan akan terus mengambil tindakan berjaga-jaga," ujar Petersen.Â
Advertisement
4. Ruang ICU Tak Penuh
Petersen mengakui bahwa kasus di Denmark sedang naik, akan tetapi ia menyorot bahwa ruang ICU tidaklah penuh.Â
"Kasus-kasus sangatlah tinggi, hospitalisasi juga naik dan kematian perlahan naik. Tetapi, masyarakat di ICU menurun," ujarnya.Â
The graph is from here: https://t.co/fEowgZ35GA. It shows the complexity of the epidemic situation. Cases are extremely high, hospitalizations are rising and deaths are rising slowly too. But people in ICUs are dropping. (2/19) pic.twitter.com/fsrcYAmkLh
— Michael Bang Petersen (@M_B_Petersen) February 1, 2022
5. Booster Berhasil Redakan Omicron
Petersen juga menyebut seluruh infeksi COVID-19 di Denmark saat ini adalah varian Omicron. Berkat tingkat booster yang tinggi, keparahan Omnicron berhasil dikurangi.Â
"Meski ada angka-angka kasus yang tinggi, tekanan pada rumah sakit lebih rendah ketimbang gelombang-gelombang sebelumnya," jelas Petersen.
Penyebaran Omicron juga diprediksi segera menurun berdasarkan data yang tersedia.Â
Even if many hospitalizations are short and incidental, a cause of concern is that omicron infections haven't topped. Yet, as seen from this graph (by @me_macro) , cases have followed the predicted trajectory and are expected to soon fall, if it is not already happening. (9/19) pic.twitter.com/CuGgBXyssg
— Michael Bang Petersen (@M_B_Petersen) February 1, 2022
Advertisement