Liputan6.com, Mariupol - Pemerintah Ukraina mengklaim telah mendeteksi ribuan kuburan massal di kota Mariupol. Estimasi sementara ada 3.000 hingga 9.000 kuburan massal ditemukan berdasarkan Dewan Kota di Mariupol.Â
"Di desa Manhush, para penjajah bisa mengubur antara 3.000 dan 9.000 warga Mariupol. Itu diasumsikan dengan membandingkan foto-foto satelit dengan lokasi kuburan di Bucha di mana 70 jenazah ditemukan," tulis pesan tersebut, dikutip media pemerintah Ukraina, Ukrinform, Jumat (22/4/2022).
Advertisement
Baca Juga
Foto-foto satelit itu berasal dari Maxar.
Wali Kota Mariopol, Vadym Boychenko, membandingkan kejahatan pasukan Rusia dengan pembunuhan massal Babyn Yar saat Perang Dunia 2.
"Kejahatan perang terbesar di abad ke-21 dilakukan di Mariupol. Ini adalah Babyn Yar yang baru. Dulu, Hitler membunuh orang Yahudi, orang Romani, dan Slav. Dan sekarang Putin membinasakan rakyat Ukraina. Ia sudah membunuh puluhan ribu warga sipil di Mariupol. Dan ini butuh reaksi kuat dari seluruh dunia yang beradab. Segalanya perlu menyetop genosida ini," ujarnya.
Dewan Kota Mariupol berkata pada pertengahan Maret lalu ada sekitar 5.000 orang yang dikubur di sejumlah wilayah Mariupol.
Estimasi sementara dari pihak Ukraina menyebut ada 22 ribu orang terbunuh oleh pasukan Ukraina. Namun, angka ini belum dapat diverifikasi secara jelas mengingat kondisi Mariupol masih membara akibat invasi.
Ukrinform juga melaporkan para jenazah dibungkus kantong plastik. Pemerintah kota Mariupol menuduh Rusia menyerang rakyat sipil dan memblokir bantuan kemanusiaan, meski hal itu dibantah pihak Rusia. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga masih terus meminta bantuan Barat dan ia berjanji tidak akan menyerahkan wilayah negaranya ke Rusia.
Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sekjen PBB Akan Temui Putin di Moskow Rusia dan Zelensky di Kiev Ukraina
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres meminta para pemimpin Rusia dan Ukraina menerimanya di Moskow dan Kiev. Guterres akan menemui Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk membahas langkah-langkah guna mewujudkan perdamaian kedua negara.
Juru bicara sekjen PBB, Stephane Dujarric dalam pernyataannya pada Rabu (20/4) mengatakan bahwa surat terpisah telah dikirim pada Selasa 19 April sore waktu setempat kepada perwakilan tetap Rusia dan Ukraina untuk PBB/ Surat itu meminta Vladimir Putin untuk menerima Guterres di Moskow dan Volodymyr Zelensky untuk menerimanya di Kiev.
"Sekjen mengatakan bahwa pada saat berbahaya dan berkonsekuensi besar seperti ini, dia ingin membahas langkah-langkah mendesak guna mewujudkan perdamaian di Ukraina serta masa depan multilateralisme berdasarkan Piagam PBB dan hukum internasional," kata Dujarric.
"Dirinya menekankan bahwa baik Ukraina maupun Federasi Rusia merupakan anggota pendiri PBB dan selalu menjadi pendukung kuat organisasi ini," tambahnya.
Pejabat tertinggi PBB tersebut pada Selasa menyerukan gencatan senjata kemanusiaan selama empat hari di Ukraina untuk memungkinkan pembukaan koridor bantuan kemanusiaan selama Pekan Suci Kristen Ortodoks.
Guterres menyatakan, selama gencatan senjata yang diusulkan tersebut, warga sipil akan dievakuasi dari "wilayah-wilayah konfrontasi saat ini atau yang berpotensi" dan bantuan kemanusiaan akan dikirimkan ke daerah-daerah yang membutuhkan seperti Mariupol, Donetsk, Lugansk, dan Kherson.
Advertisement
Oligarki Rusia Kecam Invasi Vladimir Putin ke Ukraina
Presiden Rusia Vladimir Putin menuai kecaman besar dari kalangan oligarki negaranya sendiri: Oleg Tinkov. Hartawan di sektor perbankan itu berani angkat suara melawan Vladimir Putin, meski di Rusia tindakan subversif terancam kena sanksi.
Oleg Tinkov berkata peperangan di Ukraina tidak memiliki tujuan apa-apa, namun rakyat tak bersalah tewas.Â
"Saya tidak melihat SATU pun keuntungan dari perang gila ini! Orang-orang tak bersalah dan tentara tewas," ujar Oleg Tinkov melalui Instagram, dikutip BBC, Kamis (21/4/2022).
Oleg Tinkov adalah miliarder yang kekayaannya tergerus akibat invasi Rusia. Forbes melaporkan ia kehilangan status miliarder pada 2022 karena sahamnya jatuh 90 persen lebih dan kekayaannya turun lebih dari US$ 5 miliar.
Ia merupakan pendiri dari bank digital Tinkoff. Nilai sahamnya juga jatuh di bursa London. Kekayaannya kini sekitar US$ 800 juta. Tinkov tak sendiri, kekayaan CEO Yandex Arkady Volozh juga merosot usai invasi ke Ukraina terjadi.
Masalah di Pemerintahan Rusia
Tinkov juga terang-terangan berkata bahwa 90 persen warga Rusia tidak mendukung invasi, dan berkata 10 persen lainnya adalah "moron".
Ia juga menyebut negaranya "shitty" dan penuh nepotisme, penjilat, dan penurut. Hal-hal itu dinilai berdampak pada kualitas militer.
Terkait Presiden Vladimir Putin, Oleg Tinkov meminta tolong ke Barat agar Vladimir Putin diberikan jalan untuk "menyelamatkan mukanya" agar keluar dari situasi invasi ini.Â
"Kepada 'kumpulan negara Barat' tolong berikan Mr Putin sebagai jalan keluar yang jelas untuk menyelamatkan wajahnya dan menghentikan pembantaian ini. Tolong jadilah lebih rasional dan manusiawi," ucap oligarki tersebut.
5 Juta Warga Ukraina Mengungsi
Menurut Badan Pengungsi PBB (UNHCR), sebanyak lima juta warga Ukraina telah meninggalkan negara mereka dalam kurun waktu kurang dari dua bulan sejak pasukan Rusia memulai perang di negara tersebut.
Selain itu, sekitar tujuh juta orang terpaksa kehilangan tempat tinggal mereka di dalam negeri.Â
Mengutip laporan VOA Indonesia, Kamis (20/4), mayoritas pengungsi Ukraina mencari perlindungan di negara-negara tetangganya di Eropa, di mana mereka mendapat perlindungan sementara dan berbagai macam layanan.
Warga Ukraina kini merupakan kelompok pengungsi kedua terbesar di dunia, setelah pengungsi Suriah yang jumlahnya mencapai 6,8 juta. Total populasi pengungsi di dunia kini mencapai hampir 32 juta orang.
Perang Rusia Ukraina juga telah menyebabkan sekitar 7,1 juta warga Ukraina terpaksa kehilangan tempat tinggal mereka di negaranya. Jumlah tersebut merupakan jumlah populasi terbesar di dunia yang harus kehilangan tempat tinggal mereka sendiri akibat konflik yang melanda.
"Perang di Ukraina telah memicu salah satu krisis perpindahan dan kemanusiaan yang tumbuh paling cepat," demikian kata Babar Baloch, juru bicara UNHCR kepada VOA.
Untuk memitigasi krisis pengungsi ini, UNHCR telah meminta dana sebesar $550,6 juta pada 1 Maret lalu.
Badan itu mengatakan sebuah penggalangan dana baru, lebih tinggi dari jumla yang diminta sebelumnya akan dilakukan segera guna menanggapi krisis yang semakin membesar.
"Kami akan terus memperluas bantuan penyelamatan nyawa kami kepada pengungsi-pengungsi di dalam negeri di seluruh Ukraina, khususnya di wilayah tengah dan timur, di mana bencana kemanusiaan yang kejam sedang berlangsung," kata Kelly Clements, deputi komisioner tinggi di UNHCR kepada Dewan Keamanan PBB pada Selasa 19 April.
Advertisement