Liputan6.com, Pyongyang - Pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un mengadakan upacara untuk berterima kasih dan memuji kinerja petugas medis serta militer karena mempelopori perjuangan melawan virus corona di ibu kota Pyongyang, kata media pemerintah, Jumat (19 Agustus).
Ribuan petugas medis Tentara Rakyat Korea, yang telah dikirim ke "front anti-epidemi", dipulangkan setelah Kim mengumumkan kemenangan atas COVID-19 dan melonggarkan pembatasan pekan lalu.
Advertisement
Baca Juga
Kim Jong-un mengadakan acara di Rumah Budaya 25 April di Pyongyang pada hari Kamis untuk merayakan "prestasi heroik" petugas medis di garis depan pertempuran COVID-19 di kota terpadat di negara itu.
KCNA mengatakan minggu ini bahwa petugas medis telah kembali ke unit mereka pada hari Minggu kemarin tanpa upacara pengiriman, tetapi Kim mengatakan dia merasa "menyesal" bahwa dia tidak melakukan cukup banyak perhatian untuk secara terbuka mengakui pengorbanan mereka, kata laporan itu.
Korea Utara tidak pernah mengkonfirmasi berapa banyak orang yang tertular COVID-19, mereka diyakini tidak memiliki alat untuk melakukan pengujian secara luas.
Para ahli penyakit menular meragukan klaim kemajuan Korea Utara, dan Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan bahwa situasi COVID-19 di sana bisa menjadi lebih buruk, bukan lebih baik, dengan alasan tidak adanya data independen.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Korea Selatan Dituduh Jadi Biang Kerok Kasus COVID-19 di Korea Utara
Kim Yo-jong mengatakan saudara laki-lakinya Kim Jong-un mengalami gejala demam, indikasi pertama Korea Utara bahwa Kim diyakini telah tertular virus tersebut.
Dikutip dari DW Indonesia, KCNA juga mengutip dari Kim Yo-jong bahwa ia mempercayai kalau wabah Virus Corona COVID-19 itu dimulai akibat selebaran yang memasuki wilayah Korea Utara dari Korea Selatan.
Selebaran propaganda, yang mengkritik bagaimana keluarga Kim memerintah "negara miskin”, merupakan titik balik hancurnya hubungan dengan Seoul.
Adik perempuan pemimpin Korea Utara, Kim Yo-jong, menuding Korea Selatan masih terus melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan mengirimkan selebaran ke Korea Utara. Menurutnya, Korea Selatan harus membayar konsekuensi yang cukup besar.
Mengutip Kim Yo-jong, KCNA juga mengatakan bahwa wabah COVID merebak karena selebaran dari Korea Selatan yang masuk ke negara itu. Selebaran propaganda, yang mengkritik keluarga Kim yang memerintah negara yang dikatakan miskin itu,
Kementerian Unifikasi Korea Selatan, yang bertanggung jawab atas urusan antar-Korea, menyatakan penyesalannya atas klaim Korea Utara tersebut, dengan mengatakan bahwa Korea Utara berulang kali mencoba membuat "klaim tak berdasar atas rute COVID" yang merupakan "pernyataan yang sangat tidak sopan dan mengancam."
Pejabat kesehatan lain dan pakar dari luar negeri juga mengatakan bahwa COVID menyebar setelah Pyongyang melonggarkan perbatasannya dengan China untuk transportasi barang pada Januari. Selain itu, Korea Utara juga mengalami lonjakan kasus setelah beberapa acara berskala besar di Pyongyang berlangsung pada April lalu.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Kim Jong-un Klaim Menang Lawan Pandemi
Pada hari Kamis (11/08), melalui kantor berita resmi negara KCNA, Kim Jong Unmenyatakan kemenangan Korea Utara melawan virus corona, masa pandemi ketat di Korea Utara pun resmi dicabut.
KCNA juga mengatakan bahwa Kim "dengan sungguh-sungguh mendeklarasikan kemenangan dalam kampanye anti-epidemi darurat maksimum".
Kim juga menyerukan negaranya untuk menjaga kewaspadaan serta mengontrol ketat daerah perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan, mengingat bahwa wabah cacar monyet dan varian COVID lainnya masih menyebar secara global.
Upaya Melawan Pandemi
Korea Utara telah memberlakukan langkah-langkah anti-pandemi pada bulan Mei lalu. Namun mereka hanya dapat memantau kasus demam harian, akibat kurangnya alat tes yang tersedia di negara tersebut.
Negara yang terisolasi sejak Mei lalu itu mengklaim telah mencatat sekitar 4,8 juta kasus "demam" dari populasinya yang berjumlah 26 juta, dengan total 74 kematian. Kim Jong Un memuji angka-angka yang tidak dapat diverifikasi ini sebagai "keajaiban yang belum pernah terjadi sebelumnya," menurut KCNA.
Pakar kesehatan internasional mempertanyakan angka yang diberikan oleh pejabat Korea Utara. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa bulan lalu mereka yakin situasinya semakin buruk, bukan lebih baik, karena tidak adanya data independen tentang kasus COVID di negara itu.
Bagaimanapun, pejabat kesehatan Korea Utara telah mengklaim bahwa wabah COVID terus melambat dari minggu ke minggu, dan menyatakan bahwa tidak ada kasus COVID yang dicurigai sejak akhir Juli lalu.
Advertisement