Liputan6.com, Manila - KBRI Manila berhasil memulangkan enam ABK Sky Fortune setelah mereka berbulan-bulan terjebak di atas kapal, serta gaji tak dibayar. Masalah mereka kini berhasil dituntaskan.
Berdasarkan laporan Kemlu RI, Kamis (29/9/2022), enam Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai Awak Buah Kapal (ABK) setelah dijemput oleh KBRI Manila dari MV Sky Fortune di Tabaco City, Filipina.
Baca Juga
Berkat upaya keras yang dilakukan KBRI Manila dalam menyelesaikan kasus pelik yang dihadapi oleh keenam ABK Sky Fortune serta dukungan penuh dari aparat terkait di Filipina, Biro Imigrasi Filipina akhirnya menerbitkan Allow Departure Order (ADO) yang menegaskan bahwa tidak ada hal yang memberatkan keenam ABK Sky Fortune untuk segera meninggalkan Filipina.
Advertisement
ADO ini membawa angin segar bagi keenam ABK Sky Fortune yang sempat tersangkut tuntutan hukum sehingga mereka tertahan di MV Sky Fortune sejak Februari 2022. Para ABK mengalami gangguan kesehatan karena tidak bisa meninggalkan kapal dan salah satu ABK juga harus menjalani masa pemulihan dari operasi usus buntu di atas kapal.
Proses repatriasi keenam ABK Sky Fortune oleh Tim KBRI Manila berjalan dengan lancar dan mendapatkan dukungan penuh dari aparat setempat. Dalam perjalanan dari pelabuhan menuju MV. Sky Fortune, Tim KBRI Manila didampingi oleh pihak Penjaga Pantai Filipina (PGC) Distrik Bicol dan Otoritas Pelabuhan Legazpi, untuk menjemput keenam ABK. Setibanya di pelabuhan, keenam ABK menjalani proses pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan oleh Biro Karantina Legazpi dan proses keimigrasian yang dibantu oleh Biro Imigrasi Legazpi.
Kompensasi
Selanjutnya, Tim KBRI Manila bersama keenam ABK menuju bandara Legazapi untuk melakukan perjalanan udara menuju Manila. Keenam ABK telah tiba di Manila pada Rabu malam (28/09) dan mendapatkan pendampingan penuh dari KBRI Manila.
Pada Kamis siang (29/09), keenam ABK Sky Fortune diterima dan mendapatkan pengarahan dari Duta Besar LBBP Agus Widjojo sebelum perjalanan mereka kembali ke Indonesia. Selain pemulangan para ABK ke Indonesia, KBRI Manila juga berhasil memperjuangkan pemberian kompensasi bagi para ABK.
Kasus Sky Fortune
Sebelumnya dilaporkan, enam WNI itu dilaporkan tersandera di atas kapal MV Sky Fortune sejak Maret 2022. Para anak buah kapal (ABK) itu tinggal berbulan-bulan di atas kapal di perairan Filipina dan tidak dibayar gajinya.
Saat ini kasus tersebut sudah ditangani Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Manila, Filipina.
"Langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh KBRI Manila sejak Maret lalu adalah meminta otoritas Filipina untuk segera merepatriasi ABK kita. Kemudian kita meminta bantuan perawatan untuk salah satu ABK kita yang sakit, dan dukungan logistik," kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Jumat 5 Agustus 2022 seperti dikutip dari VOA Indonesia.
Selain itu, lanjut Judha, KBRI Manila juga sudah menemui keenam ABK tersebut dan berkomunikasi dengan pihak keluarga di Indonesia untuk memberitahu perkembangan penanganan kasus mereka.
KBRI Manila juga terus berkoordinasi dengan pihak berwenang Filipina untuk mempercepat proses pemulangan keenam kru kapal asal Indonesia itu.
"Keenam ABK Indonesia tersebut dipekerjakan secara ilegal, bukan melalui agen resmi. Mereka dinaikkan ke kapal MV Sky Fortune di tengah laut perairan Batam, Kepulauan Riau. Mereka ditahan di atas kapal sebagai tuntutan ganti rugi oleh pemilik kapal karena sebagian muatan beras rusak. Masalah lainnya, kapal MV Sky Fortune berada di Tabaco yang bukan merupakan wilayah yang ditetapkan sebagai lokasi pergantian kru kapal."
Hingga 2 Agustus lalu, menurut Judha, otoritas Filipina telah memberitahu KBRI Manila bahwa mereka tengah mencari lokasi untuk memungkinkan proses pergantian kru, pengisian pasokan logistik dan penanganan kesehatan ABK dari Indonesia.
Advertisement
4 WNI Ilegal Terdampar di Pulau Che Mat Zin, KBRI Malaysia Turun Tangan
Pada September 2022, ada empat orang WNI dilaporkan terdampar di di Pulau Che Mat Zin, Negara Bagian Selangor, Malaysia. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) sedang berkoordinasi dengan Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) untuk meminta akses kekonsuleran agar dapat segera bertemu dengan empat WNI tersebut.
Berdasarkan laporan VOA Indonesia, Minggu (25/9), Direktur Perlidungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha kepada VOA, Sabtu (24/9), menjelaskan setelah mendalami informasi tersebut, pihaknya memastikan keempat warga Indonesia itu tinggal di Malaysia tanpa dokumen atau ilegal.
Menurut pejabat Kemlu RI tersebut, para WNI itu ingin pulang ke Indonesia, tetapi karena tidak berdokumen, maka mereka menggunakan jasa calo untuk bisa mengantar kembali ke Tanah Air. Keempat WNI yang belum diketahui asalnya itu akhirnya dijanjikan oleh calo tersebut akan dipulangkan menggunakan kapal dari Pulau Che Mat Zin. Mereka menunggu di pulau itu selama empat hari, tetapi sang calo tak kunjung datang.
Karena sudah habis perbekalan, lanjutnya, keempat WNI itu nekat berenang dari Pulau Che Mat Zin ke Pulau Ketam. Ketika berenang itulah, mereka ditemukan oleh sebuah kapal dan kemudian keempatnya diserahkan ke kepolisian maritim Selangor. Saat ini mereka sedang menjalani proses penyelidikan terkait kasus keimigrasian atau masuk masuk ke Malaysia secara ilegal.
“Dari Pulau Che Mat Zin ke Pulau Ketam, wilayah Selangor yang berdekatan. Pada saat mereka berenang itulah kemudian mereka ditemukan oleh satu boat. Kemudian pemilik boat tersebut melaporkan ke Police Marine Selangor kemudian dibawa dan dilakukan pendalaman,” ungkap Judha.
Kondisi WNI Sehat
Lebih lanjut, menambahkan kondisi empat WNI itu relatif baik. Pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Kuala Lumpur sedang meminta akses kekonsuleran untuk bertemu mereka dan melakukan pendampingan hukum.
Karena pihak KBRI Kuala Lumpur belum bertemu keempatnya, dia mengakui belum mendapat informasi rinci mengenai mereka, termasuk data pribadi, serta bagaimana mereka bisa tiba di Malaysia secara ilegal dan sejak kapan.
“Saat ini kita sedang meminta akses kekonsuleran untuk bisa bertemu dengan mereka dan melakukan pendampingan hukum, “ tambah Judha.
Menurut seorang sumber VOA, kasus semacam itu banyak terjadi. Warga Indonesia yang tidak berdokumen resmi ingin pulang ke Indonesia menggunakan jasa penyelundup. Tarifnya lima tahun lalu sekitar 700 ringgit.
Untuk menekan perlintasan ilegal seminimal mungkin, menurut Judha, pemerintah mengawasi perbatasan-perbatasan dengan negara lain secara ketat. Perlintasan ilegal laut terbesar melalui Selat Malaka, antara Kepulauan Riau dengan Johor dan Sumaera Utara dengan Selangor, dan lewat Nunukan, Kalimantan Utara. Sedangkan perlintasan ilegal jalur darat di Kalimantan Barat ke arah Sabah dan Serawak.
Advertisement