Liputan6.com, Wuhan - Dijauhkan dari China selama 2,5 tahun terakhir, kandidat doktoral Natalia Loseva akhirnya dapat kembali ke Tiongkok pada September 2022 dengan penerbangan charter khusus yang disediakan oleh Kementerian Pendidikan Rusia.
Setelah menjalani karantina selama delapan hari di Harbin, wanita berusia 33 tahun itu akhirnya berhasil kembali ke Wuhan pada Oktober 2022.
Baca Juga
Loseva adalah satu di antara ribuan orang asing yang bisa kembali ke Wuhan dalam beberapa bulan terakhir setelah Beijing mulai melonggarkan pembatasan perjalanan.
Advertisement
Sejak Minggu (8/1), semua persyaratan karantina telah dihapuskan, setelah hampir tiga tahun protokol kesehatan yang ketat dijalankan.
Sebelum pandemi, Wuhan memiliki konsentrasi siswa internasional tertinggi di China. Kota ini sangat populer di kalangan mahasiswa kedokteran, lantaran di negara asal mereka biaya untuk menjadi dokter lebih lebih mahal.
Tidak ada angka resmi berapa banyak siswa yang diizinkan kembali, tetapi diperkirakan ribuan sudah bisa menginjakkan kakinya di Wuhan.
"Bagi saya, ini mendekati bab yang belum selesai yang telah membebani saya selama 2,5 tahun," kata Loseva.
"Saya tidak ingin mencari pekerjaan tetap karena awalnya saya pikir kami hanya akan pergi selama beberapa bulan dan saya siap untuk kembali. Siapa yang tahu bahwa itu akan berlangsung sangat lama?"
Loseva yang berkuliah di kampus Universitas Teknologi Wuhan mengatakan, "Ada begitu banyak batasan, seperti harus meminta izin meninggalkan universitas. Ini sangat nyata, kami tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya."
Cerita Lain dari Mahasiswa Afrika Selatan
Bukan hanya Loseva yang menghadapi masalah. Pekerja dan mahasiswa seperti Jocelyn Potgieter dari Afrika Selatan juga terkena dampaknya.
Potgieter (37) yang pertama kali datang ke kota pada tahun 2017 sebagai mahasiswa di Universitas Wuhan, meninggalkan kota itu dengan penerbangan evakuasi yang disediakan pemerintah pada Maret 2020.
Ia dihubungi pada pertengahan 2022 oleh perusahaannya dengan tawaran untuk pekerjaan lamanya.
"Saya akhirnya bisa mengajukan visa untuk kembali," kata dia.
Tapi ada banyak halangan yang harus dilewati, termasuk dokumen dalam jumlah banyak dan harga tiket pesawat yang selangit.
Akhirnya Potgieter memilih rute yang membawanya terbang dari rumahnya di Durban ke Johannesburg, melalui Doha ke Hong Kong dan kemudian ke Wuhan -- di mana ia dikarantina selama seminggu di fasilitas terpusat.
Potgieter mengatakan dia telah menghabiskan beberapa tahun terakhir menjalankan bisnis online sambil mencoba menemukan cara untuk kembali.
"Orang-orang tidak memahaminya, tapi saya masih memiliki daya tarik yang sangat kuat dengan China. Bagi beberapa orang mungkin ini soal urusan yang belum selesai, tetapi bagi saya rasanya seperti bisa pulang."
Advertisement
China Balas Korea Selatan dan Jepang
China menangguhkan penerbitan sejumlah visa untuk Korea Selatan dan Jepang. Langkah ini menandai balasan Beijing atas pembatasan perjalanan, di mana penumpang asal China diwajibkan melakukan tes COVID-19.
"Konsulat China di Korea Selatan akan berhenti mengeluarkan visa jangka pendek untuk kunjungan, bisnis, wisata, perawatan medis, transit, dan isu pribadi mulai Selasa (10/1)," demikian diumumkan Kedutaan Besar China di Seoul seperti dikutip dari The Straits Times.
"Penangguhan akan disesuaikan jika Korea Selatan menghapus tindakan pembatasan masuk yang diskriminatif yang menargetkan China," imbuh Kedubes China.
Kyodo News melaporkan bahwa China juga menangguhkan penerbitan visa untuk Jepang dengan alasan serupa.
Langkah China yang mencabut kebijakan "nol COVID-19" di tengah lonjakan kasus telah memicu kekhawatiran berbagai negara. Terlebih, Beijing tidak lagi mempublikasikan informasi harian yang mendetail tentang pembaruan kasus COVID-19 di wilayahnya.
Menurut Kementerian Luar Negeri China, langkah balasan ini diumumkan sehari setelah menteri luar negerinya, Qin Gang, menyatakan keprihatinan terkait pembatasan perjalanan kepada rekannya Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin via telepon.
Korea Selatan Klaim Objektif
Menyusul pengumuman tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Selatan Lim Soo-suk menuturkan, "Langkah-langkah pencegahan yang diperkuat pemerintah Korea Selatan bagi pendatang dari China didasarkan pada alasan yang ilmiah dan objektif."
"Kami telah secara transparan bertukar informasi dengan komunitas internasional, termasuk juga berkomunikasi dengan China," imbuhnya.
Korea Selatan mulai mewajibkan tes COVID-19 bagi kedatangan asal China pekan lalu. Seoul tidak sendiri, karena sejumlah negara pun mengambil langkah serupa.
Selain mewajibkan tes COVID-19, Korea Selatan sebelumnya juga telah mengumumkan akan membatasi penerbitan visa jangka pendek hingga akhir Januari. Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol mengatakan pada Senin bahwa langkah-langkah pembatasan harus fokus pada keselamatan warganya.
Di lain sisi, China telah memperingatkan bahwa tindakan pembatasan akan menuai balasan sesuai dengan prinsip timbal balik.
Negara-negara yang juga menerapkan pembatasan terhadap kedatangan dari China termasuk Amerika Serikat, Prancis, Kanada, Jepang, dan Australia.
Advertisement