Liputan6.com, Jakarta - Pada 18 Januari 1977, sebuah pesawat jatuh di dekat Sarajevo. Penumpang pesawat itu adalah Perdana Menteri Yugoslavia Dzemal Bijedic dan istrinya.
Dzemal Bijedic terpilih sebagai perdana menteri pada 1971. Saat itu, presidennya adalah Josip Broz Tito yang terkenal otoriter.
Advertisement
Baca Juga
Menurut arsip laporan The New York Times pada 19 Januari 1977, pesawat Bijedic jatuh setelah ia mendampingi Presiden Tito di Bandara Belgrade. Presiden Tito sedang akan berangkat ke Timur Tengah.
PM Bijedic dan istrinya, Razija, meninggal dunia pada kecelakaan pesawat tersebut. Enam orang lainnya di pesawat juga tak terselamatkan.
Presiden Tito langsung diberitahu mengenai kecelakaan tersebut ketika ia tiba di Libya.
Pesawat yang mereka tumpangi adalah Learjet buatan Amerika.
Kecelakaan tragis Bijedic ini menutup spekulasi politik bahwa ia akan menjadi penerus Presiden Tito. Ketika terpilih pada 1971, Bijedic fokus melawan inflasi parah dan mengendalikan ekonomi.
Bijedic merupakan tokoh komunis di Yugoslavia. Ia dulu sering ditangkap oleh pemerintahan monarki Austria-Hungaria.
Ketika muda, Bijedic ikut terlibat di Perang Dunia II di bawah pasukan Tito. Setelah perang, ia menjadi politikus komunis di Republik Bosnia-Herzegovina.
Bijedic secara resmi merupakan orang Muslim. Namun, The New York Times mencatat bahwa predikat Muslim di negara Yugoslavia tidak berarti menjadikan orang itu sebagai penganut agama Islam, melainkan orang yang keturunan dari orang mengikuti ajaran Islam.
Jabatan Bijedic diteruskan oleh Veselin Đuranović, sementara Presiden Josip Broz Tito berkuasa hingga ia tutup usia pada 1980.
Jatuhnya Pesawat Yeti Airlines
Beralih ke kasus kecelakaan pesawat terkini, kecelakaan pesawat Yeti Airlines di Nepal dikhawatirkan menewaskan 72 orang di pesawat tersebut.
Beredar rekaman video pesawat yang jatuh dekat kota Pokhara, Nepal, pada Minggu (15/1).
Pada video tersebut, seorang warga tampak merekam pesawat yang menukik jatuh ke pemukiman dan terdengar jeritan histeris warga.
Dilansir CNN, Senin (16/1), pesawat ATR 72 yang kecelakaan itu dioperasikan oleh Yeti Airlines. Jumlah kru pesawat ada empat orang.
Otoritas penerbangan Nepal menyebut pesawat membawa 72 orang yang terdiri dari 37 laki-laki, 25 perempuan, tiga anak kecil, dan tiga adalah anak bayi.
Kecelakaan ini merupakan yang paling mematikan dalam lebih dari 30 tahun terakhir di Nepal.
Pencarian dihentikan pada malam hari dan dilanjutkan Senin pagi ini. Pemerintah menetapkan Senin ini sebagai hari libur untuk berduka atas para korban.
Sebanyak 53 penumpang dan semua kru pesawat adalah orang Nepal. Ada pula orang asing, yakni lima orang India, empat orang Rusia, dua orang Korea, dan terdapat juga warga Australia, Argentina, Prancis, dan Irlandia.
Pesawat terbang dari Kathmandu menuju Pokhara, kota paling ramai kedua di Nepal. Pokhara merupakan pintu masuk ke Himalaya.
Pesawat dilaporkan hilang kontak dengan bandara Pokhara sekitar pukul 10.50 pagi waktu setempat, 18 menit setelah lepas landas. Kemudian, pesawat itu jatuh dekat sungai Seti.
Pemerintah telah membentuk komite khusus untuk menyelidiki tragedi ini.
Perdana Menteri Nepal Pushpa Kamal Dahal telah menyatakan berduka atas tragedi ini. Ia juga meminta agar semua personel, lembaga pemerintah, dan publik untuk melakukan penyelamatan yang efektif. Pemerintah Rusia, India, dan Australia juga menyatakan dukacita.
Advertisement
Kotak Hitam
Kotak hitam pesawat Yeti Airlines ditemukan pihak berwenang Nepal pada Senin (16/1).
"Kotak hitam dari pesawat yang jatuh telah ditemukan," kata otoritas Bandara Sher Bahadur Thakur, Kathmandu, Nepal, dikutip dari ANI News.
Kotak hitam merupakan alat perekam data penerbangan yang merekam semua informasi penerbangan melalui saluran khusus algoritma.
Pesawat bermesin ganda ATR 72 yang berangkat dari Kathmandu itu jatuh di Pokhara beberapa menit sebelum mendarat pada Minggu (15/1). Waktu tempuh antara Kathmandu - Pokhara sendiri adalah 25 menit.
Sebanyak 68 jenazah telah ditemukan sejauh ini di lokasi jatuhnya pesawat. Sementara itu, operasi pencarian dan penyelamatan di lokasi kecelakaan terus dilanjutkan sejak pagi tadi.
"Operasi penyelamatan dilanjutkan pagi ini untuk melacak empat orang yang masih hilang," kata Shambhu Subedi dari Angkatan Bersenjata Nepal.
Juru bicara maskapai Yeti Airlines Sudarshan Bartaula mengatakan belum dapat mengonfirmasi apakah ada korban selamat.
Pemilik Yeti Airlines Ang Tshering Sherpa Ternyata Juga Tewas Kecelakaan Pesawat
Yeti Airlines tengah menjadi sorotan internasional setelah pesawatnya jatuh di Pokhara, Nepal pada Minggu, 15 Januari 2023 waktu setempat.
Kecelakaan pesawat dengan rute Kathmandu ke Pokhara itu diketahui tengah mengangkut 72 penumpang termasuk empat awak kabin, saat kecelakaan terjadi. Sejauh ini, korban tewas dilaporkan ada 68 orang.
Kotak hitam milik pesawat Yeti Airlines pun telah ditemukan.
Setelah ditelusuri, kejadian serupa juga pernah menimpa pengusaha asal Nepal yang merupakan pemilik Yeti Airlines, Ang Tshering Sherpa.
Melansir India Today, Selasa (17/1/2023) Ang Tshering Sherpa, juga meninggal dalam kecelakaan udara tiga tahun lalu. Pengusaha penerbangan dan perhotelan itu tewas dalam kecelakaan helikopter pada Februari 2019.
Wafatnya Ang Tshering Sherpa, termasuk Menteri Penerbangan Sipil dan pejabat Nepal lainnya pun menimbulkan duka yang mendalama di seluruh negara itu.
Peristiwa bermula ketika Menteri Penerbangan Nepal saat itu, yakni Ravindra Adhikari, bersama rekan-rekan menterinya, melakukan studi kelayakan bandara baru di distrik Terhthum.
Saat itu, Ang Tshering Sherpa ikut menemani para menteri Nepal dalam perjalanan tersebut dengan helikopter.
Diketahui, helikopter lepas landas sekitar pukul 6 pagi dengan enam orang. Namun naas, helikopter menabrak puncak gunung, menewaskan semua penumpang dan pilotnya.
Helikopter tersebut jatuh di distrik Pathibhara di Taplejung sekitar pukul 13.30 waktu setempat. Helikopter itu diketahui milik Air Dynasty Heli Service, salah satu perusahaan penyelamatan helikopter tertua di Nepal.
Selain Yeti Airlines, Ang Tshering Sherpa juga memiliki perusahaan maskapai lainnya bernama Tara Airlines, dan satu-satunya perusahaan pesawat internasional Nepal, Himalayan Airlines.
Advertisement
Operasional Yeti Airlines Sejak 1998
Yeti Airlines didirikan pada Mei 1998 oleh Ang Tshering Sherpa dan menerima Sertifikat Operator Udara pada 17 Agustus 1998.
Maskapai Yeti Airlines Ltd memulai penerbangan komersial pertamanya pada September 1998 dengan satu pesawat DHC6-300 Twin Otter buatan Kanada.
Maskapai tersebut juga telah melayani Nepal selama lebih dari dua dekade, dan mengoperasikan ATR 72 di kota-kota besar Nepal.
Kemudian pada tahun 2009, maskapai saudara Yeti Airlines, yakni Tara Air didirikan untuk mengambil alih operasi Short Take Off and Landing (STOL) dengan armada pesawat DHC6-300 dan Dornier DO228.
Yeti Airlines pun mempertahankan armada modernnya yang terdiri dari lima ATR 72-500 yang beroperasi di sektor domestik non-STOL di Nepal. Kedua maskapai tersebut kini bersama-sama menyediakan jaringan rute penerbangan terbesar di seluruh Nepal.