3 Nasib Oposisi Politik Kamboja: Ditangkap, Diasingkan, atau Dibunuh

Tokoh oposisi Kamboja, Sam Rainsy, mengungkap situasi di negaranya yang makin tidak demokratis.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 20 Mei 2023, 10:34 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2023, 09:35 WIB
Tokoh oposisi Kamboja, Sam Rainsy. Ia menjadi eksil untuk menghindari aksi penguasa di negaranya yang dianggap tak demokratis.
Tokoh oposisi Kamboja, Sam Rainsy. Ia menjadi eksil untuk menghindari persekusi penguasa di negaranya yang dianggap tak demokratis. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta - Tokoh penting oposisi Kamboja, Sam Rainsy, sedang berkunjung ke Indonesia. Kunjungan ini terlaksana dua bulan sebelum pemilu Kamboja 2023. 

Alasan Sam Rainsy datang ke Indonesia adalah agar pemerintah Indonesia mengetahui keadaan negaranya yang semakin tidak demokratis dan oposisi diberangus oleh pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen. 

Hun Sen telah berkuasa selama 38 tahun, lebih lama dari Soeharto. Ia akan ikut pemilu 2023, sehingga ia berpotensi berkuasa selama empat dekade lebih.

Human Rights Watch pada 2022 juga menyorot pemerintahan Hun Sen yang berusaha memenjarakan tokoh oposisi. Rezim berkuasa di Kamboja dianggap takut dengan demokrasi. 

Sam Rainsy yang telah menjadi eksil untuk menghindari persekusi hukum mengungkap rintangan berat sebagai oposisi politik di Kamboja. 

"Saya bisa beritahu dari pengalaman saya jika kamu seorang pemimpin oposisi, aktivis prominen oposisi, kamu bisa menghadapi tiga nasib; Entah kamu dibunuh, saya lolos dari beberapa percobaan pembunuhan. Atau kamu ditahan di penjara, saya ditahan beberapa kali. Atau kamu dipaksa jadi eksil," jelas Sam Rainsy pada acara yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Jakarta, Jumat (19/5/2023). 

Rainsy berkata kekerasan juga menimpa aktivis-aktivis biasa dan kritikus. Pihak oposisi pun harus berani dan tahan banting. 

"Mereka dipukul, ditahan, dibunuh. Tidak hanya oposisi, melainkan masyarakat sipil, kritikus dan analis politik, mereka dibunuh. Sebab rezim tidak ingin adanya suara independen untuk mengatakan kebenaran tentang mereka," kata Rainsy. 

Ia berkata, seharusnya oposisi di Kamboja sudah hilang sejak lama, tetapi ternyata masih ada tokoh oposisi yang bermunculan di Kamboja. 

"Itu mencerminkan keinginan masyarakat, keinginan untuk perubahan demokratis," ujarnya.

Generasi Muda Kamboja Ingin Perubahan

Perdana Menteri  Kamboja, Hun Sen. (AP)
Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen. (AP)

Oleh karena masa jabatan Hun Sen yang hampir empat dekade, Sam Rainsy turut menyorot bahwa para generasi muda tidak pernah mengenal pemimpin lain di negara mereka. Sejak lahir, pemimpinnya terus Hun Sen. 

"70 persen populasi di bawah 35 tahun. Artinya, sejak mereka lahir, 35 tahun lalu, mereka tidak punya pemimpin selain Tuan Hun Sen. Tuan Hun Sen telah berkuasa selama 38 tahun. Jadi mayoritas populasi, sejak lahir, mereka tidak tahu pemimpin selain Tuan Hun Sen," kata Sam Rainsy. 

Kekuasaan yang lama tidak membuat Hun Sen kebal dari kritikan para generasi muda. Alhasil, para generasi muda ternyata membandingkan nasib negara mereka yang miskin ke negara-negara tetangga. 

"Mereka membandingkan Kamboja ke negara-negara tetangga. Ke Thailand, ke Malaysia, ke Vietnam," ujar Rainsy.

"Kenapa Kamboja menjadi negara termiskin di kawasan? Kenapa Kamboja menjadi negara yang paling korup di kawasan? Kenapa Kamboja negara yang otokratik di kawasan? Sebab kamu punya pemerintah yang sama yang berkuasa dalam waktu yang lama," ungkap Rainsy. 

Infografis 7 Momen Kamu Harus Pakai Masker
Infografis 7 Momen Kamu Harus Pakai Masker (Liputan6.com/Niman)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya