Liputan6.com, Jakarta - Isu Laut China Selatan (LCS) juga menjadi pembahasan di antara para menteri luar negeri ASEAN dalam ASEAN Foreign Ministers' Meeting (AMM) ke-56 pada Selasa (11/7/2023). Sengketa yang terjadi karena adanya wilayah perebutan kepentingan ekonomi, strategi, dan politik yang bersinggungan dengan sejumlah negara ASEAN itu belum menemui titik temu.
Menanggapi perihal tersebut, Menteri Luar Negeri Malaysia Zambry Abdul Kadir menegaskan bahwa persatuan ASEAN adalah hal yang lebih penting.Â
Baca Juga
"Pada dasarnya apa yang kita ingin adalah kita harus menjaga Laut China Selatan sebagai zona untuk perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan. Itu intinya. Kita harus menegaskan komitmen kita, kita harus mengumpulkan semuanya untuk menunjukan komitmen kita bahwa kita bersatu," ujar Menlu Malaysia Zambry Abdul Kadir di Hotel Shangri-La Jakarta.
Advertisement
Ketika diminta pandangannya tentang AUKUSÂ (Australia, Inggris Raya, Amerika Serikat) untuk menjaga stabilitas kawasan, Menlu Zambry Abdul Kadir kembali menekankan bahwa visi ASEAN lebih penting.
"Kita melihat ke ASEAN Outlook kita sekarang. ASEAN Outlook pada Indo-Pasifik. Itu lebih penting bagi kita di tahap ini, sebab ASEAN perlu bersatu," jelas Menlu Malaysia.
"AUKUS, QUAD, kerja sama di luar ASEAN mereka punya milik mereka sendiri, tapi yang paling penting adalah bagi ASEAN untuk bisa tetap bersatu. Dan sejauh ini, ASEAN masih utuh. Visi kita berdasarkan ASEAN Outlook pada Indo-Pasifik," ia menambahkan.Â
Saat ditanya lagi apakah berarti AUKUS tidak penting bagi ASEAN, Menlu Malaysia itu menjawab: "Kita (ASEAN) harus tetap bersatu."Â
Gerakan Non-Blok
Menlu Malaysia justru mengungkap bahwa ada wacana untuk lebih mendekatkan diri ke Gerakan Non-Blok (Non-Aligned Movement) dalam menjaga stabilitas Laut China Selatan.
Malaysia berupaya agar memasukkan isu tersebut di dokumen Gerakan Non-Blok, tetapi Zambry Abdul Kadir mengungkap bahwa ada pihak-pihak yang menolaknya. Ia tidak menyebut siapa pihak yang menolak.Â
"ASEAN kehilangan relevansinya di NAM. Dan NAM juga kehilangan relevansinya di ASEAN," ungkap Menlu Malaysia.
Indonesia Gagas Latihan Militer Pertama ASEAN di Laut Natuna Utara, Bagian dari Laut China Selatan
Bulan lalu, ASEAN dilaporkan mengadakan latihan militer bersama pertamanya di Laut Natuna Utara, porsi paling selatan dari Laut China Selatan yang sarat akan ketegangan geopolitik. Hal itu disampaikan oleh Indonesia, pemegang kursi keketuaan ASEAN tahun ini.
"Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Laksamana Yudo Margono menggagas Latihan Bersama militer ASEAN di Natuna Utara," kata angkatan bersenjata Indonesia dalam keterangan resmi yang dimuat Liputan6.com pada 10 Juni 2023.
Gagasan tersebut disampaikan saat Panglima TNI melaksanakan pertemuan dengan seluruh Panglima Angkatan Bersenjata anggota negara ASEAN di Bali 7 Juni 2023.
Angkatan bersenjata Indonesia menjelaskan, "Latihan gabungan akan menitikberatkan pada latihan keamanan maritim, Search and Rescue (SAR)".
"Indonesia akan senantiasa mempromosikan kawasan yang aman, damai dan stabil bebas dari segala bentuk ancaman dan gangguan yang mengancam kedaulatan negara. Indonesia juga mengajak ASEAN untuk meningkatkan keamanan maritim di kawasan, demi meningkatkan perekonomian negara," lanjut TNI.
Persatuan ASEAN selama bertahun-tahun telah diuji oleh persaingan antara Amerika Serikat dan China yang sedang dimainkan di Laut China Selatan, CNN melaporkan.
Anggota ASEAN seperti Vietnam, Filipina, Brunei, dan Malaysia memiliki klaim yang bersaing dengan Beijing, yang menegaskan kedaulatan atas bentangan luas lautan tersebut.
Indonesia tidak terlibat dalam sengketa teritorial, namun, ketegangan di kawasan maritim tersebut turut meluas ke zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara --porsi paling selatan dari Laut China Selatan.
Sejumlah kapal badan keamanan maritim Tiongkok (China Coast Guard atau CCG) kerap dilaporkan muncul di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara. Ocean Justice Initiative (IOJI) pada Desember 2022, melaporkan penampakan Kapal CCG 5402 di ZEE Indonesia sepanjang periode November - Desember 2022.
Soal isu tersebut, Presiden RI Joko Widodo, dalam sebuah wawancara dengan The Asahi Shimbun pada 18 Mei 2023, mengatakan, "Penghormatan terhadap hukum internasional sangat penting. Ini adalah kunci dalam menciptakan perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan."
Beijing mengklaim kawasan perairan tersebut, termasuk hingga ke ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara, melalui konsep Nine Dash Line-nya yang didasari atas klaim historis. Pengadilan arbitrase internasional pada tahun 2016 memutuskan bahwa klaim tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Sebuah rute laut untuk sekitar $3,5 triliun perdagangan kapal tahunan, Laut China Selatan telah mengalami ketegangan konstan akhir-akhir ini ketika China menekan klaimnya dengan pengerahan besar penjaga pantai dan kapal penangkap ikan sejauh 1.500 km (932 mil) dari garis pantainya.Â
Advertisement