Liputan6.com, Seoul - Nasib tentara Amerika Serikat yang kabur ke Korea Utara masih tidak jelas. Ia ternyata kabur di saat menghadapi sanksi disiplin akibat masalahnya di Korea Selatan.
Dilaporkan Yonhap, Jumat (21/7/2023), serdadu bernama Travis King (23) itu sengaja menyeberangi perbatasan antar-Korea pada Selasa lalu.
Baca Juga
Travis King diduga ditahan Korea Utara, berdasarkan informasi dari Komando PBB dan otoritas pertahanan AS.
Advertisement
Media-media AS menyebut bahwa Travis King sebetulnya bermasalah di Korsel, yakni menyerang mobil polisi. Akibatnya, ia kena denda hingga 5 juta won (Rp 58,6 juta).
Ia pun sedang diproses untuk dikembalikan ke AS karena akan menghadapi sanksi disiplin, tetapi ia malah kabur ke Korea Utara.
Prajurit Gen Z dituduh berkali-kali menendang mobil patroli polisi di distrik Mapo, Seoul, pada Oktober tahun lalu. Biaya kerusakan mencapai 584 ribu won (Rp 6,8 juta).
Saat ditangkap, Travis King tidak kooperatif dengan aparat.
Keluarga Bingung
AP News melaporkan bahwa Travis King harusnya pulang ke AS pada Senin lalu, tetapi ia lari dari Bandara Internasional Incheon. Ia kemudian menyelinap di tur perbatasan antar-Korea.
Ia adalah sosok penyendiri yang tidak merokok dan minum alkohol. Ia juga suka membaca Injil. Travis King berasal dari negara bagian Wisconsin.
Kakek dari Travis meyakini bahwa insiden yang terjadi ke cucunya adalah sesuatu yang tidak disengaja.
"Saya tidak bisa melihatnya melakukan itu secara sengaja jika pikirannya sedang baik-baik saja," ujar Carl Gates, kakek dari Travis. "Travis adalah pria yang baik. Ia tidak akan melakukan apa-apa yang menyakiti siapa pun. Dan saya tidak melihatnya mencoba menyakiti dirinya sendiri."
Hubungan dengan Korea Utara Sedang Kurang Baik
Sebelumnya dilaporkan, insiden Travis King ini terjadi pada saat yang sangat menegangkan dengan Korea Utara, salah satu negara paling terisolasi di dunia. Di mana AS memberi tahu warganya untuk tidak pergi ke sana.
Seorang komandan senior AS mengatakan sejauh ini tidak ada kontak dengan tentara itu.
Laksamana John Aquilino selaku Komandan US Indo-Pacific Command (Komando Indo-Pasifik AS) mengatakan dia "tidak melacak" kontak dengan Korea Utara. Dia mengatakan tentara itu telah bertindak dengan sukarela dengan tetapi tanpa izin, dan insiden itu sedang diselidiki oleh Pasukan AS di Korea.
Beberapa jam setelah penahanan tentara tersebut, Korea Utara meluncurkan dua rudal balistik yang dicurigai ke laut terdekat.
Peluncuran rudal, yang telah dikonfirmasi oleh militer Korea Selatan, terjadi saat ketegangan memuncak di semenanjung Korea. Sejauh ini belum diketahui pasti apakah peluncuran itu terkait dengan penahanan tentara tersebut.
Tidak jelas apakah pria itu, si tentara AS telah membelot ke Korea Utara atau berharap untuk kembali. Belum ada kabar dari Utara.
Advertisement
Penahanan Tentara AS Bertepatan dengan Ketibaan Kapal Selam Nuklir AS
Penahanan warga negara AS terbaru, tentara King, terjadi pada hari yang sama dengan kapal selam berkemampuan nuklir AS berlabuh di Korea Selatan untuk pertama kalinya sejak 1981.
Kapal selam itu secara khusus dipasok untuk membantu Korea Selatan menghadapi ancaman nuklir yang ditimbulkan oleh Korea Utara. Menjelang penyebarannya ada ancaman pembalasan dari pihak berwenang di Pyongyang, yang memperingatkan AS bahwa pengiriman senjata nuklir ke semenanjung itu dapat memicu krisis nuklir.
Beberapa jam setelah penahanan tentara King, militer Korea Selatan mengkonfirmasi bahwa dua rudal balistik diluncurkan dari Korut dan mendarat di luar zona ekonomi eksklusif Jepang.
Belum Ada Dialog Aktif Korea Utara- AS Soal Upaya Pembebasan
Sejauh ini, belum ada dialog aktif yang diketahui antara Korea Utara dan AS atau antara Korea Utara dan Korea Selatan.
Motif penyeberangan King ke Korea Utara belum diketahui. Seorang saksi dalam tur yang sama mengatakan ia awalnya mengira aksi tentara King hanya sekadar gaya-gayaan sampai ia mendengar seorang tentara Amerika yang berpatroli berteriak agar orang lain mencoba menghentikannya.
Anggota keluarga King mengatakan tentara tersebut mungkin merasa tertekan dengan masalah hukum di Korea Selatan yang dapat menyebabkan pemecatannya dari militer.
Tentara King Travis yang berusia 23 tahun, bertugas di Korea Selatan sebagai pengintai kavaleri di Divisi Lapis Baja ke-1. Ia dibebaskan awal bulan ini dari penjara. Pada bulan Februari, pengadilan Seoul mendendanya 5 juta won ($3.950) setelah menghukumnya karena menyerang seseorang dan merusak kendaraan polisi, menurut transkrip putusan yang diperoleh Associated Press.
Putusan itu mengatakan King juga dituduh meninju seorang pria di kelab malam di Seoul, meskipun pengadilan membatalkan tuduhan itu karena korban tidak ingin King dihukum.
Advertisement