Liputan6.com, Naypyidaw - Tim penyelamat menemukan setidaknya 17 mayat di pantai Myanmar setelah sebuah kapal yang membawa pengungsi Rohingya terbalik saat dalam perjalanan ke Malaysia pada Senin (7/8/2023). Di antara yang tewas adalah 10 wanita dan tujuh pria.
"Semuanya adalah muslim Rohingya," kata juru bicara kelompok penyelamat Shwe Yaung Matta Foundation, Bya Latt, seperti dilansir CNN, Kamis (10/8).
Baca Juga
Tragedi itu terjadi di dekat ibu kota Negara Bagian Rakhine, Sittwe.
Advertisement
"Delapan orang yang selamat saat ini ditahan di kantor polisi setempat," ujar Latt.
Seorang pejabat polisi Sittwe mengatakan kepada CNN bahwa kapal itu mengangkut 58 orang, termasuk tiga pengemudinya.
"Mereka menghadapi badai dan kapal tenggelam di bawah gelombang besar," kata pejabat tersebut, seraya menambahkan para korban berasal dari berbagai kota termasuk Rathedaung, Maungdaw, dan Buthidaung.
Operasi penyelamatan bersama oleh polisi setempat dan yayasan penyelamatan masih berlangsung, dengan 33 orang masih hilang.
Bertaruh Nyawa
Rohingya adalah kelompok minoritas muslim di Myanmar, yang mayoritas beragama Buddha. Para pengamat hak asasi manusia mengatakan bahwa Rohingya termasuk di antara orang-orang yang paling teraniaya di dunia.
Mereka menderita kekerasan dan diskriminasi selama beberapa dekade dan ditolak kewarganegaraannya meskipun tinggal di negara itu selama beberapa generasi.
Eksodus massal bersejarah dimulai pada Agustus 2017 setelah gelombang kekerasan pecah di Rakhine, memaksa lebih dari 700.000 orang mencari perlindungan ke negara tetangga Bangladesh.
Putus asa untuk melarikan diri dari kamp pengungsi yang penuh sesak di Cox's Bazar, Bangladesh, banyak pengungsi Rohingya nekat mengambil perjalanan berisiko via laut untuk mencari keselamatan dan suaka di negara tetangga.
Pelayaran berbahaya dari Cox's Bazaar ke Malaysia, sebut para ahli, bisa memakan waktu berminggu-minggu dengan kondisi laut menantang.
Sementara semua negara terikat oleh hukum internasional untuk menyelamatkan orang-orang yang berada dalam kesulitan di laut, kelompok pengawas mengatakan bahwa tindakan cepat tidak selalu dilakukan, terutama terkait dengan pengungsi Rohingya.
Advertisement